Keringat bercucuran, otot rahim menekan kuat, dan posisi anak sulit diubah.
Setiap kali saya mencoba memutar, kontraksi datang --- menambah tekanan, membuat saya harus menahan sakit dan sabar dalam setiap gerak.
Dan di tengah perjuangan itu, hati kecil saya berbisik:
"Inilah hidup. Tidak ada jalan pintas. Tidak ada keberhasilan tanpa kesabaran."
Setelah hampir tiga puluh menit berjuang, akhirnya saya berhasil mengarahkan dua kaki belakang anak sapi ke arah luar.
Kami mengikatnya dengan tali kuat, lalu menarik perlahan mengikuti irama kontraksi induk. Tarikan pertama gagal. Tarikan kedua membuat napas kami tercekat. Dan pada tarikan ketiga, suara lirih tangisan anak sapi terdengar.
Senyum yang Tak Ternilai
Suara itu pelan, tapi hidup. Saya segera membersihkan saluran napasnya, sementara induknya mulai menjilat lembut tubuh anaknya --- naluri kasih yang tak terucap.
Peternak menatap dengan mata basah.
"Alhamdulillah, Dok... akhirnya lahir juga."
Saya hanya tersenyum.