Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potret Bangsa yang Tak Pandai Berterima Kasih.

1 Juni 2020   14:09 Diperbarui: 1 Juni 2020   14:21 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iedul fitri, selalu ditandai dengan silaturahmi dan saling maaf memaafkan.

Tahun ini, saya kedatangan seorang kolega yang sukses. Beliau kandidat Doktor (S3). Kami, ngobrol ngalor ngidul penuh akrab. Akhirnya, sampailah pembicaraan pada nostalgia masa sekolah tempo dulu. Tidak dinyana, sang teman, dengan nada sinis dan penuh kebencian, membicarakan sosok guru yang dulu mengajarnya.

Saya kaget. Ada apa dengan sang teman? Fenomena inilah yang menarik untuk dikaji. Maka, saya buatlah tulisan ini.

Bahwa bangsa ini penuh sopan santun, adalah benar dan tak terbantahkan. Bangsa ini dikenal ramah dan murah senyum adalah betul, tak diragukan lagi. Namun, sayangnya, bangsa ini tidak memiliki budaya berterima kasih.

Mari kita lihat kasus berikut; di KRL, seorang anak muda yang duduk di kursi penumpang, melihat seorang Kakek yang berdiri. Sang pemuda, segera berdiri dan mempersilahkan Kakek untuk duduk. Kakek segera duduk. Lalu, mengucapkan kalimat terima kasih. Betulkah yang dilakukan sang Kakek?

Ucapan terima kasih, yang diucapkan sang Kakek. Hemat saya, hanya bentuk sopan santun saja. Belum pada kondisi terima kasih yang sesungguhnya.

Kapan terima kasih sang Kakek terlihat? Akan terlihat, Ketika sang Kakek tiba pada stasiun tujuan kelak. Ketika, Kakek berdiri dan spontan meninggalkan tempat duduknya. Maka, Kakek tersebut, tidak mencerminkan terima kasih pada sang pemuda.

Namun, berbeda jika, sang Kakek sebelum berdiri, memperhatikan penumpang sekelilingnya. Mencari orang tua lain, atau wanita hamil, atau wanita lain. Kemudian, mempersilahkannya untuk duduk menggantikan posisinya. Maka, ketika itulah dapat disimpulkan, sang Kakek sudah berterima kasih pada sang pemuda tadi.

So, meskipun ucapan sama. Namun, terima kasih yang pertama, hanya pada aspek sopan santun. Sedangkan perilaku di akhir perjalanan, pada stasiun tujuan sang Kakek. Memperlihatkan sikapnya, apakah berterima kasih, atau hanya pandai ber "lips service" saja.

Kembali pada teman saya. Soal protesnya pada sang mantan guru. Secara pribadi, saya dapat mengerti. Namun, prilaku yang berhenti pada protes saja. Justru, merendahkan dirinya sendiri. Sang teman, bukan saja tidak memiliki sopan santun, juga tidak pandai berterima kasih.

Bukankah, dia sekarang "besar". Karena, ilmu yang diberikan sang mantan Guru (disipilin ilmu yang dia tekuni sekarang, domain ilmu yang diajarkan guru yang dia protes).

Bentuk terima kasih sang teman, tidak perlu mendatangi mantan sang guru, lalu mengucapkan terima kasih. Namun, dengan memperbaiki metode transfer ilmu yang dia katakan gagal dilakukan sang guru. Maka, tanggung jawab memperbaiki metode yang salah itu, menjadi bentuk terim kasih sang teman pada sang mantan guru yang dia protes.

Hampir semua keterpurukan bangsa ini, akar masalahnya, karena bangsa ini, adalah bangsa yang tidak pandai berterima kasih.

Mau contoh lain ? ketika Pilkada usai dilakukan. Maka, bentuk terima kasih pimpinan daerah hasil pilkada tersebut adalah bekerja keras, untuk sebisa mungkin mensejahterakan masyarakat yang dipimpinnya. Bukankah Gubernur atau Bupati yang terpilih itu, yang memilih masyarakat (rakyat)?

Maka, pada rakyat lah seyogyanya hasil kerja kerasnya dia tujukan. Bukan pada partai pengusungnya.

Hal yang sama berlaku pada Presiden. Kesejahteraan seluruh rakyat, menjadi prioritas kerja sang RI.1. dalam semua kebijakan yang dibuatnya. Menafikan tujuan utama ini, sama dengan mengkhianati amanah yang diembannya.

Memperlihatkan secara terang benderang, bahwa sang RI.1. adalah sosok yang tidak pandai berterima kasih.

Demikian juga berlaku pada para oposan. Hanya menshare berita-berita yang menjadi judul utama berita dari berita online. Bukannya hanya memperlihatkan kebodohan sang oposan (kritikus). Juga, secara tidak sadar memperlihatkan bentuk tidak pandai berterim kasih pada almamater yang telah berjasa menjadikannya seorang ilmuan.

Silahkan buat koreksi pada sang penguasa, sertakan data yang valid, analisa yang cerdas dan memenuhi standard akal sehat.

Dengan demikian, bukankah hanya anda telah cerdas dan ikut mencerdaskan para pembaca. Namun, yang lebih penting lagi, anda secara tidak langsung telah berterim kasih pada almater yang telah berkontribusi membuat anda cerdas.
.
Wallahu A'laam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun