Teknologi diversifikasi pangan dengan fortifikasi tepung daun dan biji kecipir: solusi pencegahan stunting.
Pernah dengar istilah kecipir?
Di banyak daerah Indonesia, tanaman ini tumbuh liar di pekarangan rumah atau pinggir kebun.Â
Padahal, di balik tampilannya yang sederhana, kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) punya potensi luar biasa sebagai sumber pangan bergizi tinggi dan bahkan bisa jadi solusi cerdas dalam upaya pencegahan stunting.
Masalah stunting masih jadi tantangan besar di Indonesia. Meski angka kasusnya menurun dari tahun ke tahun, prevalensi stunting anak balita masih cukup tinggi di beberapa daerah.Â
Penyebab utamanya tentu tidak tunggal: mulai dari asupan gizi yang kurang, pola makan yang monoton, hingga akses terhadap makanan bergizi yang terbatas.Â
Di sinilah konsep diversifikasi pangan dan teknologi fortifikasi masuk sebagai langkah inovatif.
Diversifikasi Pangan: Nggak Cuma Nasi dan Terigu
Kita tahu, sebagian besar masyarakat Indonesia sangat bergantung pada beras dan terigu.Â
Padahal, sumber karbohidrat, protein, dan mikronutrien itu nggak cuma datang dari dua bahan itu saja.Â
Diversifikasi pangan berarti membuka ruang untuk bahan pangan lokal lain yang juga bergizi tinggi, seperti singkong, sorgum, jagung, dan tentu saja kecipir.
Kecipir termasuk tanaman legum yang punya kandungan protein setara dengan kedelai.Â
Biji kecipir mengandung sekitar 30--40% protein, sedangkan daun mudanya kaya vitamin A, zat besi, dan kalsium.Â
Nilai gizi yang tinggi ini menjadikannya bahan ideal untuk difortifikasi ke dalam produk pangan, terutama tepung, yang mudah diolah dan dikonsumsi.
Fortifikasi Tepung Daun dan Biji Kecipir
Fortifikasi adalah proses menambahkan zat gizi ke dalam makanan untuk meningkatkan kandungan nutrisinya.Â
Dengan memanfaatkan teknologi sederhana, daun dan biji kecipir bisa diolah menjadi tepung, lalu dicampurkan ke berbagai bahan makanan seperti roti, biskuit, bubur, atau bahkan mie instan.
Langkah pembuatannya tidak terlalu rumit:
1. Daun dan biji kecipir dikeringkan dengan cara oven atau penjemuran.
2. Setelah kering, bahan digiling hingga menjadi tepung halus.
3. Tepung ini bisa dicampur dengan bahan utama (seperti tepung terigu atau tepung tapioka) dalam proporsi tertentu.
Tepung daun kecipir berwarna hijau keabu-abuan, kaya serat dan zat besi, sementara tepung biji kecipir berwarna krem dengan rasa gurih khas kacang-kacangan.
Kombinasi keduanya bisa meningkatkan protein, zat besi, dan vitamin A dalam produk makanan, yang sangat penting untuk pertumbuhan anak-anak.
Mengapa Ini Penting untuk Pencegahan Stunting?
Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dalam jangka waktu lama, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (dari masa kehamilan hingga usia dua tahun).Â
Kekurangan zat gizi seperti protein, zat besi, zinc, dan vitamin A menjadi pemicu utama.
Dengan fortifikasi tepung daun dan biji kecipir, masyarakat bisa memperoleh tambahan gizi dari sumber lokal yang mudah didapat.Â
Produk fortifikasi ini dapat dijadikan bahan dasar makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil, misalnya:
- Bubur bayi fortifikasi kecipir,
- Snack sehat berbasis tepung kecipir,
- Makanan olahan rumah tangga seperti kue, roti, dan mie sehat.
Selain bernutrisi tinggi, penggunaan bahan lokal seperti kecipir juga membantu menekan ketergantungan pada impor bahan pangan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Kelebihan Teknologi Fortifikasi Tepung Kecipir
1. Ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kecipir termasuk tanaman yang mudah tumbuh di berbagai kondisi tanah dan iklim. Ia juga bersimbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen, yang membantu menyuburkan tanah tanpa perlu banyak pupuk kimia.
2. Bernilai ekonomi lokal.
Dengan meningkatnya permintaan tepung kecipir, petani lokal bisa mendapatkan nilai tambah dari tanaman yang sebelumnya dianggap tidak bernilai.
3. Praktis dan mudah diaplikasikan.
Teknologi fortifikasi ini tidak memerlukan mesin mahal. Proses pengeringan dan penggilingan bisa dilakukan di skala rumah tangga maupun industri kecil.
4. Mendukung gerakan pangan lokal.
Fortifikasi kecipir dapat menjadi bagian dari kampanye "Bangga Makan Produk Lokal" sekaligus solusi gizi berbasis kearifan lokal.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski potensinya besar, tantangan tetap ada. Rasa dan aroma khas kecipir yang sedikit langu kadang jadi kendala penerimaan konsumen.Â
Namun, dengan riset dan inovasi teknologi pangan, hal ini bisa diatasi lewat proses fermentasi atau penambahan bahan penetral rasa.
Pemerintah dan lembaga riset pun diharapkan ikut berperan aktif. Misalnya, dengan memberikan pelatihan pengolahan kecipir kepada masyarakat, mendukung UMKM pangan lokal, serta memperluas edukasi tentang pentingnya asupan gizi seimbang.
Bayangkan kalau setiap posyandu dan sekolah menyediakan makanan tambahan berbahan dasar tepung kecipir gizi anak-anak Indonesia pasti meningkat tanpa harus bergantung pada produk impor.
Kecil Tapi Berdampak Besar
Kecipir mungkin tampak remeh, tapi kandungan nutrisinya bisa jadi game changer dalam upaya melawan stunting.Â
Melalui teknologi diversifikasi pangan dan fortifikasi tepung daun serta biji kecipir, Indonesia bisa memiliki solusi yang murah, bergizi, dan berkelanjutan.
Dari halaman rumah hingga dapur keluarga, kecipir bisa jadi simbol ketahanan pangan lokal yang menyehatkan generasi masa depan.Â
Kadang, solusi besar memang berawal dari hal kecil sebut saja dari sebutir biji kecipir.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI