Mohon tunggu...
Izka Navisa
Izka Navisa Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-arraniry Banda Aceh

Jangan pernah menyerah dalam belajar, karena pohon besar pun bermula dari biji kecil

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

kaidah jarh wa tadil dalam ulumul hadits sebagai landasan penilaian kinerja dan integritas aparatur sipil negara

12 Juni 2025   22:33 Diperbarui: 13 Juni 2025   00:02 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama : Izka Navisa 

NIM : 240802029

Prodi : Ilmu Administrasi Negara 

Matkul : Ulumul Hadits 

Dosen pengajar : Sri Mawaddah M.A

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 

KAIDAH JARH WA TA’DIL DALAM ULUMUL HADITS SEBAGAI LANDASAN PENILAIAN KINERJA DAN INTEGRITAS APARATUR SIPIL NEGARA

Abstrak. Peningkatan kinerja dan penguatan integritas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan prasyarat fundamental bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang optimal. Namun, sistem penilaian yang ada seringkali menghadapi tantangan dalam mengukur aspek-aspek tersebut secara komprehensif dan objektif. Di sisi lain, khazanah keilmuan Islam, khususnya Ulumul Hadits, memiliki metodologi kritik yang mapan, yakni kaidah Jarh wa Ta'dil, yang secara historis digunakan untuk menilai kredibilitas perawi hadis. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis relevansi serta potensi aplikasi kaidah Jarh wa Ta'dil dalam Ulumul Hadits sebagai landasan konseptual untuk membangun sistem penilaian kinerja dan integritas ASN yang lebih holistik dan berlandaskan nilai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan (library research). Data primer berasal dari kitab-kitab klasik Ulumul Hadits yang membahas Jarh wa Ta'dil, sementara data sekunder meliputi literatur terkait administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, dan etika birokrasi. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis dan komparatif untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip Jarh wa Ta'dil yang dapat diadopsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip fundamental dalam Jarh wa Ta'dil, seperti keharusan investigasi (tatsabbut), objektivitas, keadilan, penggunaan kriteria yang jelas (al-asbab al-mufassarah), serta penekanan pada aspek moral (al-'adalah) dan kompetensi (al-dhabt), memiliki relevansi yang kuat untuk diterapkan dalam penilaian kinerja dan integritas ASN. Kaidah ini menawarkan kerangka kerja untuk menilai tidak hanya hasil kerja (output), tetapi juga proses, perilaku, dan karakter individu ASN, yang seringkali sulit diukur oleh sistem penilaian konvensional. Disimpulkan bahwa kaidah Jarh wa Ta'dil menawarkan perspektif dan instrumen berharga yang dapat memperkaya dan memperkuat sistem penilaian kinerja dan integritas ASN. Implementasinya dapat berkontribusi pada pembentukan birokrasi yang lebih profesional, berintegritas, dan akuntabel, sejalan dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran Islam.

 
Kata Kunci : Jarh wa Ta'dil, Ulumul Hadits, Aparatur Sipil Negara, Penilaian Kinerja, Integritas, Etika Birokrasi.
 
 
PENDAHULUAN

Aparatur Sipil Negara (ASN) memegang peranan sentral sebagai motor penggerak roda pemerintahan dan pelayan publik. Kinerja yang optimal dan integritas yang kokoh dari setiap individu ASN merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), peningkatan kualitas pelayanan publik, serta pencapaian tujuan pembangunan nasional (Denhardt & Denhardt, 2015). Dalam konteks ini, upaya untuk membangun sistem penilaian kinerja dan integritas ASN yang efektif, objektif, dan komprehensif menjadi sebuah keniscayaan strategis.

Namun, sistem penilaian kinerja yang dominan saat ini, yang banyak dipengaruhi oleh paradigma New Public Management (NPM), seringkali dihadapkan pada kritik fundamental. Paradigma ini menekankan pada efisiensi dan pengukuran kuantitatif berbasis target (output), yang pada praktiknya sering mengabaikan aspek kualitatif, proses, perilaku, serta karakter moral individu (Hood, 1991). Fenomena ini dapat mengarah pada apa yang oleh para ahli disebut sebagai "paradoks kinerja" (performance paradox), di mana peningkatan pada indikator-indikator yang terukur tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan kualitas layanan atau nilai publik secara substantif (Bevan & Hood, 2006). Akibatnya, aspek-aspek intangible seperti integritas, kejujuran, dan amanah—yang merupakan fondasi kepercayaan publik—seringkali sulit diukur dan terabaikan dalam evaluasi formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun