Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Nam Ha

16 Juli 2019   08:35 Diperbarui: 16 Juli 2019   09:18 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Claude sangat bersyukur dengan kecakapan Nam Ha dalam berkebun dan mengatur taman hingga Chateu de Clemenceau yang diwariskan orang tuanya kini lebih bernyawa dan tampak jauh tampak lebih asri daripada sebelumnya. Mengagumkan sekali dengan cara Nam Ha memposisikan aneka tanaman, bunga dan ragam vegetasi lainnya agar berkesesuaian. Ia dengan sengaja menempatkan sedum Lemon Ball yang berwarna kuning cerah bersisian dengan Ophiopogon yang akan berubah warna dari hijau menjadi ungu kehitaman ketika musim gugur tiba. Begitu tertata hingga teman dan kolega Claude tak ragu menyebut tamannya sebagai a-very well-structure garden.

Walaupun demikian ada satu hal yang --Claude sungguh tak ingin menyebutnya sebagai kekurangan, sebab ia sadar tak ada manusia di dunia yang sempurna-- namun Nam Ha tampaknya tak cocok dengan hewan peliharaan. Ya, itu saja.

Seingatnya, telah tiga kali Claude mengadopsi Boston Terrier dan French Bulldog, namun tragisnya mereka ditemukan tewas mengenaskan dengan leher tercabik-cabik. Seekor lagi, German Shepperd-nya, pun menghilang tak tentu rimba. Kemalangan serupa terjadi pada sepasang murai yang dibelinya di sebuah pasar gelap di Papua. Nam Ha hanya bisa bersedu-sedan ketika ditanyakan kronologi raibnya sepasang burung mini itu. Yang tersisa hanyalah sepasang raven hitam. Itupun Claude sulit mengingat kapan tepatnya burung gagak itu ada. Sebab adakalanya sangkar itu tampak kosong, lalu tanpa siapapun sadari sepasang raven hitam itu telah berdiam dalam sangkar yang sejak awal memang bukan rumahnya. Begitu seterusnya hingga Claude tak lagi ambil pusing.

Kehadiran Nam Ha dalam rotasi kehidupan Claude terus menangguk apresiasi. Pujian demi pujian datang beruntun. Nam Ha selalu menjadi pembicaraan hangat di berbagai commune. Mereka dengan senang hati memanggilnya "Jack of all trades and master of everything." Dan itu bukan omong kosong teman-temannya atau bualan sekedar menyenangkan hatinya. Sebab Claude pun bisa merasakan sendiri semua perubahan drastis yang mewarnai rumahnya sejak menikahi Nam Ha. Tak berlebihan bila Claude kerap merasa sebagai pria yang paling beruntung di dunia.

Hingga pada suatu pesta, Claude menyaksikan adegan teraneh yang memalu-godam logikanya. Alisnya bertaut saling mengunci, sedang keningnya serentak berlipat-lipat. Mathieu Wiegel, salah seorang koleganya, tampak sedang mengelus pipinya sendiri. Bibirnya memoles senyum sinis penuh kemenangan, namun entah apa yang dia pikir telah dimenangi. Sorot matanya tajam mengarah pada wajah pucat Nam Ha yang terlihat membesi memendam amarah. Claude melihat sendiri istrinya itu baru saja menampar Mathieu.

Tak ingin merusak suasana dengan bermacam prasangka apalagi kecemburuan buta, Claude diam-diam menjauhkan diri dari keriuhan pesta. Lalu di sudut yang tak terjangkau pemilik canda tawa di lantai dansa, Claude bersiap diri ketika Mathieu berjalan menghampiri. Diluar dugaannya, Mathieu hanya berbisik di telinga Claude, "Tidakkah kau merasa, Elle est trop parfait pour toi?"

Claude menatap dalam-dalam wajah Mathieu, mencoba mengorek maksud yang disembunyikan. Namun ia telah mengenal Mathieu dengan sangat baik, jauh sebelum bersua Nam Ha. Claude hanya mendapati raut kecemasan, dan bisikan itu saja yang terus memuting-beliung di labirin hatinya. Elle est trop parfait pour toi? Tidakkah kau merasa ia terlalu sempurna untukmu?

Alih-alih melupakan insiden gasal yang terpampang di depan matanya, Claude justru terhisap oleh bisikan yang menghasut itu. Benar, mengapa tak terpikir olehnya frasa itu? Pelan-pelan pria keturunan Baron itu meneguk minumannya, anggur putih perpaduan Sauvignon Blanc dan Muscadelle, liquid surga yang sangat nikmat. Aah..., bisa jadi Mathieu hanya iri hati saja. Claude mengguncang perlahan tangkai gelas kristal itu. Dalam kegelisahannya, ia terus berusaha meredam perang batinnya sendiri. Namun Claude memang kesulitan untuk mengelak galau yang pada akhirnya berujung melahirkan sebuah ide gila. Tepat ketika istrinya mengeluhkan persediaan rempah-rempah di dapurnya.

"CC, jangan lupa turmeric ya...uhm, aah, poudre de curcuma, boleh juga," demikian Nam Ha berpesan dan tak lupa mengingatkan tentang pesta-pesta mendatang yang sudah terdaftar mengantri pada hari dan tanggal yang telah dilingkari.

Claude masih sempat tersenyum simpul, mendengar aksen lucu dari bibir Nam Ha. Nyata benar, kurun waktu delapan bulan belumlah cukup untuk menyulap lidah Asianya fasih mengucapkan kosakata dalam bahasa Perancis. Tapi, somehow, itu terdengar sangat sexy.

Claude lantas pergi berkendara. Membelah lansekap subur Entre-deux-Mers di timur Bordeaux yang terkenal dengan pemandangan yang memanjakan mata. Lembah menghampar kehijauan oleh kebun-kebun anggur yang menjanjikan. Citroen birunya itu berbelok-belok mengikuti jalanan dalam alur sungai Garonne dan Dordogne. Lalu sejenak lenyap, hilang ditelan bayang-bayang La Roche Tuiliere yang menjulang bersama tetangganya La Roche Sanadoire.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun