Mohon tunggu...
Jainal Abidin
Jainal Abidin Mohon Tunggu... Wiraswasta - jay9pu@yahoo.com

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Menangkis Radikalisme (Ringkasan Buku)

17 Desember 2019   05:39 Diperbarui: 17 Desember 2019   05:42 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu karakter kelompok radikal dalam ranah politik adalah berupaya mengganti ideologi negara dengan Negara Islam/khilafah. Jelas kelompok ini belum paham dengan sejarah politik islam masa lalu. Untuk itu melalui bukunya, Gus Nadir (sapaan Nadirsyah Hosen/Penulis) mengajak pembaca untuk mengaji sejarah perpolitikan islam atau fiqh siyasah. Dan juga sejarah politik islam di masa awal Khulafa ar-Rasyidin (tarikh al-khulafa).

Ngaji sejarah politik ini terbagi dalam 4 bagian bab. Ngaji bagian pertama diawali dengan sebuah puisi (kalau boleh disebutkan begitu). Judul puisinya Imaji Negeri Islam. Dalam puisi tersebut digambarkan betapa aduhainya negeri islam itu. Dilanjut penjelasan sesungguhnya bahwa misi Nabi Muhammad bukanlah mengislamkan seluruh dunia. Disebutkan dalam sebuah hadist bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak. Kemudian juga diutarakan alasan perang rasul hanya semata jihad defensif, mempertahankan aqidah yang di usik. Ada juga dikisahkan, seorang Non-Muslim yang berjasa kepada Nabi. Makna Ulil Amri juga dijabarkan dalam sebuah penjelasan Fiqih siyasah yang sangat dinamis serta syarat menjadi pemimpin menurut tiga ulama klasik (Al-Mawardi, Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun). Dari ketiga-tiganya sama sekali tidak mencantumkan agama sebagai persyaratan.

Tiga Khilaf dalam Khilafah menjadi bahasan pertama Ngaji pada bagian kedua. Khilaf pertama yang dimaksud adalah pemahaman khilafah. Diceritakan setelah Nabi wafat, beliau tidak menunjuk penggantinya. Sahabatlah yang bermusyawarah dan menetapkan Abu Bakar sebagai pengganti Nabi. Di masa Abu Bakar, ia menunjuk Umar sebagai penggantinya dan di masa Umar inilah dibentuk Dewan Khusus untuk memilih Usman. Tapi di masa Usman Dewan itu tidak dilanjutkan. Sehingga sahabat dan penduduk Madinah yang membaiat Ali menjadi Khalifah. Khilaf kedua adalah pemutlakan satu bentuk konsep khilafah. Padahal dalam kurun waktu empat khalifah itu saja sudah tidak sama cara pemilihannya. Khilaf yang ketiga adalah khilafah dianggap satu-satunya solusi atas semua permasalahan ummat. Kenyataannya, khilafah dengan berbagai macam bentuk dan sistem juga tidak terlepas dari berbagai permasalahan.

Kalau Rocky Gerung pernah menyebut Kitab Suci fiksi, di sini Khilafah itu fiktif dengan menampilkan  hadistnya, "Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah" (terdapat bahasan status sanad dan matan). Sekedar tahu, sanad adalah periwayat hadist sedang matan (bukan mantan) adalah redaksi isi hadist. Dari sisi periwayat, dinukil dari kitab Faidul Qadir bahwa Habib bin Salim dari Huzaifah itu mursal. Artinya, dari referensi ketersambungan tidak ada nama sahabat sehingga terimplikasi ada mark up-an. Proses terpilihnya Abu Bakar As-shidiq sebagai khalifah pertama, apakah 100% sahabat membaiatnya. Ternyata tidak. Sebagai bentuk ideal khilafah pertamapun ada beberapa sahabat yang tidak setuju. Artinya proses ini hampir mirip dengan proses demokrasi, ada beberapa kelompok yang tidak memilihnya.

Politisasi ayat dan hadist dalam sejarah islam juga pernah terjadi. Politisasi itu terjadi diatas mimbar jum'at yang menjadi ajang cacian dan penebar kebencian terhadap pemimpin-pemimpin sebelumnya. Mungkin kalau dibayangkan keadaannya seperti Indonesia sekarang, siapapun pemimpinnya saat ini maka suka tidak suka pasti akan dicaci maki. Dimanapun tempatnya, di masjid sekalipun. Sedangkan kriminalisasi ulama di masa khilafah juga pernah ada. Diantaranya, Imam Thabari dan Imam Suyuthi dalam kitab Tarikh-nya mengkisahkan bahwa khalifah al-Manshur memerintahkan mencambuk Imam Abu Hanifah ketika menolak untuk diangkat menjadi hakim dan memenjarakannya hingga wafat di dalam penjara. Menurut Imam Suyuthi, Imam Malik mengeluarkan fatwa bahwa boleh memberontak terhadap al-Manshur karena kekejaman yang dilakukannya. Gubernur Madinah kemudian menangkap dan mencambuk akibat fatwa tersebut. Ternyata politisasi ayat dan kriminalisasi ulama bukan suatu hal baru dalam sejarah islam. Akan tetapi, hal ini berbeda penanganan dengan sistem demokrasi, dimana setiap yang diduga melakukan tindak pidana akan menghadapi proses hukum dengan didampingi pengacara dan berlaku asas praduga tak bersalah. Berbeda sebagaimana dengan proses khilafah diatas yang langsung proses eksekusi.

Ngaji di bagian ketiga perbadingan nasehat dari barat dan timur tengah, Machiavelli dan Iman Ghazali. Dilanjutkan pemindahan ibu kota negara oleh khalifah Ali beserta watak baik buruknya para tokoh politik juga dibahas. Sehingga kita bisa belajar moral politik dari khalifah Hasan bin Ali serta ditutup dengan bahasan mengenai pemaknaan kekalahan politik keluarga Nabi.

Ngaji bagian akhir yang juga merupakan bagian keempat, ditutup dengan menyajikan cerita khalifah pada dinasti Ummayyah (dari Tragedi ke Tragedi). Pertama dibuka dengan pernyataan bahwa demokrasi sesungguhnya mengembalikan politik islam ke jalur yang benar. Pada dasarnya sistem khilafah telah berakhir 30 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Hal ini ditandai dengan pengganti penguasa berasal dari keluarga sendiri. Berbeda ketika khalifah Abu Bakar menunjuk Umar penggantinya bukan dari pihak keluarganya. Sedangkan Muawiyah menunjuk Yazid sebagai pengganti yang merupakan keluarganya sendiri. Suksesi kekuasaan melalui jalur nasab merupakan karakter suksesi kerajaan sebagaimana yang ada di tanah Jawa tempo dulu. 

Dalam buku ini disampaikan bahwa sesempurna sistem khilafah masih ada sisi sejarah kelabu. Sistem berganti seiring dengan perkembangan zamannya. Kalau ada keinginan dan paham yang ingin merubah ideologi di negeri tercinta, maka sudah bisa dipastikan ada indikasi terpapar oleh radikalisme. Untuk itu buku berikut layak menjadi referensi bacaan wajib. Dengan membacanya kita bisa menangkis radikalisme, paham yang mulai menggerogoti pancasila. Kemudian menularkan ke orang yang paling dekat dengan kita yakni keluarga sebagai bagian tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat meminjam istilah Ki Hajar Dewantara).

 

Judul Buku : Islam Yes, Khilafah No! (Doktrin dan Sejarah Politik Islam dari Khulafa ar-Rasyidin hingga Umayyah)

Penulis : Nadirsyah Hosen

Tebal Buku : xiii + 180 halaman

Tahun terbit : Cetakan pertama, Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun