Mohon tunggu...
Izhar Mushawwir
Izhar Mushawwir Mohon Tunggu... Graphic Designer | Digital Marketer

kadang nulis, kadang ngedesain, kadang ngedit, kadang ngeshare, kadang ngopi

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Teknologi AI; Kiamat Bagi Pekerja Kreatif?

9 Juni 2025   12:34 Diperbarui: 9 Juni 2025   12:45 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com

Kesempatan belajar terbuka luas
Banyak AI tools menyediakan hasil yang bisa jadi bahan belajar dan eksplorasi bagi pemula. Tak ada alasan untuk tidak gaptek, karena sekarang teknologi AI tergolong mudah untuk di akses dan dipelajari. Memang ada beberapa software yang berbayar, namun pada dasarnya penggunaannya hampir semua sama. Kita hanya perlu memainkan inisiati dan imajinasi untuk memberikan prompt atau perintah yang detail, spesifik dan tepat sasaran sesuai target yang diinginkan

Sisi Negatif: Ancaman Nyata

  • Lapangan kerja makin ketat
    Beberapa user ataupun klien mulai memilih hasil AI karena cepat dan murah. Hal ini tentu sedikit banyaknya menjadi ancaman bagi pekerja kreatif. Karena cukup dengan memasukkan prompt yang spesifik pekerjaan bisa dituntaskan dengan cepat tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Fakta bahwa tahun ini hampir diseluruh belahan dunia terjadi badai PHK dimana-mana, salah satu faktornya adalah kehadiran teknologi AI yang dianggap menggeser peran peekrja digital sehingga banyak perusahaan melakukan efisiensi anggaran dengan memangkas pekerja-pekerja mereka. Dengan badai PHK dimana-mana, akan menghasilkan pula lapangan kerja yang makin bersaing dan ketat

  • Menurunnya nilai orisinalitas
    Ketika desain, tulisan, atau video bisa dibuat otomatis, nilai dari karya manusia jadi dipertanyakan. Banyak beranggapan bahwa memang dibalik kelebihan teknologi AI yang sangat efisien dan cepat, ada kekurangan dibaliknya. Salah satunya adalah nilai orisinalitas yang menurun. Orang-orang memang cenderung menyukai apabila pekerjaan mereka dapat diselesaikan dengan cepat tanpa memikirkan hal detail seperti nilai orisinalitas asalkan pekerjaan mereka bisa selesai dengan cepat. Memang saat ini beberapa AI masih belum akurat 100% seperti buatan tangan asli manusia, sehingga masih bisa kita temukan eror dan cacat pada produk digital yang dihasilkan, itu semua tergantung kejelian mata kita melihat dan menganalisa. Namun bagi beberapa orang teknologi AI sama seperti "menduplikasi" yang tentunya hal ini merusak norma-norma dasar dalam dunia kreatif
     

  • Persaingan tidak sehat
    Pekerja digital maupun kreatif harus bersaing dengan mesin, bukan hanya sesama kreator.  Dan yang namanya mesin tentu tidak memiliki perasaan ataupun paham yang namanya etika. Mereka hanya bergantung pada apa yang diperintahkan dan tidak memiliki kehendak bebas. Maka apapun bisa terjadi, apapun bisa dibuat dikreasikan, apapun bisa dibentuk didesain tanpa memikirkan produk digital itu akan digunakan untuk apa atau kepentingan siapa

  • Ketergantungan berlebihan
    Risiko terlalu mengandalkan AI bisa menggerus daya kreatif dan intuisi manusia. Hal ini akan mengurangi daya kognitif seseorang yang berimbas pada menumpulnya daya pikir & kritikal seseorang. Menggunakan teknologi AI memang boleh-boleh saja namun harus diimbangi dengan olahraga otak seperti banyak membaca & menulis agar otak kita tidak menumpul kreatifitasnya 

Solusi: Jangan jadikan lawan, jadikan kawan

Jawabannya bukan menghindar atau membenci AI. Justru kita harus berdamai dan beradaptasi dengan teknologi ini. Karena biar bagaimanapun gelombang teknologi kain hari makin berkembang dan berdatangan. Pilihannya hanya 2, ikut tergolong bersama ombak besar atau belajar kemudian berselancar diatas ombak. Bagi mereka yang memiliki prinsip konvensional maka cepat atau lambat akan tergulung oleh ombak teknologi ini. Seperti yang terjadi pada brand hp yang dulu merajai dunia yaitu Nokia yang menolak untuk berinovasi dan tetap yakin pada teknologi mereka sendiri. Seperti beberapa pedagang yang kekeuh berjualan secara offline dan menolak jualan online sehingga banyak diantara mereka terpaksa gulung tikar. Mak posisi yang lebih bijak dan aman adalah riding the wave, berada ditengah-tengah tidak terlalu membenci teknologi AI juga tidak terlalu mengandalkannya. Beberapa langkah yang bisa diambil:

  • Belajar dan manfaatkan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti. Misalnya, gunakan AI untuk riset ide atau membuat konsep editing. Sehingga sentuhan akhirnya tetap berada di tangan kita sendiri bukan 100% dibuat oleh AI

  • Fokus pada skill yang tidak tergantikan seperti rasa, sudut pandang unik, pemahaman budaya, storytelling emosional, dan empati. Asetinilah yang selamanya tidak akan bisa digantikan oleh siapapun atau apapun bahkan oleh mesin cerdas. Karena mesin pada akhirnya hanya sebuah mesin yang diberikan perintah

  • Perkuat personal branding, karena klien mu tetap mencari “manusia” di balik karya, bukan sekadar hasil otomatis. Sehebat apapun teknologi yang hadir selagi kamu memiliki personality yang kuat maka orang-orang lebih trust dan loyal kepada skill mu. Untuk memperkuat personal brand tentu tidak lahir begitu saja, namun diawali dengan belajar skill tertentu sesuai potensi mu, mengerjakan beberapa projek/karya dan memperkenalkannya di publik

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
    Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun