Mohon tunggu...
Filoshofia
Filoshofia Mohon Tunggu... Universitas Kehidupan

Suka Jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepotong Emas Pegadaian, Segenggam Harapan

26 Juni 2025   22:37 Diperbarui: 26 Juni 2025   22:37 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Tabungan Pegadaian (Sumber: dokpri)

Hari itu, cahaya matahari menyinari kota dengan lembut saat saya melangkah keluar dari gedung pertemuan. Saya baru saja menyelesaikan kewajiban mengikuti agenda Kelompok Kerja Guru mata pelajaran, sebuah forum rutin tempat para guru bertukar pengalaman dan memperkaya wawasan mengajar. Saya jadi berkeinginan untuk jalan kaki sejenak menyusuri trotoar dikarenakan agenda selesai lebih cepat dari perkiraan,.

Saya jarang ada waktu seperti ini. Rutinitas saya sehari-hari tak jauh dari ruang kelas, tumpukan bahan ajar, pekerjaan domestik dan waktu belajar bersama anak. Maka saat saya bisa berjalan sendiri di tengah kota, walau sejenak, rasanya seperti napas segar di sela kesibukan.

Saat itulah, di antara deretan toko dan bangunan kantor, saya melihat logo hijau yang familiar Pegadaian. Kantornya tampak bersih dan terbuka. Di papan reklame ada tulisan yang cukup besar "Tabungan Emas Mulai dari Rp10.000". Saya mengernyitkan dahi. Masa sih?

Rasa penasaran mengalahkan ragu. Saya melangkah masuk. Saat masuk, saya disambut ruang sejuk dengan AC dan petugas yang sangat ramah menawrkan brosur. Saya mengambil satu dan mulai membaca: ternyata Tabungan Emas Pegadaian memungkinkan kita membeli emas dalam jumlah kecil, bahkan hanya nol koma sekian gram, sesuai harga harian. Tidak perlu langsung beli satu gram penuh. Dan yang paling menarik, bisa dilakukan secara digital lewat aplikasi.

Petugas menjelaskan semuanya dengan bahasa yang mudah saya pahami. Tidak ada paksaan. Tidak ada biaya tinggi. Saya hanya butuh KTP dan saldo awal sebesar Rp20.000 saja.

Saya pulang dengan brosur itu dalam tas. Di dalam angkot, saya membacanya ulang. Ada semacam rasa semangat muncul. Saya mulai bertanya-tanya, apakah ini cara lain yang lebih ringan untuk menabung? Toh, saya dan suami bukan berasal dari keluarga dengan penghasilan besar. Saya guru honorer, ia buruh harian lepas. Keinginan kami untuk menabung selalu terkalahkan oleh kebutuhan sehari-hari lebih mendesak.

Malamnya, saya menunjukkan brosur itu pada suami. Kami membaca sama-sama. Sempat hening beberapa detik, lalu dia tersenyum dan mengangguk. Katanya, tidak ada salahnya mencoba, apalagi kalau bisa dimulai dari nominal kecil. Kami tidak membuat target besar. Cukup mulai.

Beberapa hari kemudian, saya kembali ke kantor Pegadaian. Dengan dua puluh ribu rupiah sebagai langkah awal, saya resmi memiliki Tabungan Emas Pegadaian. Rasanya seperti membuka babak baru. Sedikit demi sedikit, saya mulai mengisi saldo. Dari titik kecil itu, saya mulai menambah saldo secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan keuangan, kadang sepuluh ribu, kadang lebih jika ada sisa. Tidak rutin, tapi niatnya kuat.

Bertambah sedikit demi sedikit. Beberapa bulan berjalan, dan hasilnya mulai tampak. Tabungan kecil yang awalnya saya anggap biasa saja, justru hadir di saat paling dibutuhkan.

Beberapa waktu kemudian, anak saya, Arka, demam tinggi. Awalnya saya kira demam dan flu biasa. Tapi dua hari kemudian, kondisinya memburuk. Dia mulai sesak napas dan sangat rewel. Kami membawanya ke klinik kesehatan, selain dekat juga dikarenakan belum memiliki BPJS.

Dokter mengatakan Arka harus dirawat inap. Minimal empat hari. Saya menatap wajah suami. Kami tahu, biaya menginap opname lumayan mahal dan pengeluaran beli obat, makan pendamping, vitamin, transport serta kebutuhan darurat lain.

Dalam kebingungan itu, saya teringat pada tabungan emas. Malamnya, di rumah sakit, saya membuka aplikasi Pegadaian Digital. Saldo saya cukup untuk dicairkan. Tanpa ribet, dana masuk ke rekening dalam waktu singkat. Dari uang hasil menabung tersebut kami bisa menggunakanya untuk biaya kebutuhan Arka selama dirawat. Tidak berlebihan, tapi sangat cukup untuk meringankan beban.

Di tengah situasi mendesak itu, saya merasa bersyukur. Tak pernah saya bayangkan, tabungan kecil yang saya mulai dengan keraguan justru hadir sebagai penolong di saat genting.  

Setelah Arka pulih dan segalanya kembali tenang, saya tambah sadar bahwa nilai emas bukan terletak pada jumlahnya, tapi pada rasa tenang yang diberikannya. Bahkan dengan penghasilan pas-pasan, kita tetap bisa mempersiapkan diri untuk masa depan, sedikit demi sedikit.

Bersama TJSL Pegadaian, saya telah merasakan langsung manfaatnya. Tabungan emas menjadi jangkar kecil yang menjaga kami tetap kokoh meski diterpa gelombang kehidupan. Manfaat akan lebih meluas apabila informasi dan pengalaman tentang hal ini diketahui dan dicoba oleh lebih banyak orang, itulah kesimpulan yang saya yakini.

Dan begitulah, saya ikut MengEMASkan Indonesia, dimulai dari langkah kecil di kantor Pegadaian, dan dari hati seorang ibu yang hanya ingin keluarganya selalu punya pegangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun