Mohon tunggu...
Janet Jarusdy
Janet Jarusdy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apakah yang Menyebabkan Eritrosit Lemah pada Zaman Sekarang?

25 November 2017   13:34 Diperbarui: 25 November 2017   15:04 2060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Darah adalah jaring ikat khusus yang tersusun atas sel- sel darah seperti sel darah merah dan sel darah putih, keping darah (trombosit), serta plasma darah yang merupakan matriks yang berbentuk cairan. Plasma darah lebih ringan dibandingkan dengan sel dan keping darah. 

Maka dari itu, dengan teknik sentrifugasi yang dapat dipakai untuk menaikkan kecepatan proses dari pengendapan partikel dapat digunakan untuk memisahkan komponen itu. Rasio dari volume sel darah merah yang terpisahkan secara sentrifugasi dari plasma darah disebut sebagai hematokrit.

Sel darah merah atau biasa disebut sebagai eritrosit. Eritrosit memiliki bentuk bikonkaf, yaitu cekung di bagian tengah dan tidak memiliki nukleus. Eritrosit diketahui berwarna merah karena memiliki Hemoglobin (Hb) yang mengikat oksigen (O2). Selain itu, sel darah merah juga mengandung Hem yang berkontribusi dalam pewarnaan darah. 

Pembentukan sel darah merah dikontrol oleh eritropoietin (Epo), hormon yang diproduksi oleh fibroblast di kapiler ginjal. Hormon tersebut memacu pertumbuhan jumlah dan diferensiasi sel precursor eritroid di sumsum tulang. Sebaliknya, makrofag menghilangkan sel darah merah yang sudah mencapai umur kritis, yaitu sekitar 120 hari bagi manusia. Proses ini disebut eritrofagositosis dan terjadi terutama di sumsum tulang belakang.

Apabila ada kelebihan jumlah oksigen dalam tubuh, akan terjadi peningkatan penghancuran sel yang disebabkan oleh neositolisis, sehingga umur sel darah merah bisa saja hanya sekitar 10 sampai 11 hari. Hal ini menunjukkan bahwa umur sel darah merah manusia bukan sesuatu yang pasti dan intrinsik, tetapi dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sekitar. Contoh lainnya yaitu bayi yang baru lahir mempunyai sel darah merah yang hanya berumur sekitar 80 hari.

Menurut saya, eritrosit pada masa kini tidak mencapai umur 120 hari lebih cepat karena gaya hidup zaman sekarang yang bisa dikatakan jauh lebih sibuk dan lebih cepat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kematian sel darah merah disebabkan oleh oxidative stress, yaitu produksi radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh yang tidak bisa dinetralkan karena kekurangan antioksidan. 


Radikal bebas ini dapat mengurangi kualitas membran dan sitoplasma sel darah merah, sehingga mengurangi umur sel tersebut. Memang umur sel darah merah berpengaruh terhadap lemah atau kuatnya eritrosit, karena seiring sel darah merah bertambah tua, terjadi beberapa perubahan sifat sel, antara lain (1) berkurangnya aktivitas metabolik, (2) perubahan aktivitas di permukaan sel seperti eksposur terhadap fosfatidilserin (FS), (3) berkurangnya elastisitas sel darah merah, dan (4) penurunan level CD47 dan pengikatan imunoglobulin. Akan tetapi, sel darah merah yang belum tua pun dapat mengalami degenerasi kualitas apabila terlalu banyak terekspos radikal bebas.

Mekanisme penghapusan sel darah merah berpusat pada elastisitas sel. Elastisitas sel darah merah sebagian besar dipengaruhi oleh viskositas sitoplasma, yang bergantung pada konsentrasi hemoglobin, rasio luas permukaan sel dengan volume sel, dan sifat-sifat membrane plasma yang berhubungan dengan sitoskeleton. 

Hemoglobin adalah kandungan utama eritrosit sehingga kepadatan sel darah merah ditentukan oleh konsentrasi haemoglobin intraselular. Konsentrasi haemoglobin tersebut bergantung pada kandungan air dalam sel darah merah, yang diatur oleh K dan Na sebagai penentu permeabilitas air di membran plasma. Sel yang padat dengan haemoglobin akan mengalami peningkatan permeabilitas K, sehingga mengakibatkan banyak K yang keluar dari sel dan berujung pada sel darah merah mengalami dehidrasi. 

Kekurangan kation dan air pada sel darah merah akan membuat viskositas sel darah merah menjadi lebih tinggi, sehingga menurunkan elastisitas sel darah merah. Eritrosit harus cukup elastis untuk melewati pembuluh-pembuluh kapiler yang sempit. Sel darah merah yang sudah berkurang elastisitasnya akan tersangkut di pembuluh kapiler dan memicu eritrofagositosis. 

Selain berkurangnya elastisitas sel, eritrosit yang padat juga memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga kemampuan mereka untuk memanjang menjadi terbatas. Dengan berkurangnya elastisitas sel, maka akan dikenali oleh makrofag sebagai sel darah merah yang tua dan perlu disingkirkan dari sistem peredaran darah. Hal ini menyebabkan eritrosit melemah dan usia dari eritrosit yang terekspos oleh radikal bebas akan menjadi semakin pendek dan tidak mencapai 120 hari.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya atau bertambahnya radikal bebas di dalam tubuh. Pertama, bertambahnya radikal bebas di dalam tubuh disebabkan oleh gaya hidup di mana seseorang bekerja terlalu keras yang menyebabkan dirinya menjadi kurang tidur. 

Hal ini bisa menyebabkan produksi hormon melatonin yang merupakan suatu hormon yang membantu manusia untuk dapat tidur, memperlancar aliran darah, menjaga kesahatan suatu sel, serta diketahui sebagai hormon yang paling efektif di dalam tubuh yang berfungsi dalam mengatasi adanya radikal bebas serta mengendalikan adanya kerusakan- kerusakan oksidatif ( oxidative damage ). 

Selain itu, melatonin juga mengandung antioksidan yang sangat ampuh, anti- inflamasi, serta memiliki kandungan yang bekerja dalam sistem imun atau kekebalan tubuh. Dari situ, kita dapat mengetahui bahwa keberadaan melatonin sangatlah penting bagi tubuh kita.

Sayangnya, kandungan hormon melatonin dalam tubuh dapat berkurang akibat kekurangan tidur karena produksi hormon melatonin dipengaruhi oleh tinggi rendahnya intensitas cahaya yang ada pada retina mata.  

Cara kerjanya adalah sebagai berikut, sel fotoreseptor yang berada di retina mata akan memberi sinyal akan keberadaan atau eksistensi cahaya ke suprachiasmatic nucleus atau yang dapat disebut juga sebagai SCN yang berada di bagian hipotalamus otak Setelah sinyal sampai di otak, maka akan diteruskan ke kelenjar pineal. Kelenjar pineal inilah yang akan menghasilkan hormon melatonin yang dapat menghasilkan rasa kantuk. Maka dari itu, puncak dari pembentukan dari melatonin adalah pada dini hari ( pukul 2.00 -- pukul 4.00 ) terlebih karena rendahnya intensitas cahaya yang ditangkap oleh retina.

Akan tetapi, apabila seseorang bekerja hingga pagi terlebih dengan memakai alat- alat digital untuk menyelesaikan tugas, dapat membuat produksi melatonin menjadi tidak maskimal karena retina masih menangkap cahaya dengan intensitas yang cukup tinggi di malam hari. Dengan berkurangnya melatonin yang memiliki fungsi dalam menangani radikal bebas menyebabkan bertambahnya radikal bebas yang dapat berujung pada pengurangan dalam umur eritrosit.

Kedua adalah tingkat rasa stres secara emosional yang meningkat atau tinggi yang diakibatkan oleh kesibukan atau bekerja terlalu keras. Rasa stres ini dapat meningkatkan produksi hormon kortisol, yaitu salah satu hormon steroid yang dibentuk di kelenjar adrenal, di dalam tubuh. Sebagian besar sel di dalam tubuh memiliki reseptor kortisol dan sekresi dari hormon kortisol ini dikendalikan oleh hipotalamus, kelenjar adrenalin, dan beberapa kelenjar lainnya. 

Kelebihan kortisol di dalam tubuh yang dapat dilihat dari jumlah bagian kortisol yang ada di dalam darah ini dapat meningkatkan produksi radikal bebas terutama bila seseorang dengan kortisol tinggi mengalami penghambatan dalam pembentukan atau pertumbuhan tulang yang biasanya diatasi dengan mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang mengandung kalsium. 

Apabila kandungan kalsium di dalam tubuh terlalu tinggi, maka akan mengakibatkan peningkatan termogenesis yang akhirnya akan meningkatkan suhu atau temperature tubuh menjadi lebih panas dan itu akan memicu peningkatan dari produksi radikal bebas yang akan melemahkan atau mengurangi umur eritrosit. Bahkan bagi para wanita yang memiliki kadar kortisol dapat menyebabkan gangguan dalam siklus mestruasi.

Selain itu, kortisol juga menghambat aldosteron yang akhirnya menimbulkan suatu efek yang disebut dengan diuretik. Keadaan ini menjadi salah satu pemicu dari hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasanya diderita oleh orang- orang yang memiliki sindrom Cushing yang juga disebabkan akibatkan kadar hormon kortisol yang terlalu tinggi atau melebihi batas wajar. 

Kelebihan hormon kortisol juga dapat mempengaruhi kemotaksis leukosit apabila terjadi infeksi pada suatu area yang akhirnya dapat mengakibatkan penurunan dari sistem kekebalan tubuh yang sangat penting bagi manusia.

Selain tingkat rasa stres yang meningkat atau tinggi secara emosional yang menyebabkan produksi kortisol meningkat serta bekerja telalu keras sebagai tuntutan zaman sekarang yang dilakukan dengan memforsis tubuh, ada juga beberapa faktor baik dar dalam maupun dari lingkungan sekitar kita yang dapat memicu peningkatkan radikal bebas seperti respirasi dan pencernaan makanan, terekspos pada radiasi, terekspos pada polusi lingkungan sekitar seperti polusi udara, kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, dan penggunaan antibiotik yang terlalu berlebihan sehingga tubuh membentuk resistensi terhadap antibiotik. 

Mengandung makanan yang mengandung terlalu banyak kandungan bahan kimia juga dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bertambahnya radikal bebas.

Maka dari itu, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa situasi pada zaman sekarang ini mendorong bahkan memaksa banyak sekali orang yang memiliki eritrosit yang cepat melemah dan tidak mencapai umur 120 hari, yaitu umur di mana eritrosit atau sel darah merah bersirkulasi untuk mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh yang telah diikat oleh hemoglobin yang terkandung di dalam eritrosit dan juga membawa karbondioksida ( CO2) ke paru- paru. 

Dengan bekerja keras hingga larut malam bahkan hingga dini hari menyebabkan seseorang akan kekurangan melatonin yang sebenarnya memiliki antioksidan serta berfungsi dalam mengendalikan jumlah radikal bebas yang ada di dalam tubuh. 

Selain itu, bekerja keras juga akan mengakibatkan peningkatan rasa stres yang akhirnya dapat membuat produksi hormon kortisol terganggu sehingga bisa menyebabkan kelebihan kadar hormon kortisol di dalam tubuh. Sayangnya, kelebihan kadar hormon kortisol di dalam tubuh tidak bermanfaat bagi tubuh, justru dengan kelebihan hormon kortisol ini dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas meningkat dan akhirnya akan mempengaruhi usia daripada eritrosit atau sel darah merah di dalam tubuh.

Dari sini, kita bisa mengetahui bahwa adanya radikal bebas menjadi pengaruh utama dalam pengurangan atau pelemahan eritrosit ( sel darah merah ) karena radikal bebas yang disebabkan oleh berbagai faktor dapat menyebabkan kualitas dari membran sel darah merah menurun. 

Kualitas membran sel darah merah menurun berarti elastisitas dari sel darah merah tersebut pun juga menurun sehingga akan ditangani lebih cepat oleh makrofag karena terdeteksi sebagai sel darah merah yang sudah tua dan butuh disingkirkan. Jadi, sel darah merah yang masih muda pun tetap dapat disingkirkan oleh makrofag dengan proses fagositosis apabila terlalu sering terekspos pada radikal bebas.

Demikianlah pendapat saya mengenai umur eritrosit pada zaman sekarang. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dan semoga berguna bagi para pembaca. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org

https://kbbi.web.id/

http://onlinelibrary.wiley.com

http://rsos.royalsocietypublishing.org

www.draxe.com

www.hormone.org

www.ncbi.nlm.nih.gov

XIG/14

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun