Mohon tunggu...
James Bono
James Bono Mohon Tunggu... -

“Never be afraid to raise your voice for honesty and truth and compassion against injustice and lying and greed. If people all over the world...would do this, it would change the earth.” ― William Faulkner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Sepelekan Isu Papua Merdeka di Luar Negeri

4 September 2014   17:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:38 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14098024821475909386

[caption id="attachment_341013" align="aligncenter" width="572" caption="Internasionalisasi Isu Papua Merdeka. Sumber: Flickr KanisWK - https://www.flickr.com/photos/73051170@N08/7592079514/"][/caption]

Kampanye gerakan Papua Merdeka seakan tidak pernah mati, berbagai kelompok, nama dan macam cara terus dilakukan oleh aktivis pejuang kemerdekaan bangsa Papua Barat untuk “menginternasionalisasi masalah Papua”.

Setelah sebelumnya West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL)mencari dukungan untuk masuk dalam keanggotaan Melanesian Sparehead Groups (MSG) beberapa waktu lalu, Selasa (24/6/2014) kemarin seperti dilansir ABC Australia yang di kutip beberapa media nasional di Jakarta, sekelompok aktivis Papua Merdeka yang bermukim di Australia dan menamakan dirinya Republik Federal Papua Barat (RFPB) kembali mencari dukungan Papua merdeka dengan membuka kantor daerah Dockland, Melbourne.

Ronny Kareni yang merupakan aktivis RFPB menjelaskan kantor yang baru dibuka itu bertujuan mempromosikan dialog mengenai masa depan politik bangsa dan wilayah Papua Barat. Kantor ini akan melakukan lobi bagi kemerdekaan Papua, tujuan kantor ini pada dasarnya untuk mencari dukungan PBB, juga Australia yang saat ini menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, juga untuk bernegosiasi dengan pemerintah Australia dan Indonesia untuk memasuki tahapan mediasi pihak ketiga mengenai masa depan Papua Barat”, kata Kareni seperti dilansir oleh ABC yang dikutip beberapa media nasional semalam.

Menurutnya momentum bagi penentuan nasib sendiri Papua Barat kini sedang meningkat, ia berharap dengan kehadiran fisik kantor RFPB bias menunjukkan bahwa gerakan Papua merdeka masih tetap hidup dan jika orang ingin bicara sudah ada kantor yang bisa dihubungi.

Pada Oktober tahun lalu, tiga mahasiswa Papua Barat meloncat pagar konsulat Australia di Denpasar, Bali, guna mengangkat kembali isu Papua. Ketiga mahasiswa itu, Rofinus Yanggam, Yuvensius Goo dan Markus Jerewon mendesak PM Tony Abbott untuk menekan pemerintah Indonesian membebaskan 55 orang yang mereka sebut sebagai tahanan politik. Mereka juga meminta akses kebebasan pers yang lebih luas bagi wartawan internasional untuk melaporkan dari Papua.

Sikap PM Tony Abbott, sebagaimana dikemukakan beberapa bulan lalu, menunjukkan bahwa Australia tidak ingin mencampuri urusan kedaulatan Indonesia. Selain itu, ia juga mengemukakan pemerintahannya tidak ingin mendukung kelompok-kelompok yang ingin menjadikan Australia sebagai panggung untuk mengusung isu kemerdekaan Papua Barat.

Bulan Maret lalu, PM Vanuatu Moana Carcasses Kalosil di depan sidang Komisi HAM PBB di Genewa menyatakan dukungannya bagi kemerdekaan Papua Barat. Sikap Vanuatu itu bertentangan dengan Fiji, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Dalam pernyataan bersama Menlu ketiga negara itu di Jakarta, mereka mengatakan Indonesia memiliki kedaulatan atas Papua Barat.

Perjuangan dan kampanye Papua merdeka di luar negeri bukan kali ini saja, aktivitas Papua merdeka di luar negeri mulai gencar dari negeri Belanda yang dimotori oleh (Alm) Markus Kaisiepo, Nicolas Jouwe, Frans Alberth Yoku, dan Nicolas Meset.

Belakangan pentolan OPM di negeri kincir angin itu “membelot” dan menyadari bahwa perjuangan untuk “memerdekakan Papua” adalah sebuah keniscayaan sehingga Frans Alberth Yoku dan Nicolas Meset getol mengkampanyekan untuk tetap dalam NKRI, bahkan Frans Alberth Yoku dalam Pemilihan legislatif kemarin ikut maju sebagai salah satu Caleg.

Gerakan OPM di luar negeri juga muncul di Stockholm Swedia pada 1972, namun kantor ini kabarnya ditutup tahun 1979.

Sekitar tahun 1976 Ben Tanggahma dan beberapa aktivis Papua merdeka lainnya membuka kantor perwakilan OPM di Dakar, Senegal dan kabarnya mendapat dukungan dari beberapa negara Afrika, bahkan kabarnya Presiden Senegal ketika itu ikut mendukung perjuangan Ben Tanggahma, dkk.

Di kawasan pasifik dukungan untuk gerakan Papua merdeka sudah di dengungkan Vanuatu dengan pembukaan kantor perwakilan sejak tahun 1983.

Kampanye Papua merdeka lainnya adalah yang digagas oleh Beny Wenda, 29 April 2013 ia membuka kantor Free West Papua Campaign (FWPC) di kota Oxford, Inggris, yang ketika itu peresmian kantornya di hadiri oleh Walikota Oxford sehingga di asumsikan sebagai bentuk dukungan pemerintah Inggris terhadap gerakan Beny Wenda, Cs.

Padahal sikap Dewan Kota Oxford sama sekali tidak mewakili pandangan politik luar negeri Inggris. Persis dukungan seorang anggota parlemen di sana terhadap Papua merdeka yang tak bisa dipersepsikan sebagai dukungan parlemen Inggris secara resmi.

Bahkan di era itu, berbagai macam lembaga aktivis dan pegiat HAM internasional juga memberikan dukungan hingga terbentuk sebuah organisasi gabungan beberapa praktisi hukum yang siap mendukung upaya kemerdekaan Papua yang tergabung dalam Internasional Lawyer.

Negara Republik Federasi Papua Barat (NRFPB) sendiri mulai terdengar di Papua sejak di deklarasikan oleh Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut di Lapangan Sakeus Padang Bulan 19 Oktober 2011 saat event Kongres Rakyat Papua (KRP) III.

Dimana ketika itu Forkorus Yaboisembut di daulat sebagai Presiden NRFPB, Edison Waromi sebagai Perdana Menteri, Selpius Bobi dan beberapa aktivis pendiri NRFPB lainnya ditangkap oleh polisi dan hingga kini masih menjalani masa tahanan sebagai tahanan politik di LP Abepura.

Bahkan ketika itu santer di kampanyekan bahwa Forkorus Yaboisembut Cs telah mendaftarkan NRFPB sebagai bangsa dan negara baru dalam keanggotaan PBB dengan Nomor Register : Rr. 827567846 BT, rupanya isu yang rame dan memberikan angin segar bagi banyak orang Papua di awal 2012 itu hingga kini tidak ada kejelasannya.

Saking gencarnya kampanye Papua merdeka ketika itu, hingga terbentuk International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP) yang di dirikan oleh para pemerhati HAM, politisi dan pengacara serta aktivis bidang hukum dan politik.

Dukungan terhadap perjuangan Papua merdeka bukan hanya di klaim dari beberapa negara, konon kabarnya beberapa LSM asing juga ikut bermain dan mendukung perjuangan Papua merdeka, sebagaimana dilansir oleh sebuah akun media sosial Konspirasi Global @ konspirasiglobal di Twitter awal Juli 2012 yang di lansir oleh www.itoday.co.id menyebut puluhan LSM asing di beberapa negara ikut mendukung kemerdekaan Papua baik secara langsung ataupun diam – diam.

Misalnya di Inggris ada West Papua Ascociation, Tapol the Indonesian Human Right Campaign, Forest People Programme, National Union of Student, The Foundationfor Endagered Languages, Down to Earth, World Development Movement, Colombia Solidarity Campaign, Oxford Papua Right for Campaign, dan Cambridge Campaighn for Peace.

Di Australia kabarnya juga ada beberapa LSM diantaranya Australia West Papua Asscociation, Internasional Volunteer for Peace, Medical Asscociation for Prevention of War, Pax Christi, dan Religius Society for Friends (Quakers).

Sedangkan di Belanda ada West Papuan Women Asscociation in the Netherlands, Chlindrern of Papua, Foundation Pro Papua, West Papua Courier, Movement Peace- Human Right- Communication and Development, PaVo-Papuan PeopleFundation, The Netherlands Centre for Indigenous People.

Di Selandia Baru ada Indonesia Human Right Committee, Peace Movement Aotearoa, Womens International League for Peace and Freedom, Section- Aoteorea, Peace Foundation- Aoteorea, Christian World Service, Disarmamment & Security Centre, Global Peace and Justice Auckland, Pax Christi Aotearea, The New Zealand Council of Economic and Culturights, Women for Peace, The Alliance Party.

DI Irlandia ada West Papua Action-iriandia, Just Forrest-iriandia, TibetSupport Group-lrlandia, Afri-iriandia, Committee of 100-Finlandia, East Timor Ireland Solidarity Campaign-iriandia, Cuba Support Group-lrlandia, Latin America Solidarity Centre-iriandia, Trocaire, the Catholic Agency for World Development- Irlandia, Forest Friend Ireland/Cairde na Coille-Dublin, Alternatives to Violence-Belfast.

Dan di Amerika Serikat dan Kanada ada East Timor Action Network (ET AN), International Physicians for the Prevetion of Nuclear War, Indonesia Human Rights Network-USA, Papuan American Student Association-Washington DC- New York-California- Texas dan Hawai, West Papua Action Network (WESPAN)-Kanada, Canadian Ecumenical Justice Intiviatives-Kanada, Canadian Action for Indonesia & East Timor-Kanada, Canadians Concerned About Ethnic Violence in Indonesia- Kanada.

Belgia, Nepal, dan Swedia KWIA-Flanders (Belgia), Coalition of the Flemish North South Movement-Brussels Belgium, Nepal Indigenous Peoples Development and Information Service Centre (NIPDISC)-Nepal, Anti-Racism Information Service-Switzerland, Swedish Association for Free Papua-Sweden.

Di Perancis, Jerman, Norwegia dan Denmark ada Survivallnternational-Perancis, German Paciffic-Network-Jerman, Regnskogsfondet-Oslo, Norwegia, International Work Group for Ondigenous Affairs-Denmark.

Sedangkan di Fiji, Uganda, dan Timor Leste ada Paciffic Concerns Resource Centre (PCRC)-Fiji Island, Foundation for Human Right Intiative (FHRI) Uganda, International Platform of Jurists for East Timor- Timur. Namun kebenaran dukungan berbagai LSM asing terhadap aktivitas papua merdeka hingga kini belum terkonfirmasi kebenarannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun