AI bukan akhir dari segalanya, tapi mungkin ini adalah akhir dari cara lama bekerja. Pekerja digital harus bersiap bukan hanya bersaing dengan AI, tapi juga berkolaborasi dengannya. Dalam dunia yang makin cepat dan canggih, yang bertahan bukan yang paling pintar atau paling kuat, tapi yang paling adaptif dan kreatif. Katakanlah semua tools teknologi AI ini berganti atau dihilangkan, apakah kondisi mereka yang garis keras menolak teknoloigi ini bakal berubah? Hasil akhirnya juga bakal sama saja. Jika mereka yang kalian bilang akan mati itu juga menggunakan tools yang sama, pake ai juga, kalau mereka bisa mengalahkan mu hari ini apa yang bikin kamu berpikir bisa ngalahin mereka di masa depan nanti? Bahkan walau misal kita menganggap diri sudah hebat karena jago membuat prompt, nah ini faktor hari ini kenapa orang ini tidak akan kemana-mana
Padahal sebenarnya membuat prompt itu tidak terlalu susah asalkan kita memiliki kognifit yang bagus, basic skill dan ilmu yang memumpuni ketika membuat prompt pasti hasilnya akan beda dibanding mereka yang terbiasa membuat prompt dari copy-paste yang ada. Kalau framework berpikirnya seperti itu terus-terusan, ya bakal sulit. Tidak ada shortcut, tidak ada cara instan, kalau mau berhasil wajib belajar, lalu latihan dibanyakin, tingkatkan juga kapasita knowledge dan kemampuan otak sehingga mau apapun tools atau teknologi AI yang ada saat ini pasti dengan mudah akan dikuasai.Â
Pada akhirnya AI itu hanya sebuah tools, di tangan orang tidak mau belajar, malas dan denial AI hanya akan jadi video jelek dan ilustrasi jelek. Sebaliknya di tangan orang yang mau belajar, mau latihan, mau berusaha, AI bukan hanya bisa jadi film, poster, atau desain tertentu namun AI bisa memberikan perubahan besar bagi kemajuan umat manusia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI