Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lautan Transenden Memuliakan Ketulusan, 212!

6 Desember 2018   10:26 Diperbarui: 6 Desember 2018   21:08 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEKITAR pukul 03.05, saya baru membuka pintu rumah pada 2 Desember 2016 (212). Kami baru saja mendarat, dari penerbangan panjang New York- Jakarta. Bergegas mandi, shalat dan makan. Duduk sejenak sambil membalik lembaran buku sedapatnya di rak, suara ayam mulai berkokok. Celana putih, baju putih, peci merah, buah tangan dari Maroko, sudah melekat di kepala. Tak lama azan, maka Subuh dua rakaat pun tunai.

Selanjutnya seakan "alam" menggerakkan, kaki saya melangkah berjalan. Saya menuju jalan raya, mencari taksi. Sengaja tak membawa kendaraan, karena sudah menduga sulit parkir. Rupanya beberapa taksi enggan berhenti. Entah mengapa. Sebuah bajaj mau disetop.

Di sepanjang jalan arah Senen, Jakarta Pusat, suasana memutih, di kejauhan bak aliran air bah menuju muara. Hingga Pejambon, Jakarta Pusat, bajaj tak bergerak, orang menyemut. Remang jelang matahari pagi. Di balik Stasiun Gambir, pintu masuk Monas sudah ditutup, beberapa polisi berjaga.

Saya tanya, di mana tempat VIP, saya undangan. Salah seorang polisi, menjawab lewat Patung Kuda. Seorangnya lagi membukakan gerbang, "Silakan lewat sini saja Pak!" Melenggang  sepi sendiri. 

Jelang pukul 6 sudah berada di tepian karpet hijau dilingkari laskar FPI. Saya menyampaikan sebagai  undangan - - sejatinya hanya undangan Allah SWT semata, tak punya undangan kertas panitia - - ingin duduk di karpet hijau. Seorang anggota laskar bilang, "Bapak lapor ke tenda  tamu VIP, di sebelah kanan."

Seorang Ustad asal Tangerang Selatan, menyapa saya, "Sini Bang Iwan." Maka duduklah saya agak menepi kiri di area karpet. Di luar ring karpet jamaah membludak. Melalui sudut mata, saya simak pengawal FPI berbisik, mungkin mereka bertanya-tanya siapa saya. Tak lama lewat Munarman, kami berangkulan, "Silakan Bang, di tengah saja. Kalau panggung untuk para Habaib dan VVIP."

Singkat kata, 212 pertama itu, tekad saya bisa Jumatan berjamaah dengan jutaan umat. Bismillah.

Jelang waktu shalat hujan turun. Peci basah, baju lepek, seakan siraman wuduk di hantar langit.

Waktu shalat masuk. Ruang kosong tanpa alas antara karpet hijau dan panggung, diisi dominan laskar FPI berbaju putih. Mereka tetap bersepatu dan sebagian  melepas sepatu. Beberapa di antara mereka berdesakkan sehingga rukuk terantuk-antuk.

Tak demikian dengan saya, karena berada di saf depan karpet, maka kening beradu dengan berjubelan sepatu basah.

Selama ini saya acap mengajak siapapun mewangikan kaus kaki. Nalar saya kebersihan sebagian dari iman, orang beriman tak makan hak orang lain. Jadi saya memilih minta mewangikan kaus kaki dibanding bicara lagi topik korupsi dan koruptor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun