Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal Tsundoku Syndrome, Rajin Beli Buku tapi Tidak Dibaca

15 Oktober 2022   12:37 Diperbarui: 15 Oktober 2022   15:24 2193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku| Pexels.com/Pixabay

Jeany seorang pecandu buku, dapat dikatakan begitu. Karena, setiap melintas di sebuah toko yang menjual buku. Dia pasti akan singgah, melihat-lihat, lalu membeli buku. Apalagi, bila ada bazaar buku dengan harga yang lumayan ramah di kantong. Maka, Jeany tidak segan-segan untuk memborong banyak buku. Bahkan, pernah dalam satu hari ia membeli hampir lima buah buku dengan harga yang cukup mahal.

Tidak ada yang salah sebenarnya dengan kebiasaan Jeany ini. Hanya saja, action setelah buku tersebut terkumpul di rumah. Itu yang menjadi bahan pertanyaan. Karena, Jeany memiliki kebiasaan yang dapat dikatakan kurang bagus. Ia hobi mengoleksi buku, namun kadang malas untuk membacanya. Sehingga, buku-buku tersebut akan dibiarkan saja tersusun rapih di dalam lemari, hingga berdebu. 

Siapa nih, di antara Kompasianer yang sama juga seperti Jeany? Memiliki banyak buku di rumah. Bahkan, dapat dikatakan sebuah perpustakaan. Karena, terdiri dari banyak kumpulan bahan bacaan. Tetapi, hanya dibiarkan menumpuk begitu saja tanpa ada aksi atau niat untuk membacanya.

Tsundoku Syndrome

Tsundoku syndrome, begitulah istilah yang tepat untuk kebiasaan yang dilakukan oleh Jeany terkait koleksi buku-bukunya yang menumpuk dalam lemari di rumahnya. 

Istilah ini berasal dari bahasa Jepang, yakni Tsunde-Oku yang berarti dibiarkan menumpuk, dan Dokusho artinya membaca buku. Dapat dikatakan bahwa, tsundoku merupakan sebuah keadaan di mana seseorang, memiliki banyak bahan bacaan, tetapi ia membiarkannya saja hingga menumpuk, tanpa membacanya.

Kebiasaan ini, oleh para ahli psikologi disebut sebagai tsundoku syndrome. Meski belum ada sebuah study yang menyatakan bahwa kebiasaan ini termasuk ke dalam penyakit kejiwaan atau gangguan mental. Namun, dari gejalanya tsundoku dapat dikategorikan ke dalam salah satu bentuk Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Wah, bahaya juga nih Gengs.

Faktor Penyebab

Ada beberapa alasan atau faktor yang menyebabkan Jeany atau siapapun di antara kita memiliki kebiasaan tsundoku. Berikut sudah saya rangkumkan untuk Anda.

1. Mendapatkan sensasi kesenangan dari menumpuk banyak buku di rumah

Akui saja, ini khusus bagi pecinta buku, ya. Sesaat setelah kita membeli buku, jenis apapun buku yang dibeli, berapa pun harganya. Maka, sensasi pertama yang kita rasakan di dalam hati adalah perasaan senang. Entah, senang tersebut berasal dari hormon dopamin yang tumbuh subur di dalam otak kita. Ataukah karena sensasi sesaat saja. 

Hal kedua yang menimbulkan sensasi menyenangkan terkait kepemilikan buku adalah dikala membuka plastik pembungkus buku. Kita akan membolak-balik buku tersebut. Mengecek jenis kertas, huruf, banyak halaman, membaca bagian belakang buku yang memuat sinopsis atau menjelaskan isi buku.

Lalu, sensasi yang ketiga adalah perasaan senang saat menumpuk buku atau menyimpan buku di dalam lemari atau rak pajangan khusus untuk buku di perpustakaan mini atau pojok baca yang kita miliki di rumah.

2. Ingin diakui sebagai orang intelek dan cerdas

Ego kita sebagai manusia adalah ingin mendapat pengakuan. Dalam hal apapun. Begitu juga, pengakuan terkait aspek kecerdasan. Kita ingin tampak smart di hadapan orang lain. Nah, tumpukan buku yang banyak di rumah, dianggap sebagai bukti nyata atau sebuah fakta bahwa seseorang dianggap memiliki otak yang cerdas dan terkesan intelek.

Hal ini terjadi, karena di dalam film-film yang kita tonton selalu digambarkan bahwa di rumah seorang yang pintar atau smart, umpama dosen, guru, profesor, ahli, dokter, dan lain-lain. Di latar belakang atau background rumah, sebagai latar tempat dari peristiwa di dalam cerita tersebut, selalu kita lihat lemari atau rak dengan buku-buku tebal yang tersusun rapih.

3. Memiliki kesempatan membeli buku, tapi kekurangan waktu atau niat untuk membacanya.

Ini menjadi alasan yang diklaim oleh banyak orang di muka bumi. Bahwa, kita semua memiliki kesempatan, materi, dan juga niat yang kuat untuk dapat memiliki sebuah buku. Itu artinya, ada kesadaran yang tumbuh dari dalam hati kita, untuk membaca dan mendapatkan ilmu serta wawasan dari buku yang dibeli.

Namun, sayang setelah buku terpajang dengan manis dan elegan di lemari. Terkadang, karena kesibukan dan padatnya jadwal aktivitas. Baik di pekerjaan, organisasi, maupun keluarga. Kita seakan-akan kekurangan atau tidak punya waktu. Bahkan, untuk sekedar mengambil sebuah buku, membuka sampulnya, dan memulai membaca paragraf pertama.

Cara Mengatasi

Agar kebiasaan kurang baik tersebut tidak berkelanjutan dan berkembang ke arah yang lebih serius, yakni OCD sungguhan. 

Maka, kita harus melakukan sesuatu. Berikut adalah beberapa tips mengatasi tsundoku syndrome yang saya kutip dari Sonora.id.

1. Stop membeli buku untuk sementara waktu

Perlu upaya yang kuat dan ketegasan kepada diri sendiri untuk berhenti. Stop dulu membeli buku untuk jangka waktu tertentu. Mungkin satu atau dua bulan. Kita harus memiliki agreement atau kontrak dengan diri sendiri. Umpama, boleh membeli satu buku, jika sudah menyelesaikan membaca satu buku baru yang dibeli bulan kemarin. 

Hal ini, akan sangat bermanfaat bagi kesehatan mental kita. Mengingat, membeli buku tanpa ada niat untuk membacanya. Hanya akan menguras keuangan kita. Tanpa ada manfaat lebih yang dapat kita rasakan. Selain hanya sensasi kesenangan belaka. Kita tidak mendapat nilai lebih dari uang yang telah kita keluarkan untuk membeli buku.

2. Sisipkan pembatas buku yang eyecatching di dalam buku

Saat memulai untuk konsisten membaca sebuah buku. Agar kita merasa tertarik dan semangat untuk melanjutkan dan komitmen menyelesaikan buku itu dibaca hingga tuntas. Alangkah lebih baiknya, jika kita menarik mood atau spirit yang ada di dalam jiwa kita dengan menaruh pembatas buku yang full colour.

Karena, secara psikologi otak dan mata manusia akan tertarik dengan benda-benda yang eyecatching atau menarik. 

Luangkan waktu untuk memilih pembatas buku yang bagus, kuat, dan warna-warni di toko aksesoris. Kalau memungkinkan, kita bisa membuat sendiri dengan menyematkan kata-kata motivasi atau quote seputar membaca dalam pembatas buku tersebut.

3. Buatlah action atau sesuatu yang bernilai dari buku yang kita miliki

Sebuah buku yang telah kita beli akan memberikan nilai tambah bagi diri pemiliknya. Tatkala, kita melakukan action atas buku tersebut. Setelah membaca tuntas sebuah buku, alangkah bijaknya jika kita menambahkan nilai pada aktivitas membaca yang telah kita lakukan.

Apa saja bentuk memberi nilai tambah tersebut. Mungkin, kita bisa menulis resume berupa ringkasan materi dari isi buku yang telah kita baca. Agar menghasilkan nilai tambah, kita dapat menuliskan resume atau review buku tersebut secara kreatif dalam bentuk fish bone, mind map, atau hand lettering. 

Hasil resume atau review yang menarik tersebut dapat kita upload di media sosial. Selain itu, kita juga dapat menghasilkan karya baru dari buku yang telah kita baca. Banyak kok jenis tulisan yang dapat kita pilih untuk menuangkan gagasan kita terkait buku tersebut. Kita bisa menuliskannya dalam bentuk artikel, puisi, atau cerita pendek.

4. Buatlah agenda atau jadwal membeli buku

Buatlah agenda atau jadwal yang jelas terkait pembelian buku. Agar aman juga untuk keuangan kita. Karena, tidak etis juga kalau kita terlalu offer dalam membeli buku. Hingga untuk kehidupan sehari-hari kita keteteran. Agenda ini akan mengerem nafsu kita untuk belanja buku. 

Ingatlah kata pepetah, Tidak ada faedah yang baik pada suatu hal yang berlebihan, meskipun hal tersebut bernilai kebaikan. Agenda atau jadwal akan menyeimbangkan kehidupan kita. Bahwa, di dalam hidup ini, kita harus memiliki skala prioritas. Jika kita pada bulan ini sedang membutuhkan banyak referensi dari buku. Umpama, saat sedang menyelesaikan skripsi, tesis, penelitian, dan lain-lain. Mungkin tidak apa-apa, jika pengeluaran untuk membeli buku agak membengkak. 

5. Sumbangkan buku atau jual kembali

Jika buku di lemari dan rak di rumah kita sudah overload. Maka, mau tidak mau kita harus menerapkan metode Konmari secepatnya. Apa itu? Kita harus memilah mana buku yang akan dibaca dan dianggap akan memberikan nilai lebih bagi diri kita. 

Pilih beberapa buku, lalu tempatkan pada keranjang. Setelah itu, susun kembali buku-buku yang akan kita baca di kemudian hari di dalam lemari. Taruh satu buku di atas meja belajar atau meja ruang keluarga, ini harus kita agendakan dibaca dalam waktu dekat. Mungkin sore ini, malam, atau esok hari.

Ada dua hal yang dapat kita lakukan pada buku di dalam keranjang. Jika kamu ingin beramal, dan mendapatkan kebahagiaan saat buku kita dibaca dan bermanfaat bagi orang lain. Maka, menyumbangkan buku adalah opsi yang dapat kamu pilih. Namun, jika kamu merasa sayang dan ingin agar uang untuk pembelian buku itu dapat kembali ke dompet. Maka, kamu dapat menjual buku tersebut.

Itulah, sekilas tentang tsundoku syndrome, definisi, faktor penyebab, dan cara mengatasinya. Semoga, setelah ini tidak ada lagi buku yang mendapatkan perlakuan tidak adil. Hanya sekedar dibeli dan mengisi lemari, tanpa tersentuh, dibaca, apalagi memberikan manfaat. Buku juga punya perasaan lho. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun