Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Double Burden yang Dialami Perempuan Terkait Pekerjaan Rumah Tangga

1 Oktober 2022   10:27 Diperbarui: 1 Oktober 2022   15:07 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal ini, gender yang dirugikan dan mendapatkan beban pekerjaan yang lebih banyak itu sebenarnya bisa siapa saja.

Bisa laki-laki, bisa juga perempuan. Tetapi, dalam kenyataannya di lapangan. Selalu saja jenis kelamin perempuan yang mengalami double burden. Jarang sekali, bahkan tidak ada laki-laki yang dikabarkan mendapat beban lebih banyak daripada perempuan.

Apa penyebab double burden, sehingga perempuan yang selalu menjadi korban?

Seperti dikutip dari laman kemdikbud.go.id, bahwa ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya double burden pada perempuan dalam rumah tangga.

1. Pelabelan sifat-sifat tertentu (stereotip).

Perempuan dalam kehidupan ini dilabeli dengan sifat-sifatnya yang baik, lemah lembut, keibuan, suka mengurus, merawat, dan membantu orang lain.

Pelabelan berdasarkan sifat-sifay tersebut, tampak dari permukaan seperti sedang memuji dan menyanjung. Namun, ternyata di balik itu, pelabelan tersebut mengantarkan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat domestik.

Bukan saja menjadikan perempuan sebagai pelayan bagi orang lain. Dalam hal ini, melayani suami, orang tua, dan anak-anak yang mau tidak mau harus menjadi tanggung jawabnya.

Perempuan juga rentan mendapatkan beban yang berlebih terkait stereotip tersebut. Apalagi, bila ia juga berperan sebagai wanita karir yang harus bekerja di luar rumah.

2. Pemiskinan ekonomi terhadap perempuan.

Minimnya pemilikan perempuan terhadap barang-barang yang bersifat ekonomi. Dalam hal ini, menyangkut peran perempuan yang tidak bisa menghasilkan uang di luar rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun