Mohon tunggu...
Zahra El Fajr
Zahra El Fajr Mohon Tunggu... Penulis - a melancholist

Teacher | Fiksiana Enthusiast | Membaca puisi di Podcast Konstelasi Puisi (https://spoti.fi/2WZw7oQ) | Instagram/Twitter : zahraelfajr | e-mail: zahraelfajr@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Drama ǀ Setelah Patah Lalu Apa?

19 Desember 2016   21:25 Diperbarui: 31 Maret 2020   02:22 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Weheartit

Kamu pernah sadar tidak, jatuh cinta bisa menjadi patah hati lainnya.” Aku bilang,

“Lalu buat apa jatuh cinta kalau tahu itu membawa luka?” kamu malah bertanya, aku mengiyakan pertanyaanmu. Benar juga, tapi, siapalah yang akan waras ketika dilanda jatuh cinta? Akan tetapi, hari itu, jauh-jauh hari setelah percakapan kita itu, akhirnya kita saling jatuh hati.

“Di kepalaku selalu saja kamu,” katamu,

“Di bahagiaku, selalu saja kamu,” jawabku. Kami tertawa bersama. Banyak hal yang sebelumnya biasa saja, tapi terasa istimewa saat dilalui bersamamu. Banyak percakapan kita yang sederhana tapi menyirat makna penting. Banyak tawa renyah yang kita habiskan, padahal dalam hati kita sama-sama takut kehilangan. Banyak, banyak kali aku menegur diri agar tak terlalu jatuh cinta padamu, tapi hatiku menolak perintahku sendiri. Karena telah banyak yang kita lalui, aku sadar bahwa cinta bukan sesuatu yang bisa ditakar, dan dikendalikan.

“Ra, aku harap kamu takut kesendirian.” kamu memecahkan hening.

“Aku kan pemberani,” aku jawab,

“Iya, aku harap.”

“Tapi kenapa?”

“Hiduplah bersamaku, Ra. Akan aku nyalakan lilin setiap kamu hendak tidur.”

Kamu sudah hafal aku lebih menyukai cahaya lilin ketimbang lampu tidur. “Mulai kapan aku boleh pindah kesini?” kamu tersenyum sangat manis.

Aku tak peduli hal apa yang lebih menyenangkan dari ini, tapi berbelanja ke pasar di pagi hari bersamamu sangat menyenangkan, juga saat mericuhkan dapur. Kamu paham betul aku tak pandai memasak, “Bakatku hanya membahagiakanmu, Key.” Bisikku, tak lama senyummu mengembang seiring mendekapku. Begitulah, rumah ini selalu hangat oleh tawa kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun