Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku dalam Kamu, Kamu dalam Aku

1 Oktober 2022   12:43 Diperbarui: 1 Oktober 2022   12:48 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dia penyintas kekerasan fisik oleh ayahnya. Dia kabur dari rumah karena tidak tahan dengan siksaan dari ayah kandung yang tidak menerima keberadaannya. Ayahnya hampir membunuhnya dan mengatakan dia penyebab neraka keluarga. Dua tahun dia terlepas dari keluarga dan hidup cukup tenang dengan pasangan, setelah ditolong oleh anggota gereja ini.

Setelah itu tiap minggu saya kenal orang-orang baru di perkumpulan yang belum bernama ini. Saya berkenalan dengan mereka yang dibuang oleh keluarga karena orientasi seks yang dianggap tidak wajar. Mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Mereka yang terlalu menderita karena dibuli oleh pasangan hidup, oleh masyarakat. Dan kisah manusia dengan keanehan dan ketidakbiasaannya, nyata dan ada.  

Saya seperti bangun dari tidur. Ke mana saja selama ini. Saya tahu tiap manusia punya penderitaannya sendiri. Tapi penderitaan dari kawan-kawan di sini, ekstra ordinari. Bagi saya penderitaan yang kepala saya belum pernah mencernanya. 

Lalu tibalah Natal. Kami akan merayakannya. Perayaan yang sederhana. Kami berencana bersama, memasak bersama, latihan nyanyi bersama, iuran sama-sama.

Pada hari-H, saya tiba lebih dulu di lokasi. Ternyata perkumpulan ini berjejaring dengan banyak komunitas. Ruangan penuh.

Tiba-tiba di dekat saya, datang seorang yang saya lagi-lagi tidak dapat menerka, laki-laki atau perempuan. Dia duduk agak di depan saya. Dia menutup kepalanya dengan kain seperti perempuan tetapi penampilan fisiknya seperti laki-laki. Dan saya merasa terganggu dengan kehadiran orang yang belum saya ketahui apa dan bagaimananya.

Lalu perjamuan kudus. Anggur dan roti gepeng dibagikan ke semua jemaat. Pendeta muda berdiri di depan. Ia berkata itu perjamuan terbuka dan siapa saja diundang untuk bersekutu dengan-Nya, yang dilambangkan dengan roti dan anggur.

Saya masih terganggu dengan kehadiran orang berkerudung tadi. Pendeta meminta tiap orang mengangkat roti lebih tinggi di atas kepala. Saya tak tahan lagi. Saya tidak mau bersekutu dengan orang di depan saya itu. 

Dia tidak layak, Tuhan, batin saya kesal, ditujukan kepada orang itu.

Pada detik sama saya mengatakan itu, saya mendengar suara tegas di dalam telinga saya, berkata, "Kamu juga!"

Saya kaget setengah mati mendengarnya. Kesadaran melingkupi saya. Seketika hati saya rontok. Saya telah dengan kejam menilai orang lebih rendah daripada saya. Saya menilai diri lebih pantas dan lebih baik daripada orang itu. Saya segera mohon ampun kepada Tuhan dengan berlinang air mata. Saya telah mencurigai orang itu. Saya telah melakukan hal yang tidak manusiawi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun