Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si "Khofir" dan Sampah Angker

9 Oktober 2020   21:56 Diperbarui: 9 Oktober 2020   22:04 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

              Sungai Ciberang, sungai yang mengalir dari tanah suku Baduy Lebak, Banten. Sungai ini  memberi penghidupan bagi warganya juga menyimpan sekelumit misteri yang belum terpecahkan. Kebetulan sungai itu melewati sebuah pondok bernama Tanwirul Qulub.

              "Anak-anak jangan sering main-main ketempat sampah dibelakang pondok"  Ujar Ustad Haris berdiri mengawasi santri dari kamar pengajar yang tak jauh dari situ.

               "Baik Ustad!"  Jawab seorang santri bernama Nofal. Ia sedang mencari sandalnya yang hilang, harap harap ditemukan justru ia tak mendapatkan apa-apa dari tadi.

               "Udahlah Fal, udah sore nih!  mending beli sandal baru aja,  sekarang waktunya kita siap-siap sholat magrib" Ajak Herman , teman nofal yang selalu mawas pada keadaan.

                "Iya iya, Ane nurut kalau gitu"

                "Dan Ente harus hati-hati Fal, apa yang ustad larang, ada benarnya juga lho !"

                "Maksudnya ? " Kata Nofal penasaran.

                 Sambil berjalan ke arah asrama, mereka melewati sebatang pohon rambutan juga pohon blimbing wuluh.

                "Tadi pagi saat di kelas, Ustad Haris cerita mengenai kejadian yang dia alami tadi malam"

                "Serius man, gimana ceritanya?" Nofal mulai menaikkan nada bicaranya.

                "Waktu itu sekitar jam setengah duabelas, beliau balik dari ruang guru dan mau tidur ke kamar Asatidz (baca: pengajar) nah saat sampai di pohon yang kita lewati barusan, tepatnya di pohon Blimbing. Ustad Haris mendengar suara yang aneh seperti sapi disembelih dari arah sungai itu " Tutur Herman menghadap kearah belakang. Kemudian ia melanjutkan ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun