“Pinjam dulu uang mu lek” akhir bulan ini,
Begitulah perkataan yang sering saya hadapi ketika minggu ketiga di setiap bulan dimulai, entah mengapa banyak diantara mahasiswa selalu mengalami kekurangan uang pada penghujung bulan, mungkin karena salah dalam mengelola keuangan atau juga terlalu boros di awal bulan .
Tidak asing lagi di bulan awal ataupun minggu pertama di setiap bulan pusat perbelanjaan maupun pusat makanan di maal selalu saja ramai di kunjungi oleh kaula muda dengan pasangannya masing masing mungkin ngedate atau pedekate atau juga sekedar kumpul kumpul belaka menghabiskan waktu , restoran cepat saji ala luar negeri entah mengapa selalu saja menjadi idola remaja kini, padahal nama makananya saja junk food (sampah) tapi anehnya selalu saja ramai, namun ketika ditanya apa masakan khas etnisnya mereka malah dengan bangga (karena tersenyum) mengatakan ketidaktahuannya. Aneh memang kini ketika bangsa ini daijari untuk menghargai jasa leluhurnya di setiap level pendidikan malah yang terjadi kita asik menghargai dan mengagungkan leluhur bangsa lain, dan parahnya hal ini juga masuk ke ranah makanan dan musik.
Menghabiskan berkisar 20.000 ke 50.000 sekali makan di tempat makanan elit ala luar negeri , padahal dengan 50.000 sudah bisa seminggu bertahan hidup seminggu jika makan di tempat biasa saja di sekitar kost kosan maupun kampus. Ada kepuasan tersendiri jika makan di tempat elit, memang, namun ketika orang tua harus bekerja keras membanting tulang di kampung dan dengan mudahnya mengorbankan bekal makan seminggu demi gengsi dan tuntutan jaman atau tuntutan wanita jaman , bukankah hal tersebut merupakan ironi luar biasa. Durhaka namanya, durhaka modern ala kapitalis !!
Beginilah mungkin yang namanya orang orang modern di negara dunia ke tiga, kelak akan dikatakan kuno dan jadul jika tidak makan di restoran milik bangsa imperialis tersebut, orang orang modern menganggap reputasi, gengsi dan gaya hidup hedon sebagai objek objek konkret yang sungguh ada, karenanya perlu di kejar dan dimiliki bahkan dengan mengorbankan materi yang seharusnya untuk hal abstark lainnya yang lebih berguna. Sepertinya banyak kini generasi muda karena hasutan dan tipuan mediator (media) justru meningalkan budaya aslinya demi menyerupai gaya hidup bangsa lain, dasar badut badut peniru !
Mereka kini asik tenggelam dalam nikmatnya dunia modern ala barat, menuju gaya hidup barat yang katanya modern, perlahan meninggalkan identitasnya atas nama modernisasi, yang katanya adalah tuntutan jaman demi masa depan (tidak semua kan harus ditiru modernisasi !) bukankah keadaan ini identik dengan berpikir tentang surga tetapi sebenarnya tenggelam dalam neraka, ya neraka karena menjadi badut badut peniru, dan parahnya tidak akan bisa persis seperti yang di tiru karena peniru tidak akan dibiarkan yang ditiru setara dengannya.
Betul, modernisasi memang keperluan utama jaman kini, namun bukan berarti kita harus merubah gaya hidup ketimuran yang identik dengan sederhanya dan ramahnya serta kolektifnya. Seharusnya itu kita kembangkan karena faktanay hal tersebut adalah kekuatan yang besar dalam beberapa aspek. Persis seperti Mahatma Gandhi yang d ludahi oleh mahasiswa di london ketika beliau memakai pakaian khas india di london ketika masih menimba ilmu, setelah india merdeka ratu inggris mengundangnya ke istana dan beliau datang dengan pakaian yang sama ketika diludahi para mahasiswa. dan biarlah yang meludahi merasa terludahi !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI