Misalnya, ketika guru dihadapkan pada dilema antara mengikuti aturan administratif atau memperhatikan kebutuhan psikologis anak.Â
Guru yang beretika akan mampu menyeimbangkan keduanya tanpa mengabaikan hak anak.Â
Mereka tidak hanya mengajar untuk memenuhi target kurikulum, tetapi juga mendidik dengan kasih sayang agar anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan berkarakter kuat.
Tentu saja, menciptakan sekolah yang aman dan ramah anak bukan tugas guru semata.Â
Tapi, peran guru tetap menjadi yang paling strategis. Guru berada di garis depan, berinteraksi langsung dengan siswa setiap hari.Â
Jika guru mampu menerapkan etika profesinya secara konsisten, suasana positif akan menular ke seluruh lingkungan sekolah.Â
Murid akan merasa nyaman belajar, orang tua merasa tenang menitipkan anaknya, dan pihak sekolah akan lebih mudah membangun budaya yang harmonis.
Sekolah yang aman dan ramah anak juga berarti sekolah yang bebas dari kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun emosional.Â
Guru berperan penting dalam memastikan hal itu. Misalnya, dengan tidak menggunakan kata-kata kasar atau sarkastik yang dapat melukai perasaan anak.Â
Sebaliknya, guru bisa menggunakan pendekatan komunikasi yang positif  seperti memberi apresiasi, motivasi, dan nasihat dengan cara yang membangun. Setiap kata yang diucapkan guru punya kekuatan besar untuk membentuk rasa percaya diri anak.
Lebih jauh, guru juga menjadi agen pencegahan.Â
Mereka bisa ikut menyusun program sekolah yang mendukung keselamatan dan kesejahteraan anak, seperti kegiatan konseling, kampanye anti-bullying, atau pelatihan kesadaran gender dan hak anak.Â
Melalui kegiatan semacam ini, anak-anak diajarkan untuk saling menghargai, berani berbicara jika merasa tidak aman, serta memahami bahwa setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan manusiawi.
Pada akhirnya, etika profesi dan peran guru bukan hanya soal tanggung jawab pekerjaan, tapi juga panggilan hati untuk menjaga generasi penerus bangsa.Â