3. Praktis dan mudah diaplikasikan.
Teknologi fortifikasi ini tidak memerlukan mesin mahal. Proses pengeringan dan penggilingan bisa dilakukan di skala rumah tangga maupun industri kecil.
4. Mendukung gerakan pangan lokal.
Fortifikasi kecipir dapat menjadi bagian dari kampanye "Bangga Makan Produk Lokal" sekaligus solusi gizi berbasis kearifan lokal.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski potensinya besar, tantangan tetap ada. Rasa dan aroma khas kecipir yang sedikit langu kadang jadi kendala penerimaan konsumen.Â
Namun, dengan riset dan inovasi teknologi pangan, hal ini bisa diatasi lewat proses fermentasi atau penambahan bahan penetral rasa.
Pemerintah dan lembaga riset pun diharapkan ikut berperan aktif. Misalnya, dengan memberikan pelatihan pengolahan kecipir kepada masyarakat, mendukung UMKM pangan lokal, serta memperluas edukasi tentang pentingnya asupan gizi seimbang.
Bayangkan kalau setiap posyandu dan sekolah menyediakan makanan tambahan berbahan dasar tepung kecipir gizi anak-anak Indonesia pasti meningkat tanpa harus bergantung pada produk impor.
Kecil Tapi Berdampak Besar
Kecipir mungkin tampak remeh, tapi kandungan nutrisinya bisa jadi game changer dalam upaya melawan stunting.Â
Melalui teknologi diversifikasi pangan dan fortifikasi tepung daun serta biji kecipir, Indonesia bisa memiliki solusi yang murah, bergizi, dan berkelanjutan.
Dari halaman rumah hingga dapur keluarga, kecipir bisa jadi simbol ketahanan pangan lokal yang menyehatkan generasi masa depan.Â