Mohon tunggu...
Izza Hanifa_22104080046
Izza Hanifa_22104080046 Mohon Tunggu... UIN Sunan Kalijaga

Saya adalah masasiswa UIN Sunan Kalijaga yang suka mengikuti kegiatan sosial dan keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tren Lari Viral, Bawa Dampak Positif

23 Juni 2025   16:00 Diperbarui: 23 Juni 2025   12:13 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto olahraga lari (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Beberapa tahun terakhir, tren lari kian menjamur di kalangan anak muda, terutama sejak media sosial menjadi etalase utama gaya hidup sehat. Tak hanya sebagai ajang pamer penampilan atau prestasi jarak tempuh, lari kini menjelma sebagai simbol gaya hidup aktif dan positif. Dengan berbekal sepatu olahraga, pakaian stylish, dan aplikasi pelacak lari, generasi muda berbondong-bondong memenuhi jalanan, taman kota, hingga stadion di pagi atau sore hari.

Fenomena ini menunjukkan bahwa tren yang berasal dari media sosial ternyata bisa berdampak baik, bukan hanya secara fisik tapi juga secara mental dan sosial. Lari kini bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjadi bagian dari identitas dan rutinitas banyak anak muda urban.

Gaya Hidup Sehat Lewat Media Sosial

Tren lari yang tengah viral ini tidak lepas dari peran media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Strava. Para pelari muda membagikan rutinitas olahraga mereka, lengkap dengan statistik jarak tempuh, waktu, bahkan pemandangan rute yang dilalui. Caption inspiratif dan tagar seperti #larihariini, #runningcommunity, atau #saturun menjadi penyemangat antar pengguna.

Alih-alih dianggap pamer, banyak warganet justru merasa termotivasi. Unggahan soal lari perlahan menjadi dorongan positif bagi orang lain untuk ikut bergerak. Mereka yang awalnya hanya menonton kini tertarik mencoba. Lari pun menjelma jadi ajang "healing" yang menyenangkan dan menyehatkan.

Lari sebagai Bentuk Self-Care

Tidak sedikit anak muda yang mengaku mulai rutin berlari sebagai bentuk perawatan diri (self-care). Aktivitas ini memberikan ruang untuk menjernihkan pikiran, mengurangi stres, dan meningkatkan suasana hati. Saat tubuh aktif bergerak, hormon endorfin meningkat, menciptakan perasaan bahagia dan tenang.

Bagi banyak pelari pemula, lari bukan soal kecepatan atau jarak, tapi soal konsistensi. Mereka berlari tidak untuk berkompetisi, tetapi untuk mencintai diri sendiri. Hal ini membuat lari terasa lebih inklusif, karena siapa pun bisa mulai kapan saja tanpa perlu peralatan mahal atau keahlian khusus.

Komunitas Lari Semakin Berkembang

Dampak positif lainnya dari tren ini adalah munculnya banyak komunitas lari di berbagai kota, termasuk di Yogyakarta. Komunitas seperti Lari Sore Jogja, Run With Us, hingga Sunday Morning Jogger aktif mengadakan kegiatan lari bareng, baik secara formal maupun informal. Kegiatan ini tidak hanya mempererat hubungan sosial antaranggota, tetapi juga menciptakan ekosistem olahraga yang mendukung.

Lewat komunitas, para pelari bisa saling menyemangati, berbagi tips, hingga mengikuti agenda lari bersama seperti fun run, charity run, atau lomba maraton. Kebersamaan dan semangat gotong royong yang terbentuk dari komunitas ini menjadi nilai lebih yang tidak bisa ditemukan saat berlari sendirian.

Lari dan Kesadaran Lingkungan

Beberapa komunitas lari bahkan menggabungkan olahraga dengan aksi lingkungan. Kegiatan plogging (berlari sambil memungut sampah) mulai digencarkan di berbagai kota. Dengan memadukan aktivitas fisik dan kepedulian lingkungan, anak muda menunjukkan bahwa tren positif juga bisa membawa dampak sosial yang nyata.

Tren ini juga menumbuhkan kesadaran akan ruang terbuka hijau. Banyak pelari yang akhirnya terlibat dalam kampanye pelestarian taman kota dan jalur pedestrian yang ramah pejalan kaki. Lari bukan hanya soal tubuh, tapi juga soal ruang publik yang sehat dan inklusif.

Tidak Sekadar Tren Sementara

Meski awalnya viral dan mengikuti arus media sosial, tren lari ternyata memiliki potensi untuk bertahan lama. Hal ini karena dampaknya yang langsung terasa: tubuh jadi lebih bugar, pikiran lebih tenang, dan kehidupan sosial lebih aktif. Banyak pelari pemula yang akhirnya menjadikan lari sebagai kebiasaan, bukan sekadar tren sesaat.

Beberapa bahkan melangkah lebih jauh dengan mengikuti lomba lari resmi, meningkatkan intensitas latihan, hingga memperbaiki pola makan. Ini menunjukkan bahwa dari sebuah tren sederhana, perubahan gaya hidup besar bisa terjadi.

Tren lari yang viral di media sosial saat ini terbukti membawa banyak dampak positif, terutama bagi anak muda. Dari gaya hidup sehat, kesehatan mental, hubungan sosial, hingga kepedulian terhadap lingkungan, semua aspek itu tumbuh dari langkah kecil: mulai berlari. Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, lari menawarkan ruang untuk melambat, merenung, dan memperkuat diri. Viral boleh jadi titik awal, tapi manfaatnya bisa jadi bekal seumur hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun