Mohon tunggu...
Jatnika Wibiksana
Jatnika Wibiksana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mati boleh, tua jangan

Ngetril sampe tua

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

JNE: Unicorn Sesungguhnya

31 Januari 2022   17:38 Diperbarui: 31 Januari 2022   17:41 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak berlebihan bila JNE ditahbiskan jadi merek nomor wahid di sektor jasa ekspedisi tanah air. Meski belakangan banyak pelaku anyar turut menggarap bisnis logistik, JNE tetap layak mendapuk status sebagai market leader. Setidaknya dari sisi top of mind, JNE tak tergoyahkan di posisi teratas.

Tak percaya? Silakan sodorkan kalimat “Jika hendak mengirim paket, jasa ekspedisi apa yang akan dipilih?” kepada lima sampai sepuluh orang terdekat Anda. Berani jamin, kebanyakan akan melontarkan jawaban je-en-e. Itu tandanya secara top of mind JNE masih paling populer. Top of mind ini penting lantaran berkaitan dengan keputusan saat menjatuhkan pilihan.

Akan tetapi, perlu digarisbawahi, status market leader yang sekarang dipegang JNE kondisinya tidak lagi sama dibandingkan dua-tiga tahun ke belakang. Pada warsa itu JNE benar-benar berada dalam posisi The True Market Leader. Bila diibaratkan petinju, JNE adalah kampiun sejati pemegang gelar IBF, WBA, dan WBC sekaligus.

Sebagai loyalis JNE selama hampir sepuluh tahun, indikator guna meneguhkan empiris tersebut terhampar nyata di pelupuk mata. Tak perlu ulak-ulik statistik ke database departemen ini atau lembaga survei itu. Cukup dengan menyaksikan langsung aktivitas harian agen-agen JNE. Dulu rata-rata agen JNE selalu dalam kondisi hectic, terutama menjelang sore hingga malam. Beberapa gerai bahkan sampai harus memberlakukan sistem nomor antrean, agar konsumen tidak saling sikut ingin dilayani duluan. Dan sepanjang berkecimpung dalam dunia perpaketan, kami tidak pernah menemukan 'fenomena nomor antrean' di agen ekspedisi lain.

Sekarang kondisinya telah berubah. Lebih dari setahun belakangan, kami jarang menemukan fenomena antre di gerai JNE ketika ngedrop paket. Belum lagi bila mencermati trafik pesanan via lokapasar. Kebetulan kami juga berjualan tas perempuan dengan label SSTTHH.ID di dua lokapasar. Kami mendapati fakta, persentase pembeli yang menggunakan JNE menurun dalam kurun lebih dari setahun terakhir. Padahal sebelumnya pesanan dari lokapasar selalu didominasi JNE. Perbandingannya drastis sekali. Jika dibuat gambaran kasar: sebelumnya delapan dari sepuluh pembeli memakai jasa JNE, sekarang justru terbalik. Beruntung kami masih memiliki produk yang tidak dijual melalui lokapasar di mana mayoritas pembelinya loyalis JNE.


Apakah fakta itu merupakan efek alami algoritma lokapasar bersangkutan atau ada faktor lain? Kami kurang paham. Satu hal yang pasti, kehadiran pelaku-pelaku baru di bisnis logistik, mau tak mau membuat JNE harus rela berbagi kue. Kecenderungan beberapa lokapasar membangun ekspedisi internal, bahkan ditambah lagi ada kebijakan salah satu lokapasar raksasa yang tidak lagi membebaskan pembeli untuk memilih jasa pengiriman, pasti turut pula berpengaruh. Meski demikian, sekali lagi JNE tetap layak menyandang predikat market leader. Jika kembali diibaratkan petinju, JNE sekarang telah kehilangan gelar IBF tapi masih punya sabuk WBA dan WBC. Benarkah?

Sumber: TBI/Dokpri
Sumber: TBI/Dokpri

Nah, sekarang kita bicara dengan statistik. Ilustrasi di atas diolah dari data Top Brand Index (TBI). TBI sendiri merupakan penilaian terhadap sebuah merek yang dilakukan melalui survei independen oleh Frontier Research dengan indikator berbasis pada tiga parameter yakni top of mind share, top of market share, dan top of commitment share. Data tersebut menggambarkan dengan jelas bagaimana dominasi JNE dalam peta perusahaan penyedia jasa antar barang. Dalam rentang 2015-2020, JNE sama sekali tak tergoyahkan di pucuk klasemen. Sebuah data komprehensif guna menggambarkan bagaimana dominasi JNE dalam aspek popularitas, penguasaan pasar, dan komitmen pelayanan, dibanding para pesaingnya.

Transformasi

Tanpa meminjam telinga dan mata orang lain, kami menyaksikan langsung transformasi dua agen JNE di sekitar tempat tinggal. Transformasi yang rasanya tak berlebihan bila dijadikan gambaran mengenai JNE secara keseluruhan sebagai sebuah entitas bisnis.

Sekitar tahun 2012, kami merintis usaha di bidang konfeksi. Kala itu kami tak punya banyak pilihan ketika hendak mengirim pesanan ke tempat jauh. Pilihan yang kami tahu hanya ada dua, yakni Pos Indonesia dan Tiki. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika menggunakan Tiki, paket sampai di tujuan lebih cepat tapi ongkirnya relatif lebih mahal. Sementara bila menggunakan Pos, dari segi ongkir lebih murah namun rentang waktu pengiriman sedikit lebih lama.

Setelah usaha konfeksi berjalan beberapa waktu, kemudian kami menemukan agen ekspedisi yang baru buka gerai di sebuah ruko dekat tempat tinggal. Namanya JNE Pharmindo di Cimahi Selatan. Pemiliknya Pak Abdillah, saat itu berumur 50-an, yang sekaligus merangkap sebagai penjaga gerai.

Jangan bayangkan sistem input data paket dilakukan secara digital seperti sekarang. Kami masih ingat betul, paket pertama yang dikirim menggunakan JNE adalah pesanan seragam olahraga murid sekolah dasar ke Lhokseumawe, Aceh. Saat kami menyodorkan alamat tujuan, Pak Abdillah kemudian mengambil sebuah buku besar berisi senarai ongkir ke berbagai wilayah. Bayangkan, untuk mengetahui jumlah ongkir harus dilakukan secara manual dengan membuka direktori fisik berupa buku berukuran folio. Demikian pula dengan resi pengiriman, ditulis secara manual menggunakan pulpen.

Sejak itu kami langsung jatuh hati pada JNE. Pencarian ongkir dan rekap resi yang masih manual sama sekali tidak berpengaruh apa-apa. Paket itu sampai tujuan sesuai waktu. Yang tidak kalah penting, kami merasa dari segi ongkir dan lokasi agen lebih terjangkau. Karena itulah untuk paket-paket selanjutnya kami selalu menggunakan jasa JNE. Maka secara otomatis kami jadi lebih akrab dengan Pak Abdillah.

Circa 2015, kami merintis usaha jualan apparel dengan tema motor trail. Dipromosikan via Instagram dan Facebook. Sementara untuk landing page hanya digiring ke Whatsapp, lantaran kala itu lokapasar belum sesemarak sekarang. Jauh di luar dugaan, usaha yang kami beri label Motorkotor Apparel itu mendapat respons luar biasa. Mungkin karena momen kemunculannya berbarengan dengan fenomena hobi motor trail yang mulai ngetren di tanah air. Dalam sehari kami rata-rata menjual 15-20 produk.

Dari sinilah persinggungan kami dengan JNE kian intens. Bagaimana tidak, saban hari kami berinteraksi dengan mereka sebab mayoritas pembeli memilih JNE. Padahal kami selalu menyerahkan pemilihan jasa ekspedisi kepada pembeli sepenuhnya. Caranya dengan mengirimkan hasil screenshoot dari aplikasi Raja Ongkir. Aplikasi ini cukup keren. Dalam satu kali pencarian, bisa menyediakan daftar ongkir dari berbagai jasa ekspedisi secara lengkap, mulai dari jenis pengiriman hingga estimasi durasi perjalanan paket. Tapi, seturut pengalaman kami, pembeli hampir pasti memilih JNE.

Seiring berjalannya Motorkotor, kami kembali menemukan sebuah gerai JNE baru yang letaknya tak seberapa jauh dari agen Pharmindo. Berbagi ruangan yang tidak terlalu luas dengan sebuah warnet, agen itu bernama JNE Bojong. Sama seperti JNE Pharmindo, pemilik JNE Bojong awalnya juga sekaligus bertugas sebagai pelayan. Bedanya, JNE Bojong sudah menerapkan sistem otomatis saat rekap paket. Resinya pun dicetak sehingga terkesan lebih mutakhir.

Tentang kelebihan JNE Bojong yang sudah melakukan pencarian ongkir dan mencetak resi secara otomatis, lantas saya ceritakan kepada Pak Abdillah. Ternyata cerita itu membuat Pak Abdi tersengat. Tak lama berselang, dia mengotomatisasi pelayanan. Bahkan langsung merekrut dua orang pegawai.

Seturut melesatnya perkembangan niaga daring melalui lokapasar, JNE Bojong dan JNE Pharmindo tumbuh sangat pesat pula. Buka layanan 24 penuh membuat JNE Bojong dengan cepat memikat hati para pelaku usaha jualan daring di sekitarnya. Sampai-sampai gerai ini mesti memberlakukan nomor antrean.

Awalnya hanya berbagi ruangan dengan sebuah warnet, JNE Bojong kemudian mampu menyewa satu rumah di tepi jalan raya yang tarifnya pasti tidak murah. Mulanya sang pemilik sekaligus merangkap pegawai, sampai bisa menggamit delapan pekerja. Asalnya sang pemilik berangkat kerja menunggangi motor, beberapa tahun berselang sudah terlihat mengendarai SUV mewah berlogo tiga berlian. Transformasi yang luar biasa.

Walaupun tidak segemilang JNE Bojong, JNE Pharmindo pun tumbuh sangat baik. Sekarang memiliki enam pegawai dengan gerai yang amat representatif. Bahkan lebih representatif dibanding JNE Bojong.

Fitrah JNE

Transformasi yang dialami dua agen JNE di atas bukan dinamika sederhana. Di belakangnya ada dinamika yang jauh lebih besar. Yakni berputarnya jentera ekonomi yang di dalamnya mayoritas digerakkan oleh kalangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Jika JNE sebagai sebuah badan usaha berjalan sentosa, maka dipastikan ada geliat UMKM yang tumbuh subur di baliknya.

Oleh karena itu, membicarakan JNE kaitannya dengan UMKM ibarat membicarakan matahari terbit di timur dan terbenam di barat. Sebuah aksioma yang akan berlaku sepanjang waktu. Sebab, sudah menjadi fitrah JNE terlahir secara alami sebagai nyawa UMKM dan kemudian menjalankan perannya selaku organ vital UMKM secara natural pula. JNE merupakan bagian integral UMKM dan juga sebaliknya. Tak perlu lagi dibahas, apalagi diperdebatkan.

Yang lebih seksi untuk dibahas justru bagaimana kiat JNE di masa mendatang agar tetap menjadi nyawa UMKM nan tangguh. Satu langkah strategis telah diayun pada tahun kemarin, yaitu membangun infrastruktur fisik berupa megahub seluas 40 hektare dekat Bandara Soekarno-Hatta. Kehadiran megahub dengan sistem robotik ini bertujuan untuk mempercepat arus barang dari luar Jabodetabok ke Jakarta dan sebaliknya. Maklum, 40-50% pengiriman domestik JNE beredar di wilayah Jabodetabek dan Bandung.

Di luar infrastruktur fisik, JNE juga mulai serius membangun ekosistem socio-commerce, yaitu para pemilik merek yang lebih memilih jualan via media sosial atau website dibanding melalui lokapasar. Meski pada tahun terakhir lokapasar menyumbang 40% untuk pendapatan, JNE tidak mau terlena. Apalagi belakangan muncul kecenderungan beberapa lokapasar memiliki ekspedisi internal.

Untuk hal-hal lain di luar itu, tak ada lagi yang perlu dirisaukan. JNE telah punya segalanya. Selama tiga dekade berdiri, JNE mampu membangun sistem yang sangat mumpuni sebagai perusahaan ekspedisi. Data Top Brand Index di atas hanyalah aklamasi akan kinerja JNE selama ini. Maka rasanya JNE tak perlu latah sampai kesusu mematok target absurd seperti mengejar gelar unicorn, misalnya. Sebab pada beberapa kasus, unicorn sekadar valuasi di atas neraca tata buku. Sementara jika mengukur kontribusinya yang sungguh luar biasa dalam menopang perekonomian tanah air --- dengan UMKM sebagai tulang punggungnya, sudah sejak dulu JNE laik disemati label unicorn yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun