Mohon tunggu...
Jasmine Amira
Jasmine Amira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mempertahankan Budaya Sendiri sebagai Mahasiswa Sastra Bahasa Asing

28 Juni 2022   02:20 Diperbarui: 28 Juni 2022   02:23 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hidup pada zaman serba maju, di mana dunia sudah mengalami banyak sekali perubahan. Yang tentunya mempengaruhi hampir setiap hal yang ada. Berkembangnya teknologi dalam bidang teknologi dan komunikasi, tentunya akan sangat berdampak pada setiap individu yang ada di dunia ini. 

Mengingat besarnya pengaruh yang dipaparkan pada setiap individu. Kita juga dapat mengkategorikannya sebagai globalisasi. Arus Globalisasi merupakan suatu fenomena yang tak terelakkan (Scholte 2001). Fenomena ini tidak pandang bulu, suka atau tidak suka semua golongan akan terpengaruh olehnya. Salah satunya adalah kebudayaan lokal, yang menjadi akar dari sebuah ciri khas yang dimiliki oleh suatu daerah. 

Indonesia dengan keberagamannya yang berlimpah. Tidak hanya tradisi, melainkan juga bahasa. Indonesia memiliki ratusan bahasa yang kini bahkan secara sadar kita mengetahui bahwa eksistensinya semakin lama semakin memudar. Bahkan ada beberapa yang tanpa kita sadari sudah tidak dapat ditemui lagi. 

Karena tertimbun oleh bahasa dari negara lain, yang mengikis keragaman bahasa kita sebagai negera yang berkembang. Tentunya hal ini menjadi salah satu musuh terbesar yang seharusnya kita lawan. 

Lalu bagaimana dengan penerus bangsa yang sedang menempuh pendidikan, dimana mereka mempelajari bahasa negara asing sebagai pilihan mereka dalam melanjutkan pendidikan? Sudah hampir kurang lebih satu tahun saya menjadi salah satu mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. 

Pada awalnya saya juga tidak memikirkan hal ini secara mendalam, karena menurut saya pribadi selama saya masih tinggal di Indonesia maka bahasa sehari-sehari yang akan saya gunakan adalah Bahasa Indonesia. 

Saya juga tidak terlalu sering menggunakan bahasa asing di lingkungan tempat tinggal. Hingga saya mulai melihat perspektif yang berbeda pada saat topik ini dibahas sebagai salah satu FGD (Focus Group Discussion) dalam salah satu rangkaian ospek yang diselenggarakan oleh jurusan saya.

Menjunjung topik "Raise Without Replace" kami mendiskusikan bagaimana caranya kita mempelajari bahasa asing tanpa meninggalkan bahasa kebangsaan sendiri. Karena maraknya penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, yang perlahan mengikis keberadaan bahasa Indonesia. 

Dimana dengan adanya topik tersebut saya mulai menyadari bahwa saya sendiri mungkin memang tidak banyak menggunakan bahasa asing dalam lingkungan tempat tinggal saya, tetapi sangat sering menggunakannya dalam percakapan dengan teman-teman saya. 

Bahkan saya mengingat dalam suatu pembicaraan dengan beberapa orang yang saya kenal, bahwa terlalu formal untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kini dianggap tidak kekinian dan aneh, "Kayak ngomong sama guru aja." 

begitu kira-kira kesimpulan dari pembicaraan kami pada saat itu. Sebenarnya tidak ada masalah dalam mempelajari maupun menggunakan bahasa asing. Karena kenyataannya pada hari ini banyak hal yang menuntut kita untuk dapat berbahasa Inggris. Misalnya mengikuti sebuah beasiswa keluar negeri. Tetapi kembali lagi, sesuatu yang berlebihan tentunya tidak baik.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun