Mohon tunggu...
Jandris_Sky
Jandris_Sky Mohon Tunggu... Kompasianer Terpopuler 2024

"Menggapai Angan di Tengah Badai"

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

"Ampo" Camilan Tanah Liat Dari Tuban

5 September 2025   13:21 Diperbarui: 5 September 2025   13:21 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ampo, camilan tanah liat dari Tuban"

Kalau biasanya kita ngomongin camilan, pasti yang kebayang adalah makanan yang renyah, gurih, atau manis. 

Ada keripik, gorengan, kue kering, sampai jajanan pasar yang bikin nagih. 

Tapi, pernah kebayang nggak kalau ada camilan yang terbuat dari tanah liat? 

Bukan sekadar tanah liat biasa, melainkan tanah liat khusus yang diproses jadi makanan unik bernama Ampo. 

Jajanan ini berasal dari Tuban, Jawa Timur, dan sudah jadi bagian dari tradisi turun-temurun masyarakat setempat.

Asal Usul Ampo

Ampo bukan sekadar camilan iseng yang muncul belakangan. 

Konon, makanan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. 

Masyarakat Jawa, khususnya di Tuban, percaya kalau tanah punya energi dan kekuatan alam. 

Dari situlah muncul kebiasaan mengonsumsi tanah liat yang diolah, dengan harapan mendapat manfaat kesehatan sekaligus mendekatkan diri pada unsur bumi. 

Ada juga cerita bahwa awalnya Ampo populer karena ibu hamil yang mengidam sesuatu yang unik, lalu tanah liat diproses menjadi camilan. 

Dari kebiasaan itu, lahirlah Ampo yang akhirnya dikenal luas.

Bahan dan Proses Pembuatan

Tenang, jangan bayangkan tanah sembarangan yang diambil dari pinggir jalan. Tanah liat untuk Ampo dipilih secara khusus. 

Biasanya, para pembuat Ampo mencari tanah liat yang bersih, tidak tercampur pasir, kerikil, atau kotoran lain.

Setelah dipilih, tanah tersebut dibersihkan, lalu dicetak menjadi bentuk memanjang menyerupai lidi atau potongan kecil. 

Proses tradisionalnya menggunakan cetakan bambu sederhana, sehingga hasilnya tidak seragam tapi justru itulah yang jadi ciri khas.

Setelah dicetak, tanah liat dipanggang dengan cara dibakar tanpa minyak dan tanpa tambahan bumbu apapun. 

Proses pemanggangan ini membuat Ampo berwarna cokelat kehitaman, keras, tapi rapuh saat digigit. 

Rasanya? Jangan harap ada sensasi gurih atau manis, karena rasa Ampo hambar, sedikit sepet, tapi ada sensasi dingin dan khas di lidah. 

Meski terdengar aneh, ternyata banyak orang yang penasaran dan rela mencoba hanya demi pengalaman unik.

Filosofi di Balik Ampo

Bagi masyarakat Tuban, Ampo bukan sekadar jajanan eksotis. Ada filosofi yang melekat di baliknya. 

Tanah dianggap sebagai simbol kesuburan dan kekuatan. Dengan mengonsumsi tanah liat, mereka percaya sedang menyerap energi dari bumi, sekaligus menjaga kesehatan. 

Beberapa orang percaya Ampo bisa membantu melancarkan pencernaan, mengatasi sakit maag, bahkan memberi efek menenangkan. 

Walaupun klaim ini belum terbukti secara ilmiah, tradisi dan kepercayaan tersebut tetap dijaga sampai sekarang.

Ampo di Zaman Modern

Di era modern yang serba cepat, mungkin ada yang menganggap aneh camilan seperti Ampo. 

Namun justru karena keunikannya, Ampo mulai dikenal di luar Tuban sebagai kuliner tradisional yang eksotis. 

Banyak wisatawan yang datang ke Tuban penasaran ingin mencoba. 

Bagi mereka, mencoba Ampo bukan soal rasa, tapi lebih kepada pengalaman budaya yang berbeda. 

Ampo jadi semacam "oleh-oleh cerita" yang bisa dibawa pulang, meskipun tidak semua orang berani mencicipinya.

Meski begitu, para ahli kesehatan sering memberi catatan.

Tanah liat yang dikonsumsi terlalu banyak bisa membawa risiko, misalnya kandungan mineral yang tidak seimbang atau kemungkinan tercemar zat tertentu. 

Karena itu, Ampo lebih tepat dianggap sebagai makanan tradisi atau simbol budaya daripada makanan pokok sehari-hari. 

Bahkan ada yang bilang, sekarang Ampo lebih sering dijadikan atraksi budaya ketimbang benar-benar dimakan setiap hari.

Peran Perajin Lokal

Di Tuban, masih ada perajin yang menjaga tradisi membuat Ampo dengan cara-cara lama. 

Biasanya mereka menjual Ampo di pasar tradisional atau menawarkan langsung ke wisatawan yang berkunjung. 

Harganya relatif terjangkau, tapi nilai utamanya bukan pada harga, melainkan pada cerita dan filosofi di baliknya. 

Menyaksikan langsung proses pembuatan Ampo juga jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. 

Mulai dari memilih tanah liat, mencetak dengan alat sederhana, hingga proses pembakaran, semuanya terasa autentik dan penuh makna.

Antara Rasa dan Budaya

Kalau ditanya, apakah Ampo enak? Jawabannya relatif. Bagi lidah modern yang terbiasa dengan makanan penuh bumbu, mungkin rasanya terlalu hambar dan aneh. 

Tapi kalau melihat dari sisi budaya, Ampo jelas punya daya tarik luar biasa. 

Ia adalah simbol bagaimana manusia berinteraksi dengan alam, bagaimana tradisi bisa bertahan di tengah arus modernisasi, dan bagaimana sebuah daerah punya identitas unik yang membedakannya dari tempat lain.

Menjaga Warisan Unik

Di tengah gempuran makanan cepat saji dan tren kuliner kekinian, Ampo masih bertahan sebagai warisan budaya yang eksotis. 

Keunikan inilah yang membuat Ampo tidak tenggelam. Justru semakin langka, semakin banyak orang penasaran. 

Pemerintah daerah maupun komunitas budaya juga sering menjadikan Ampo sebagai bagian dari promosi wisata, terutama untuk menarik minat wisatawan yang suka hal-hal berbeda.

Ampo mungkin bukan camilan yang bisa bikin ketagihan seperti keripik atau kue manis, tapi jelas punya nilai sejarah dan budaya yang tinggi.

Dari sekadar tanah liat yang diproses dengan sederhana, Ampo mampu bercerita banyak tentang masyarakat Tuban: tentang filosofi hidup yang menyatu dengan alam, tentang tradisi yang diwariskan turun-temurun, dan tentang cara mereka menjaga identitas di tengah perubahan zaman.

Jadi, kalau suatu hari kamu main ke Tuban dan ditawari Ampo, jangan buru-buru menolak. 

Cobalah sepotong, rasakan teksturnya, lalu nikmati ceritanya. 

Karena kadang, yang membuat sebuah makanan istimewa bukan rasanya, melainkan kisah yang menyertainya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun