Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gereja adalah Motor Ekonomi

25 Februari 2021   10:00 Diperbarui: 6 Maret 2021   12:33 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja di Pematang Raya-Simalungun (Dokumen Pribadi JBS)

"Tidak ada yang lebih rohani daripada sebuah aksi nyata yang memberi manfaat kepada orang lain dan lingkungannya".

Derajat rohaninya seseorang itu menurut saya adalah sampai sejauh mana manusia/lembaga bisa bermanfaat secara nyata baik dari sisi materi maupun non materi kepada orang lain.

Bagi saya perdebatan ide antara kekultusan gereja termasuk pelayanannya dengan kegiatan non rohani bahkan ativitas bisnis adalah sebuah kesia-sian. Adalah penting melihat positioning gereja secara kelembagaan untuk memainkan peranannya yang kudus ditengah kondisi pandemi dengan ancaman serius terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Bahkan dengan pendekatan "agama" maka negeri ini hampir dipastikan adalah dengan mayoritas masyarakat beragama yang taat. Namun mengapa peran serta agama khususnya Gereja sebagai media tempat orang beragama sepertinya mandul sebagai pendobrak ekonomi jemaatnya secara sempit dan secara umum punya power memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan kesejahteraan masyarakat?

Di Asia symbolic approach yakni pendekatan mempengaruhi sebuah tindakan atau teladan itu melekat dengan petua adat ataupun rohaniawan. Apa yang menjadi titah dari mereka yang dianggap menyuarakan Tuhan akan diikuti oleh anggotanya. Seyogyanya pula isu sentral saat ini dengan jurang ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Yang seharusnya itu bisa ditolong seandainya Gereja secara lembaga menyuarakan isi hati pemiliknya.

Contoh kecil saja, hampir semua organisasi Gereja punya departemen Diakonia yang mengurusi pelayanan secara langsung terkait jemaatnya yang berkekurangan. Namun secara praktis acapkali hal yang instan dilakukan dengan sumbangan sembako atau jenis lainnya yang kemudian terjebak sebagai sebuah aktivitas pemadam kebakaran yang sangat temporer. Sesungguhnya perlu dibangun bagaimana membuat kesinambungan sumber ekonomis yang menjadi sumber pemasukan kepada Gereja secara berkesinambungan. 

Pernah sebatas ide dilontarkan bagaimana membekali 2 batang ubi kayu saja kemudian diserahkan kepada masing-masing jemaat untuk ditanam dilahan terbatas di rumah jemaat, seandainya ada 1000 jemaat dalam 9 bulan bukan tidak mungkin bisa menghasilkan 2 ton dengan asumsi sebatang ubi menghasilkan 1 kg. Yang kemudian bisa dipanen bersama dan wujud syukur dijual buat membantu pelayanan jemaat kurang mampu.

Sebenarnya spirit yang mau dihidupkan adalah Gereja bisa menjadi garda terdepan dalam hal membangkitkan mental produktif manusia. Belum lagi bagaimana dari mimbar disuarakan bagaimana dalam hal kecil kita bisa membantu anggaran subsidi dengan gerakan penghematan listrik misalnya saja konsep "Rabu Hening" dimana keluarga per keluarga mematikan listrik yang dianggap tidak perlu, bahkan sampah rumah tangga bisa ditampung saat Minggu sebelum ibadah. Bahkan "bank sampah" terbesar bisa dikelola oleh jemaat. Dan banyak lagi tentunya...

Sikap mental produktif dengan menghindari diri dari sikap hedonisme adalah sangat mulia bahkan yang diinginkan oleh Sang Pencipta sebagai pemaknaan iman. Throwback ke jemaat mula-mula meskipun tidak ada diulas panjang terkait kegiatan ekonomi dalam Kitab Suci, saya berkeyakinan masalah ekonomi juga diantisapasi oleh mereka dalam upaya multiplikasi jemaat. Mengapa? Jawabannya sederhana kita masih hidup di dunia dan ada kebutuhan yang wajib dipenuhi. 

"Gereja adalah kau & aku, bukan gedungnya juga bukan kelembagaannya..."

Salam hangat, dan jadilah bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun