Mohon tunggu...
Iwa Riot
Iwa Riot Mohon Tunggu...

I'am ugly but I'am Lucky Man

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Liberalisme Islam Dari Umaiyah Hingga Hermeneutika

23 Juni 2013   00:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:34 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bidang tasawuf, lanjut Kiai Said, pemikir yang liberal adalah al-Hallaj yang mengatakan anâ Allâh (saya adalah Tuhan). Maksudnya saya yang sesungguhnya adalah Allah. Ungkapan ini berbeda dengan perkataan Fir'aun yang mengatakan anâ rabukumu al-a'lâ (saya adalah than kalian semua). Ungkapan al-Hallaj tidak bermaksud mengaku dirinya sebagai Tuhan. Beda dengan halnya ungkapan Fir'aun.

Menurut Kiai Sa'id, para pemikir liberal rata-rata mengatasnamakan pribadi. Seperti al-Hallaj yang mengatakan anâ Allâh, Ibnu Sina yang berpendapat bahwa alam itu qodim (dahulu) yang kemudian mendapat kritik tajam dari al-Ghazâliy dalam kitab Tahâfut falâ-sifahnya adalah sebagai pendapat pribadi.

Mereka rata-rata juga bukan sebagai pemimpin umat yang memiliki banyak pengikut. Hal ini berbeda dengan al-Ghazâliy, 'Imâm Junaid al-Bagdadiy, 'Imâm al-Mâturidiy, yang memiliki banyak pengikut sehingga dalam mengambil sikap lbih berhati-hati. Mereka tidak hanya berpikir ntuk dirinya, melainkan juga untuk masyarakat luas sehingga mereka lebih mengambil jalan tengah demi menjaga kemaslahatan umat.

Paham Liberal, kemudian intensif memasuki abad ke-18, yaitu pada masa Khalifah 'Utsmâniyah di Turki. Ketika itu, Dinasti Syafâwiy dan Moghul berada di ambang kehancuran. Para ulama tampil dalam rangka memurnikan Islam, muncul Syah Waliyullah (1703-1762) ulama India, yang berpendapat, Islam harus mengikuti adat lokal setempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya.

Di Mesir, muncul intelektual Rafa-ah Rafi' al-Tahtawiy (Mesir, 1801-1873) yang memasukan unsur-unsur Eropa dalam kajiannya, sedangkan Syihâbu addin Marjaniy (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukan pelajaran sekuler. Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1888) pendiri Universitas Aligarkh, dan Amir 'Aliy (1879-1928) yang berpandangan bahwa Nabi Muhammad pelopor agung rasionalisme. Di Mesir muncul Muhammad Abduh (1849-1905) dan Qâsim 'Amin (1865-1908), kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita. Aliy Abd ar-Raziq (1888-1966) yang berpandangan Islam tidak memiliki dimensi politik dan Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahwa misi utama al-Qur'ân adalah demo-krasi. Sedang Hasan Hanafiy terkenal sebagai tokoh "kiri Islam" dengan bukunya "al-Yasâr al-Islamiy".

[caption id="attachment_2752" align="alignright" width="150" caption="2 tokoh liberal"]

[/caption]

Di Pakistan terdapat Fazlur Rahman (lahir 1919), di Sudan muncul 'Abdullah Ahmed an-Na'im dan DR Nasr Hâmid 'Abu Zayd, dan di Maroko lahir Muhammed Sa'id al-Jabiriy. Sedang di Aljazair lahir Muhammad Arkoun (lahir 1928), akademisi Universitas Sorborn Prancis yang memperkenalkan teori Hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur'an.

Akhirnya di Indonesia pun muncul beberapa tokoh pembaharu pemikir Islam di antaranya seperti Nurcholis Majid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, M. Dawam Rahardjo dan lainnya.

Klimaksnya tatkala sejumlah intelektual muda mendeklarasikan Jaringan Islam Liberal (JIL), yang di otaki Ulil Abshar Abdalla, Budi Munawar Rachman, Saiful Mudjanni, Taufik Adnan Amal, Ahmad Sahal, Deny J.A, Sukidi, Zuhairi Misrawi, Ikhsan Ali Fauzi, Rizal Mallarangeng, Rizal Panggabean, Luthfi Asy-Syaukani dan lainnya.

Meski baru seumur jagung, gaung dan isu kontroversi yang di kedepankan JIL tak urung menuai Pro-Kontra di antara umat Islam. Faktor pemicu lahirnya JIL, awalnya sebagai counter terhadap gerakkan Islam radikal di Indonesia. JIL memposisikan diri sebagai penyeimbang sekaligus penghadang pemikiran militan fundamentalis.

Namun JIL belakangan membuat gaduh suasana, lantaran mengkritik dan melakukan dekonstruksi terhadap syari'ah dan doktrin Islam yang telah mapan. JIL tak hanya mengotak-atik pada rana mu'amalat, tapidia mask jauh mengobrak-abrik wilayah ubudiyat dan bahkan ilahiyyat. Puncaknya ketika Ulil Abshar menulis artikel berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" yang di muat harian Kompas pada 18 November 2002 silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun