Hari Ayam dan Telur Nasional 2025: Saatnya Menata Arah, Menghadirkan Keadilan Pangan
Setiap tahun, Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) dirayakan di seluruh Indonesia sebagai wujud syukur atas melimpahnya sumber protein hewani yang paling terjangkau bagi rakyat. Namun di balik gegap gempita kampanye "Ayo Makan Ayam dan Telur", terselip pertanyaan besar yang harus kita jawab bersama:
Mengapa produksi ayam dan telur kita sudah surplus, tapi tingkat konsumsi masyarakat masih rendah?
Mengapa peternak rakyat tidak tumbuh, padahal mereka menjadi tulang punggung ketahanan pangan selama ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak sekadar kritik, tetapi cermin dari sistem yang belum seimbang.
Industri besar berkembang pesat, teknologi maju, tapi rakyat di kandang-kandang kecil masih berjuang melawan harga pakan, fluktuasi pasar, dan rendahnya daya beli.
Peternak Rakyat: Pilar yang Bertahan di Tengah Tekanan
Telur adalah simbol ketahanan pangan rakyat. Di balik sebutir telur yang kita makan, ada kerja keras peternak kecil --- bangun subuh, beri pakan, rawat ayam, dan berharap harga jual tidak jatuh.
Namun realitanya, harga telur di tingkat peternak sering tak menutup biaya produksi.
Peternak rakyat berhadapan dengan tiga persoalan klasik:
- Harga pakan yang terus naik, sementara harga jual telur tidak mengikuti.
- Distribusi yang dikuasai tengkulak, membuat margin keuntungan terkikis.
- Ketiadaan jaminan harga, membuat usaha peternakan seperti "bermain di lotre pasar."