Mohon tunggu...
Iswara Rusniady
Iswara Rusniady Mohon Tunggu... Human Resources - Pustakawan

sekedar mencoba berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memperbaiki Kondisi Budaya Baca yang Rendah dengan Pembenahan Sarana Baca

18 Oktober 2019   16:30 Diperbarui: 29 Oktober 2019   09:26 2476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Akun IG Perpusnas

Berdasarkan penjelasan UU Perpustakaan tersebut, mengandung arti dan makna bahwa perpustakaan adalah suatu institusi pengelola karya tulis, karya cetak dan karya rekam, yang dikelola secara profesional. Jadi perpustakaan yang dimaksud disini adalah suatu institusi/lembaga, apakah itu di lembaga negara, lembaga daerah/desa, sekolah, maupun di perusahaan, Jadi perpustakaan karena berupa institusi, berarti ada status kelembagaan/organisasinya jelas termasuk didalamnya  ada penanggungjawab, pengelola dan ada yang bekerjanya, tidak bisa suatu perpustakaan dibentuk bila tidak ada penanggungjawab, pengelola dan  tidak ada yang bekerjanya. 

Para pengelolanya, juga bukan sembarang orang, tetapi pegawai profesional  yang berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi,  memiliki kemampuan mengelola karya tulis, karya cetak dan karya rekam, serta berkemampuan collection management, knowledge management dan transfer (sharring) management. Karena Perpustakaan jaman sekarang, bukan hanya wahana/tempat yang berfungsi sebagai tempat untuk pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi masyarakatnya (pemustaka) saja, tetapi lebih dari itu sebagai tempat/wahana untuk beraktifitas dan berkreativitas masyarakat (inklusi sosial). Selain itu  tujuan dari diselenggarakannya perpustakaan, adalah untuk dapat memberikan layanan kepada masyarakat untuk meningkatkan kegemaran membaca, memperluas wawasan pengetahuan dalam rangka mencerdaskan bangsa dan keberdayaan bangsa.

Sekarang kalau kita tarik makna dari fungsi perpustakaan sebagai suatu institusi untuk meningkatkan dan memberdayakan bangsa. Perpustakaan yang bagaimana yang bisa meningkatkan kecerdasan dan memberdayakan bangsa tersebut.? Untuk menjawab itu kembali kepada difinisi perpustakaan yang pertama di pasal 1, yaitu perpustakaan itu sebagai institusi pengelola. Karena perpustakaan itu perpustakaan akan dapat berdayaguna bila mempunyai pengelola dalam arti mempunyai pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Hal ini dijelaskan dalam UU Perpustakaan pasal 29, Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.

Pustakawan yang dimaksud disini, harus memenuhi kualifikasi sesuai standar nasional perpustakaan. Jika suatu perpustakaan tidak mempunyai tenaga pengelola (pustakawan) sudah dipastikan perpustakaan itu tidak akan berfungsi maksimal. Karena letak berhasilnya program dan kegiatan perpustakaan, dalam menggerakan minat dan budaya baca masyarakat, sangat tergantung kepada  tenaga pengelola ini.

Kalau kita kembali menengok hasil penelitian pihak asing seperti di ulas dalam pendahuluan, disitu bisa nampak kenapa minat dan budaya baca bangsa Indonesia didudukan ke urutan ke dua terakhir, dan kenapa Indonesia hanya mempunyai 0.001 % dalam minat minat baca.?  Kalau penulis kaji persoalan tersebut, terletak pada kurang meratanya jumlah perpustakaan dan kurang sekali tenaga pengelola perpustakaan. Kedua persoalan tersebut memang perlu segera dijadikan solusi untuk segera dihadirkan, kalau memang mau  memperbaiki kondisi minat dan budaya bangsa Indonesia yang rendah, walaupun memang banyak faktor lain yang terkait dengan itu yang dapat berpengaruh.

Ada kabar baru tentang budaya baca bangsa Indonesia dalam lamanya membaca, seperti apa yang dikemukakan oleh Kaperpusnas, M. Syarif Bando, yang menyatakan berdasarkan penelitian pihak asing  world reading habit 2018   yang menyatakan bangsa Indonesia dalam lamanya membaca,berada di rangking 16 dari 22 negara yang diteliti. Tetapi sekarang persoalannya, sebenarnya bukan terletak pada orang per orang dalam menilai tentang lamanya membaca, tetapi harus melihat jumalah keseluruhan dari masyarakat Indonesia yang membaca. Karena tetap persoalannya kembali kepada sarana baca yang tersedia di masyarakat.

Sudahkah sarana baca ini tersedia di semua lapisan masyarakat?

Sudahkah ada pengelola perpustakaannya?

Itu yang mesti menjadi persoalan yang semestinya dapat dipecahkan, karena keberadaan perpustakaan atau keberadaan sarana baca yang tersedia dimana-mana akan berpengaruh banyak terhadap minat dan gemar baca masyarakat, tanpa itu sangat mustahil minat dan budaya baca meningkat.

Tetapi langkah pemerintah lewat Kemendikbud, yang telah mengambil peran yang cukup baik, dalam rangka mengelaborasi kelemahan budaya baca bangsa kita, dengan menelorkan kebijakan dengan sejumlah program gerakan literasi seperti;  Gerakan Literasi Nasional (GLN), Gerakan Literasi Keluarga (GLK), Gerakan Literasi Masyarakat (GLM),Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Berbagai gerakan literasi yang digaungkan Kemendikbud tersebut, merupakan suatu upaya untuk mengatasi persoalan rendahnya minat dan budaya baca bangsa Indonesia. Selain itu, Perpustakaan Nasional RI, sebagai institusi pembina perpustakaan di Indonesia, tidak ketinggalan terus berupaya meningkatkan program Pembudayaan gemar membaca lewat Roadshow  bina budaya baca dengan melibatkan tokoh duta baca Indonesia Najwa Shihab, guna terus memasyarakatkan pentingnya dan manfaatnya membaca untuk meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan kesejahteraan. Tak ketinggalan  GPMB (Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca) ikut serta menyuarakan pembudayan gemar membaca ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun