Mohon tunggu...
Dr. Jafrizal
Dr. Jafrizal Mohon Tunggu... Dr. drh. Jafrizal, MM, Pejabat Otoritas Veteriner Provinsi Sumatera Selatan, Ketua PDHI Sumsel 2016-2024, Praktisi dan Owner Jafvet Clinic, Abdi Negara di Pemprov Sumsel

Hobinya berfikir, menulis, berkata dan melakukan apa yang telah dikatakan...

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pempek: Menuju Kuliner Ikonik Berbahan Baku Peternakan Lokal

5 Oktober 2025   06:43 Diperbarui: 5 Oktober 2025   07:02 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pempek: Menuju  Kuliner Ikonik  Berbahan Baku  Peternakan Lokal

Oleh: Jafrizal/Dokter Hewan

Mampukah Palembang Mewujudkan Kemandirian Bahan Baku Pempek?

Pempek adalah kuliner kebanggaan Palembang.

Ia bukan sekadar makanan, tetapi identitas, simbol sejarah, dan warisan budaya masyarakat Sumatera Selatan. Rasa gurih kenyal berpadu pedas-manisnya cuko telah menjadikan pempek ikon kuliner nasional --- bahkan internasional.

Namun di balik kebanggaan itu, terselip sebuah ironi: banyak bahan baku utama pempek justru berasal dari luar daerah.

Sebuah kenyataan yang perlu disadari jika Palembang ingin membangun kemandirian ekonomi dari sektor kulinernya sendiri.

Ikan: Tak Lagi dari Sungai Musi

Dulu, ikan belida adalah kebanggaan Sungai Musi --- bahan utama pempek yang membuat cita rasanya khas dan halus. Kini, ikan belida semakin langka dan termasuk satwa dilindungi. Para pembuat pempek pun beralih ke ikan tenggiri, kakap, tongkol, atau gabus.

Masalahnya, sebagian besar ikan tersebut tidak lagi berasal dari Sumatera Selatan.

Menurut data dari IndoFishMart (2024) dan KKP RI, ikan tenggiri banyak ditangkap di wilayah Laut Natuna Utara dan perairan pesisir Bangka Belitung, Riau, serta Lampung. Palembang, yang tidak memiliki laut lepas, bergantung pada pasokan dari daerah-daerah ini.

Pasokan ikan laut segar pun tidak selalu stabil. Saat musim gelombang tinggi, harga ikan tenggiri bisa naik 30--40%. Biaya produksi pempek otomatis ikut naik --- dan ujungnya, harga jual di pasaran melonjak.

Akibatnya, makanan rakyat ini kini justru terasa "mewah" di tanah kelahirannya sendiri.

Ironisnya, pempek yang menjadi identitas Palembang kini bergantung pada laut luar provinsi untuk bertahan.

Tepung Sagu: Datang dari Riau dan Kalimantan

Pempek tidak bisa lepas dari tepung sagu, bahan penting yang memberi tekstur kenyal khasnya.

Namun, Palembang dan sebagian besar wilayah Sumatera Selatan bukan daerah penghasil sagu utama.

Menurut data Badan Pangan Nasional (2023) dan Statistik Perkebunan Indonesia 2020, produksi sagu terbesar nasional justru berasal dari Riau, Jambi, Papua, dan Maluku.

Riau menempati posisi penting sebagai pemasok tepung sagu siap olah ke berbagai provinsi di Sumatera, termasuk Sumatera Selatan.

Sementara itu, tepung sagu bermerek "Sagu Tani" yang banyak digunakan oleh industri pempek Palembang sebagian besar berasal dari Riau dan Jambi.

Ketergantungan ini menyebabkan biaya produksi meningkat karena bahan harus dikirim lintas provinsi.

Dengan kata lain, dari adonan hingga rasa, sebagian pempek Palembang sesungguhnya adalah hasil "kolaborasi antarprovinsi".

Bumbu dan Pelengkap: Masih Didatangkan dari Luar

Tidak berhenti di ikan dan tepung, hampir seluruh bahan pelengkap pempek juga bergantung pada luar daerah:

  • Bawang putih sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahkan sebagian impor dari Tiongkok.
  • Gula merah dan asam jawa, bahan penting untuk cuko, didatangkan dari Jawa Barat atau Jawa Tengah.
  • Cabai rawit dan ebi (udang kering) sebagian besar juga masuk dari daerah pesisir lain di Sumatera dan Jawa.

Kondisi ini menunjukkan bahwa hampir seluruh komponen pempek --- dari bahan utama hingga bumbu kecil --- terhubung dengan rantai distribusi nasional yang panjang.

Dampaknya, nilai tambah ekonomi yang seharusnya bisa berputar di Sumatera Selatan justru "bocor" keluar daerah.

Harapan Baru: Produk Peternakan Lokal

Namun di tengah ketergantungan itu, mulai tumbuh semangat kemandirian bahan lokal.

Sumatera Selatan memiliki sektor peternakan rakyat yang berkembang pesat: ayam ras pedaging, ayam petelur, dan produk turunannya melimpah.

Beberapa pelaku UMKM kedepan dapat mulai berinovasi:

  • Mengganti sebagian bahan ikan dengan tepung daging ayam dan tepung telur lokal.
  • Mengembangkan pempek ayam yang gurih, bergizi, dan lebih murah.
  • Memanfaatkan susu segar dan kaldu tulang (bone broth) sebagai pengganti bahan penguat rasa alami.

Langkah-langkah ini tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga memperkuat rantai pasok lokal --- dari peternak, penggiling tepung, hingga industri hilir pangan kecil.

Dengan bahan lokal, pempek bisa kembali menjadi kuliner rakyat yang mudah dijangkau tanpa kehilangan cita rasa aslinya.

Jalan Menuju Kemandirian

Mewujudkan kemandirian bahan baku tentu tidak instan. Diperlukan sinergi lintas sektor:

  • Pemerintah daerah dapat memberikan insentif bagi industri kuliner yang menggunakan bahan lokal.
  • Dinas Perikanan dapat mengembangkan program substitusi bahan lokal, seperti produksi tepung ikan air tawar.
  • Dinas Peternakan dapat memberikan alternatif bajan baku dari olahan produksi ternak lokal
  • Perguruan tinggi dan lembaga riset pangan dapat membantu pengembangan formula baru berbasis protein ayam atau ikan lokal tanpa mengubah rasa khas pempek.

Dengan strategi itu, pempek bisa benar-benar menjadi produk daerah yang mandiri --- dari bahan hingga branding-nya.

Dari Kuliner Lokal ke Kebanggaan Nasional

Kemandirian bahan baku bukan berarti menutup diri dari luar, melainkan menegakkan jati diri daerah.

Bayangkan jika 80% bahan pempek berasal dari Sumatera Selatan:

  • Ikan dari budidaya air tawar lokal,
  • Tepung dari pabrik sagu mini di Musi Banyuasin atau pabrik Tapioka Ogan Ilir,
  • Telur dan ayam dari peternakan rakyat,
  • Gula aren dan cabai dari petani lokal.

Pempek tidak hanya menjadi makanan lezat, tapi juga simbol ekonomi sirkular daerah.

Setiap gigitan bukan hanya rasa nostalgia Sungai Musi, tetapi juga rasa bangga akan kemandirian masyarakatnya.

Penutup: Saatnya Pempek Kembali ke Rumahnya

Pempek lahir dari kearifan lokal --- dari air Sungai Musi, dari tangan kreatif masyarakat Palembang.

Kini, setelah ratusan tahun, sudah saatnya pempek "kembali ke rumahnya": menggunakan bahan yang dihasilkan oleh tanah Palembang sendiri.

Karena kelezatan sejati pempek bukan hanya pada kenyalnya adonan atau pedasnya cuko,

tetapi pada cerita di balik setiap bahan: ikan dari perairan sendiri, tepung dari tanah sendiri, dan kerja keras masyarakat sendiri.

Pempek lokal, rasa global.

Kemandirian bahan baku bukan sekadar cita-cita --- tapi jalan menuju masa depan kuliner Palembang yang berdaulat dan membanggakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun