Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Arab Saudi Sohib Selamanya Indonesia

12 Mei 2025   10:03 Diperbarui: 12 Mei 2025   10:03 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Piagam kenang-kenangan momentum berhaji Presiden Sukarno pada 1955. Sumber: dokumen pribadi

Perayaan 75 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Arab Saudi

Pada 1 Mei 2025, genap sudah hubungan diplomatik Indonesia-Arab Saudi berusia 75 tahun. Sebuah rentang waktu cukup lama dan matang dalam interaksi antarkedua negara. Secara formal, Arab Saudi mengakui kedaulatan Indonesia pada 4 November 1947. KBRI Jeddah dibuka pada tahun 1964 sampai kemudian dipindah ke Riyadh pada 1985. Sejatinya, hubungan informal antarkedua masyarakat yang sama-sama mayoritas muslim ini telah terbentuk kisaran berabad-abad. Dengan kata lain, keduanya layaknya sohib atau teman dekat.

Gelora haji

 Perekat dan interaksi dua negara yang berjarak ribuan mil bermula dari sebaran agama dan mengerucut pada ibadah haji. Bahkan ibadah haji bisa dibilang salah satu faktor penggerak kesadaran perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Catatan sejarah mengabarkan pihak kolonialis merumuskan siasat kepada masyarakat Nusantara yang baru saja pulang haji. Semua jemaah haji lantas diberi label/gelar "haji" sebagai penanda. Kolonialis mengawasi gerak-gerik mereka setiba di tanah air.

Haji adalah muktamar umat Islam sedunia. Berangkat dari sini, para jemaah haji Nusantara bertemu, berbincang, dan berdiskusi panjang dengan jemaah haji dari pelbagai wilayah belahan dunia yang juga sedang mengobarkan nasionalisme, persatuan, serta perlawanan terhadap penjajah. Di sinilah kemudian, haji para kakek buyut kita, sedikit-banyak membawa inspirasi dan gelora persatuan umat Islam di pelbagai daerah untuk bersama memperjuangkan kemerdekaan.

Pasca-kemerdekaan, ibadah haji dalam konteks diplomasi dua negara besar ini kiranya terjadi saat Presiden Sukarno menunaikan haji tahun 1955. Peristiwa tersebut menandai tonggak bersejarah relasi erat dengan pemimpin tertinggi Arab Saudi kala itu: Raja Saud. Hikayat masyhur menceritakan Presiden Sukarno disebut memberikan hadiah berupa pohon guna ditanam di padang Arafah yang dikenal Pohon Soekarno. Hadiah pohon dimaksudkan agar Arafah terlihat hijau  dan mengurangi panas.

Tak cuma Sukarno, seluruh presiden Indonesia pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi. Kesemuanya sebagai tamu negara dengan mendapatkan pelayanan khusus beribadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; baik haji-umrah serta ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw. Adapun kunjungan balasan, pada 1970, Raja Faisal merupakan Raja Saudi pertama yang menjejakkan kaki di Jakarta. Lawatan kenegaraan Raja Faisal tersebut sangat berkesan. Tak kalah memorable pula, kunjungan Raja Salman pada tahun 2017. Pada tahun 2022, giliran Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman mengunjungi Bali dalam rangka KTT G-20.

Transformasi ekspansif

Penulis merasa beruntung saat beberapa waktu lalu, mendapatkan semacam piagam kenang-kenangan momen Presiden Sukarno berhaji. Ada hal menarik kala mencermati piagam tersebut dengan panjang 30 cm. Selain gambar gagah nan wibawa Presiden Sukarno dan Raja Saud, tertera pula gambar pesawat dan kapal laut. Betul, pada masa-masa tersebut, orang Indonesia berhaji menggunakan dua moda transportasi. Ada harapan besar yang menjadi refleksi bahwa, tiada lain naik hajinya seorang pemimpin suatu negara membawa suasana dan ikatan yang kian akrab nan erat. Apalagi, hubungan diplomatik kedua negara baru berumur lima tahun. Hal ini dipertegas saat kunjungan Presiden Joko Widodo tahun 2023; secara khusus Raja Salman memberi tambahan kuota haji sebanyak sepuluh ribu.

Pada kesempatan sama, Penulis juga mendapatkan buku lawas nan penting. Buku yang Penulis dapatkan dari kolektor merupakan terbitan Kedutaan Arab Saudi di Jakarta. Buku bertarikh 25 Juli 1956 tersebut adalah buku langka yang Penulis anggap sebagai pengenalan Kerajaan Arab Saudi kepada masyarakat Indonesia sebagai bangsa dan negara yang bisa dilihat, dikenali, dan dipahami dari banyak sisi; tidak sebatas soalan haji.

Rilis buku seakan menindaklanjuti peristiwa penting Presiden Sukarno berhaji karena hanya berselang setahun. Buku bertebal 89 halaman itu mengambil judul Keradjaan Saudi Arabia dalam masa barunja hendak menyiarkan kepada masyarakat Indonesia mengenai sisi melik pemerintahan Kerajaan Arab Saudi beserta geliat masyarakatnya. Penulis dimanjakan ragam foto ikonik nan historis perihal bangunan-bangunan, masjid, serta pelbagai aktivitas masyarakat Arab Saudi kala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun