Satu-per satu buku itu beliau catat secara manual di buku induk perpustakaan. Tak ada komputer dan olah data secara digital; semua ditulis dengan rapi dengan pulpen. Kerja sunyi ini telah beliau lakukan sejak 2017. Ketika kali pertama diberi amanah oleh desa sebagai Pustakawan. Padahal beliau tak pernah menyandang gelar sajana Ilmu Perpustakaan. Satu-satunya modal yang dimiliki adalah keikhlasan. Dari Senin hingga Jumat dalam rentang waktu delapan tahun itulah beliau tetap menjalani laku literasinya di desa. Menemani keceriaan anak-anak sepulang sekolah. Yang beramai singgah lalu larut dalam bacaan.
"Bu Dwi, saya pinjam buku dua", teriak anak-anak tak sabar membawa pulang buku-buku sebagai bekal imajinasi. Di tengah kerumun anak-anak, beliau dengan sabar melayani dan mencatat peminjaman. Tidak cepat. Namun, sangat tanggap. Beliau adalah Erna Dwi Harlik. Pustakawan Nuansa C Desa Tengger Lor Kecamatan Kunjang. Penerima bantuan Bahan Bacaan Bermutu Tahun 2025 dari Perpustakaan Nasional.
Tidak jauh dari Perpustakaan Nuansa C, ke arah timur laut dengan waktu tempuh 20 menit berkendara dengan motor, anak-anak dari kelas satu hingga kelas empat mulai bersiap duduk melingkar. Mereka sudah membawa buku pilihannya. Kami akan membaca nyaring bersama secara bergantian. Mereka adalah anak-anak madrasah ibtidaiyah yang lokasinya dekat dengan Perpustakaan Masjid Ulul Albab Desa Blaru Kecamatan Badas. Kegiatan literasi ini membuat buku-buku bantuan tak sekadar terpajang di rak. Melainkan, bisa dimanfaatkan dengan membuat kegiatan membaca bersama yang menyenangkan.
"Awalnya dapat info dari teman. Ada bantuan buku anak-anak dari Perpusnas untuk Perpustakaan Masjid. Saya langsung bersedia dan alhamdulillah buku sudah kami terima", ujar Ibnu Mas'ud Lutfi, pengurus takmir yang juga sebagai penanggungjawab Perpustakaan Masjid Ulul Albab. Pengakuan beliau, ini adalah pengalaman pertama dalam menerima bantuan buku sekaligus belajar dalam menggerakkan aktivitas literasi di lingkungan desa. Sebelum hadirnya Perpustakaan Masjid, Desa Blaru sama sekali belum memiliki ruang baca---tidak ada Perpustakaan Desa, tidak jua Taman Baca. Kini, Perpustakaan Masjid Ulul Albab hadir sebagai langkah awal. Meluaskan akses bacaan bermutu bagi masyarakat sekitar.
Di hari lain, di depan sebuah monitor berukuran 12 inch yang sedikit berdebu, Putri Kinasih istikamah memasukkan data buku di Perpustakaan Loka Acitya Desa Doko Kecamatan Ngasem. Kebetulan siang itu masih sepi. Ruangannya cukup luas dan nyaman. Anak-anak masih belajar di sekolah. Biasanya mereka singgah pada saat pulang. Saya berdiskusi banyak dengan mbak Putri yang baru empat bulan bekerja sebagai Pustakawan.
"Awalnya Pemdes Doko share lowongan kerja untuk jadi Pustakawan Desa, Pak. Saat itu yang melamar ternyata lumayan banyak. Setelah beberapa hari, saya dipanggil untuk wawancara dan langsung diterima", ujarnya dengan ramah. Pemerintah Desa memberinya gaji 500 ribu setiap bulan. Bekerja di hari senin hingga jumat mulai pukul 08.00--13.00 WIB. Dukungan finansial seperti ini, di Kabupaten Kediri, belum banyak Pemerintah Desa yang bersedia mengusahakan. Sependek pengetahuan saya hanya ada tiga Perpustakaan Desa saja. Itupun dengan nominal yang berbeda. Termasuk bu Erna tadi, beliau hanya menerima 100 ribu setiap bulan.
Mengemban amanah menjadi Relima, membuat hati penuh syukur dan makna. Saya bersua pegiat literasi di berbagai desa. Ada yang baru dan ada juga yang telah lama. Saya menyaksikan kebahagiaan anak-anak bertemu dengan buku. Ceria ketika membaca. Kehadiran Relima sebagai pendamping para penerima bantuan buku benar-benar terasa nyata dampak dan manfaatnya. Sebagai sesama penerima bantuan bahan bacaan bermutu di tahun sebelumnya, saya merasakan sesuatu yang berbeda.
Pada 2024, para penerima bantuan harus secara mandiri melakukan segalanya. Informasi di grup WA tak semudah di realita. Kami hanya diminta untuk melaporkan kegiatan literasi melalui menu-menu laman yang harus diisi. Entah, berapa banyak para penerima bantuan di Kabupaten Kediri yang memahami dan sedia mengisi. Relima sangat beda dan sungguh-sungguh berbeda. Saya sedia bersaksi. Relima ibarat telik sandi. Garda depan Perpusnas dalam melayani dan mendampingi para penerima bantuan buku untuk semakin menguatkan gerakan literasi berbasis inklusi sosial. Menjangkau hingga relung terdalam dan menjadi mitra pustakawan yang masih kesulitan dalam memanfaatkan buku bacaan. Bahkan, bertugas sebagai Relima membuat kami--saya bersama pihak Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah--saling mempererat silaturahmi. Saling membagi tugas: saya pada pemanfataan bahan bacaan dan Perpusda dalam hal pengelolaan buku. Sedang untuk pelaporan, kami mendorong bersama-sama. Â Â
"Mas, Oktober nanti coba kita ajak para Kepala Desa untuk jagongan bareng. Tolong sampean petakan wilayahnya agar bisa menentukan tempat bertemu yang tidak terlalu jauh. Tidak usah banyak-banyak. Cukup lima atau sepuluh orang saja", ajak pak Ilham Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Kediri kepada saya.
"Obrolan santai saja. Jangan dikonsep forum diskusi. Nanti malah tidak masuk ke meraka. Kita lakukan ini tiap bulan sampai Desember. Sampaikan saja ini arahan dari saya. Kita akan sama-sama mengafirmasi Kepala Desa ini untuk menguatkan program literasi. Nah, sampean nanti yang menjelaskan teknisnya, begitu...", Lanjut beliau bersemangat sambil menekan nada pada diksi terakhir dengan medhok.
Saya pun langsung menyambut, "86 siap laksanakan, Pak!"
Tiga bulan berjalan dalam mengemban amanah sebagai Relima tentu masih jauh dari harapan. Namun, setidaknya saya belajar banyak hal. Bahwa segala sesuatu ketika sudah diniatkan dengan baik, dijalani dengan suka cita, dan tak terpatahkan dengan segala tantangan pun kesulitan, saya selalu meyakini akan ada kemudahan. Perjumpaan dengan mitra baru, baik Pemerintah Daerah, Kantor Kementerian Agama, Pemerintah Desa, Pegiat Komunitas, dan pihak lain membuat ikhtiar ini menjadi sebuah keniscayaan yang bermakna. Mewujudkan literasi yang inklusif memang tidak bisa sendiri. Sinergi adalah kunci yang harus terus diupayakan ke depan. Demikian.
Ahmad Ikhwan Susilo, Relima Kabupaten Kediri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI