Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Trend Outside of the Box antara AI vs Orba

23 Mei 2024   23:09 Diperbarui: 26 Mei 2024   04:36 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Jendral Abdul Raziq adalah salah satu sekutu Amerika dalam perang melawan Taliban. Ia adalah pejuang muda yang pemberani dan karismatik, yang memimpin dengan kesetiaan dan rasa hormat dari para prajuritnya. Di medan perang penting di Kandahar, ia berperan dalam mengusir Taliban, bahkan ketika para pemberontak menyerang di seluruh Afghanistan.

Kesuksesannya berakhir  tragis pada tahun 2018 ketika ia dibunuh. Strategi kesuksesannya meniru taktik Taliban yang mengutamakan penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, dan penculikan atau terror. Dalam menjaga keamanan, ia mengubah kepolisian Kandahar menjadi pasukan tempur yang melanggar hak asasi atau proses hukum seperti aturan kepolisian pada umumnya. 

          Rencana Amerika mengalahkan Taliban adalah dengan memenangkan hati dan pikiran orang lokal supaya bisa berdemokrasi, bersatu, berperilaku humanis, dan berkeadilan. Sayangnya sudah kepalang memakai keahlian Raziq yang tak ubahnya Taliban jilid 2. Demikian juga dalam menggunakan panglima perang dan politisi korup, dan berbuat kriminal secara terang-terangan demi kepentingan militer. Cara  memilih proxy seperti mereka ini yang seringkali mengorbankan cara demi tujuan. Sudah banyak cerita di proyek sekolah atau rumah sakit yang akhirnya juga bahkan harus menyuap Taliban demi untuk membangun sekolah atau jalan atau fasilitas air minum. 

          Memilih proxy seperti Razik, dan petinggi Arab lainnya sudah terbukti memerangkap Amerika dengan misi human rightnya yang malah menjadi anti human right. Walaupun di Afganistan rupanya misi humanis ini luntur dalam sekejap. Rakyat Afgan sudah capek berjuang dengan human right, karena selalu saja akhirnya terpangkas disana sini, demi melegalkan pemerintahan yang korup. Apalagi korupsinya dari dana pajak orang Amerika dilakukan oleh Hamid Karzai dan teman korup lainnya yang panjang antrian namanya kalau ditulis, bisa ratusan halaman panjangnya.

         Setelah mereka semua dinina bobokkan dengan kemudahan fasilitas Amerika yang gampang dikorup, tetapi masih menyisakan human rights yang hampir botak dicukur pakai clipper sependek pendeknya. Atau masih banyak sekali pelanggaran hak asasi, walaupun tak sebanyak waktu dalam pemerintahan Taliban, akhirnya mereka apatis dan masa bodoh. Dan selagi masih bisa memilih mereka memilih ganti rezim, seperti ganti rezim dari Hamid Karzai yang didanai Amerika menjadi rezim Taliban yang tanpa dana karena seluruh dunia menarik pendanaan mereka termasuk Unesco. Unesco pun terpaksa menarik diri, karena pegawai penyalur dana untuk orang miskin adalah wanita. Dan celakanya menurut hukum syariah lokal, para wanita warga negara Afganistan tidak boleh kerja formal. Padahal PBB adalah badan terakhir yang masih bertahan untuk tetap mendanai golongan tidak mampu sampai aturan kesetaraan wanita dilarang keras. Begitu pula dengan masyarakat Iran yang memilih Khomeini, atau Rusia milih Putin. 

         Apakah masyarakat dunia niat belajar dari sejarah? Apakah mereka mau melihat kemungkinan bahwa pemerintah yang baru akan membelenggu dari rekam jejaknya? Apakah paham kebebasan berpikir, berpendapat dan berekspresi atau yang disebut liberal mind sudah dimusuhi di seluruh dunia karena dianggap hanya mengutamakan otak tanpa mencoba untuk mengekang atau memberangus perbedaan pikiran dan pendapat, seperti waktu jaman kerajaan, kekaisaran, kesultanan, kediktatoran, otoriter, monarki dan oligarki, seperti jaman dahulu (Jamanku luwih enak to?)


          Pada zaman dahulu memang ada hukum yang sangat jelas dan sederhana, disamping tidak ada lawyer yang mengartikan beda bunyi pasal hukumnya, karena masih berpikiran sederhana tidak neko neko mau menang dipengadilan segala. Dengan  tanpa adanya distorsi perpecahan, perbedaan pendapat dan oposisi, ketersediaan pilihan lain yang membingungkan banyaknya aturan dan pajak yang berbelit belit juga membingungkan, kompleksitas dan kerumitan dunia. Apalagi ditambah dengan banjirnya berbagai barang elektronik yang katanya smart, sehingga ini semakin membuat orang kalang kabut atau memaksa mereka harus melakukan adaptasi dan perubahan cara berpikir yang luar biasa, atau yang diluar nalar manusia sederhana dan masih picik. Makanya ini adalah zaman transisi ke arah lompatan teknologi. Lompatan ini bahkan akan lebih cepat dengan dimasukkannya unsur AI.

         Generasi Transisional adalah Sebuah fase baru dalam hidup yang drastis. Sebuah perjalanan petualangan yang panjang dan menarik tanpa tujuan khusus, meninggalkan banyak yang sudah biasa kita lihat atau kemapanan. Bahkan dalam berbicara sehari haripun, rasanya seperti memberikan presentasi di bidang yang serba tidak biasa. Rasanya seperti  masih menyisakan detail hingga akhir, atau bagai misi luar angkasa di mana semuanya terasa tiga kali lebih besar dan lebih penting. Perasaan yang didominasi antara antisipasi, gugup, dan kepanikan murni, karena meskipun ada rutinitas dan kebiasaan -- apa yang kita pikir kita tahu dan apa yang sebenarnya akan terjadi -- masih ada banyak ketidakpastian.

          Bahkan dalam banyak pertanyaan sehubungan dengan lompatan teknologi ini yang sangat sederhana, tetapi menjadi sangat sulit untuk dijawab, mengingat pada zaman ini tidak mungkin memberikan jawaban yang tidak komplit dan serampangan, karena ada AI, dan  semua akan memvalidasi jawaban yang ngawur dan benar saat itu juga atau real time, karena semua sudah menggunakan AI, atau tergantung pada lawan bicaranya. Jadi kita tahu ada sesuatu yang berubah, kan? Kalian juga merasakannya, bukan?" Kami melihat kembali setahun penuh kemajuan luar biasa di bidang kecerdasan buatan. Anak-anak kita sekarang menggunakan Chat GPT sebagai hal yang biasa saja untuk mengerjakan tugas sehari-hari seperti pekerjaan rumah, dengan teknologi yang beberapa tahun lalu terasa seperti fiksi ilmiah. Dan hanya dalam waktu kurang dari setahun, fiksi ilmiah ini telah menjadi sangat normal -- dan pada saat yang sama. Ini adalah masih tahapan awal AI yang belum benar benar pintar sesuai dengan harapan kita, atau tidak pernah memenuhi harapan kita, jadi masih terus saja selalu menjadi mesin yang belajar atau Machine Learning. Sekarang kita baru melihat sebagian kecil dari apa yang mungkin akan kita lihat dalam beberapa tahun mendatang.

         Rasanya tidak mungkin berbicara tentang teknologi atau bisnis yang belum terpengaruh oleh kecerdasan buatan (AI). Namun, apa yang membuat zaman ini begitu istimewa adalah bahwa percakapan dan penilaian tentang AI seringkali melampaui sekadar kata-kata kunci dan kebenaran sederhana. Malahan AI berada di pusat suatu siklus teknologi baru, sebanding dengan listrik, mesin uap, dan internet. Kali ini, kita tidak hanya berurusan dengan satu "teknologi tujuan umum," tetapi tiga. Selain AI, Internet of Things akan menjadi "ekosistem terhubung dari berbagai hal." Dan di atas itu semua, ada bioteknologi. 

          Bisa diperkirakan AI akan kehabisan internet karena semua data data history sudah dilahap tanpa sisa. Sesudahnya AI akan menuju pada teritori baru yaitu future atau masa depan futuristik, langkah pertamanya mengubah Large Language Model (LLM) menjadi Large Action Model (LAM) berdasarkan kroscek berbagai macam data yang berbeda beda supaya tidak bias. Dalam LLM kita bisa membayangkan di dalam ruang kuliah apa kata profesor selanjutnya. Sedangkan pada LAM, akan memprediksi aksi tentara Rusia selanjutnya, apakah akan mengirim rudal atau mengirim bom nuklir dengan menggunakan data dan aksi aksi yang bisa dibaca AI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun