Misalnya, jeans lama yang robek bisa dijahit jadi tas unik, kaos pudar bisa diubah jadi serbet atau kain pel, bahkan potongan kain bisa didaur ulang jadi bahan baku tekstil baru.
Dua langkah sederhana ini kalau dipraktikkan bareng-bareng bisa jadi gerakan besar.Â
Kita nggak cuma hemat uang, tapi juga mengurangi jumlah pakaian yang berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Bayangin Kalau Semua Orang Ikut Gerakan Ini
Fesyen berkelanjutan bukan sekadar tren, tapi kebutuhan. Coba bayangin, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, sampah tekstil di Indonesia mencapai 2,87% dari total komposisi sampah nasional.Â
Kalau ditotalin, itu sekitar 1,75 juta ton per tahun. Gede banget, kan?Â
Dan mirisnya, sebagian besar sampah tekstil itu butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun buat terurai.
Belum lagi soal penggunaan air di industri tekstil. Sektor ini menghabiskan 93 miliar meter kubik air per tahun.Â
Kalau mau dibayangin, jumlah itu setara 31 kali kapasitas Waduk Jatiluhur.Â
Gila nggak sih? Jadi kebayang betapa borosnya industri mode kalau nggak dikendalikan.
Thrifting dan Tukar Baju, Bukan Sekadar Hemat
Sekarang banyak anak muda mulai suka thrifting, alias beli baju bekas berkualitas yang masih layak pakai.Â