Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Menjalani Hidup dengan Santai ala Slow Living dan Filosofi Membeli Sate

26 September 2022   12:17 Diperbarui: 9 Oktober 2022   01:00 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi slow living | sumber: Pexels.com/Van Long Bui

Dunia kita saat ini, sangat dipengaruhi oleh hustle culture. Dimana masyarakat beranggapan bahwa kesuksesan hanya akan didapat saat kita bekerja keras, bahkan gila kerja. Hingga melupakan porsi istirahat untuk tubuh, dampaknya saat sudah kewalahan. 

Bukan hanya tubuh yang akan sakit dan menuntut rehat, namun juga semua aspek kehidupan. Termasuk keluarga dan pekerjaan yang kita bela mati-matian pun tetap akan menuntut untuk dirampungkan.

Disadari atau tidak, jika kita terlalu memporsir diri untuk sebuah pekerjaan. Hal tersebut, meskipun termasuk ke dalam dedikasi dan etos kerja. Namun, tidak akan baik dampaknya bagi diri kita sendiri. Terutama, bagi kesehatan. 

Adanya hustle culture membuat kita kekurangan waktu untuk me time. Sehingga, dengan hal tersebut menyebabkan jiwa kita rentan stres dan merasa tertekan. Untuk menetralisir hustle culture dan menerapkan gaya hidup yang seimbang. 

Penting kiranya bagi kita untuk menerapkan sebuah gaya hidup yang lebih manusiawi dan sesuai dengan kebutuhan kita. Dimana ada porsi yang seimbang antara, kebutuhan istirahat, bekerja, beribadah, keluarga, dan sosialisasi.

Gaya hidup yang dimaksud adalah slow living. Berikut sudah saya rangkumkan dari berbagai sumber.

A. Slow Living sebagai sebuah gaya hidup

Seperti dijelaskan popbela.com, bahwa slow living asal mulanya dimulai dari akronim kata SLOW. S = Sustainable, L= Local, O=  Organic, dan W= Whole. 

Gerakan ini muncul untuk pertama kali di kota Roma pada tahun 1980-an dalam hal slow food movement. Artinya, saat kita mengkonsumsi makanan, maka kita harus menikmati makanan tersebut secara lambat. 

Mengunyahnya hingga lumat dengan pelan-pelan. Agar tubuh dapat menyerap vitamin dan sari pati makanan. Dengan demikian, maka pergerakan makanan ke usus pun akan menjadi lebih baik, dan pencernaan pun akan lebih sehat.

Pada masa kini, tren slow food ini berkembang menjadi konsep hidup, yakni slow living. Bahwa, kita menjalankan semua aktivitas dalam mode yang lambat dan tepat. 

Kita meneurunkan sedikit kadar waktu yang biasa kita gunakan dalam menjalani sebuah aktivitas. Agar dalam durasi waktu tersebut, tubuh dan jiwa kita dapat menyerap dengan baik maknanya. Dengan begitu, kita akan lebih menikmati proses kehidupan yang kita jalani.

Carl Honore --Seorang Penulis buku In Praise of Slowness menjelaskan :

Slow living merupakan sebuah revolusi budaya yang melawan gagasan bahwa lebih cepat lebih baik. Filosofi lambat bukan berarti, melakukan segala sesuatu seperti siput. Tapi, tentang melakukan segala aktivitas dengan kecepatan yang tepat. 

Menikmati jam dan menit yang berlalu. Kita melakukan kegiatan sebaik mungkin, bukan secepat mungkin . Slow living lebih berbicara tentang kualitas, daripada kuantitas dalam segala hal. Mulai dari pekerjaan, makanan, hingga menjalani parenting.

Saat kita memundurkan sedikit durasi waktu dan pergerakan kita dalam kehidupan ini. Maka, rasakanlah oleh kamu, kehidupan akan memberikan kesempatan untuk kita melakukan evaluasi tentang hal apa yang penting dalam kehidupan ini, kita juga akan bisa membuat keputusan secara sadar dan lebih matang. 

Selain itu, kita akan benar-benar hadir, mengalami, dan menikmati saat kita berada di suatu tempat dan mengerjakan sebuah aktivitas.

B. Mengapa harus slow living

Banyak hal positif yang akan kita dapat, saat mulai menerapkan gaya hidup slow living dalam semua aktivitas kita. Sudah sering kita dengar kan, kalimat seperti ini :

Hidup ini hanya sekali, rugi jika dalam hidup yang hanya sekali ini. Kita tidak menikmati momen-momen yang terjadi dalam kehidupan kita. Apalagi, bila momen-momen itu berupa kebahagiaan, keberhasilan, dan rasa cinta.

Dengan menjalankan hidup secara agak melambat, maka hidup kita akan menjadi lebih mindfulnes atau living in the moment. Selain itu, aktivitas akan menjadi lebih sedikit. 

Karena, kita memangkas beberapa aktivitas yang tidak perlu. Pikiran kita akan mengarahkan tubuh untuk yakin bahwa tidak semua hal atau keinginan harus dapat dicapai dalam waktu sekejap dan bersamaan. Pelan-pelan saja, yang penting adalah bertahap.

Dalam peribahasa Sunda, terkait hal ini kita mengenal kalimat, nete taraje nincak hambalan. Artinya, melakukan sesuatu secara tertib dan bertahap. Tertib, maksudnya berurutan dari langkah pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. 

Saat kita menerapkan slow living dalam hidup ini, kita akan merasakan sebuah ketenangan dalam jiwa kita. Dengan perasaan yang damai ini, kita akan mudah melihat ke kedalaman hati kita. Apa yang terasa di sana, akan muncul sebuah aura yang sejuk dan tenteram. 

Kita tidak lagi, membandingkan keadaan kita dengan pencapaian orang lain. Itu adalah hal yang terpenting. Karena, biasanya yang akan menjadi sumber tergesa-gesa itu adalah rasa iri terhadap orang lain, ingin sukses secara instan, dan ingin serba cepat dalam segala hal.

C. Bagaimana Cara menerapkan slow living dalam kehidupan sehari-hari

Memang tidak mudah beralih dari hustle culture yang serba cepat dan terburu-buru ke dalam gaya hidup slow living. 

Jadi, yang mana kita menikmati kehidupan secara lambat, tapi tetap fokus. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk bisa memulai menerapkan gaya hidup ini dalam keseharian kita.

1. Mulai dengan bangun di pagi hari secara tenang dan pelan-pelan. Ucapkan dulu syukur alhamdulillah, bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan. Gerakanlah kepala dan tangan sebagai stretching, agar badan kita siap memulai hari.

2. Nikmati udara segar di pagi hari dengan menyeruput secangkir teh hijau. Berjalan-jalanlah di sekitar rumah, sekedar menghirup udara segar. Ambil air wudlu, tunaikan ibadah pada Yang Maha Kuasa.

3. Hanya ada satu kegiatan yang akan kita lakukan pada hari tersebut, fokuslah untuk menjalaninya dengan tenang dan bahagia. Jauhkan gawai dari sekitar kita. Karena, barang inilah yang menjadi salah satu penyebab hidup kita menjadi serba cepat.

4. Gunakan waktu kosong untuk mencoba membuat sebuah kreasi yang melibatkan keluarga. Entah itu, memasak sebuah menu, membuat kreasi DIY, menonton film komedi, berkebun, dan lain-lain.

5. Fokuslah bahwa pekerjaan kantor, hanya dilakukan di kantor. Jika belum selesai, maka kita akan membereskannya pada keesokan harinya. Kecuali, bila kita fokus dan berniat akan membereskannya hari itu, agar pekerjaan kantor tidak mengganggu waktu istirahat kita di rumah bersama keluarga.

D. Filosofi membeli sate

Terkait gaya hidup slow living ini, saya teringat sebuah cerita tentang filosofi membeli sate. Bahwa, saat kita berniat membeli sate. 

Maka, tanpa diminta tukang sate akan memberikan acar, bumbu kacang, sambal kecap, tusuk satenya tentu saja, dan plastik untuk pembungkusnya.

Apa yang kita dapat akan berbeda, jika niat kita membeli sate. Tapi, kita membelinya satu per satu, umpama : acarnya dulu, tusuk sate, bumbu kacang, sambal kecap, baru kita ngomong beli sate.

Artinya, di dalam hidup ini kita harus melihat apa tujuan utamanya. Umpama, tujuan utama hidup kita adalah ingin bahagia, hidup tenang penuh kedamaian. Maka, mari kita hadapkan diri kita kepada Yang Maha Kuasa, lakukan ibadah dengan sebaik-baiknya. 

Belilah sate, atau kebahagiaan itu dari Tuhan Yang Maha Esa. Maka, hal-hal kecil lainnya berupa kesuksesan, nilai ujian yang bagus, keluarga yang rukun, pekerjaan yang berkah, dan lain-lain akan mengikuti. 

Sesuai dengan filosofi, bahwa saat kita membeli sate. Maka, acar, bumbu kacang, dan sambal kecap akan hadir tanpa diminta.

Hal ini, sudah coba saya terapkan. Berkali-kali mengalami kegagalan dalam sebuah tes. Karena, tujuan saat itu harus lulus dengan nilai baik, agar bisa mendapatkan tunjangan. 

Sehingga, terus saja fokus menghapal dan belajar tidak mengenal waktu dan istirahat. Badan pun protes, dengan sakit berhari-hari dan lama untuk sembuh.

Sebuah nasihat dari ibu menyadarkan saya, "Serahkan kepada Allah, mintalah yang terbaik dari-Nya." Setelah melakukan hal tersebut, jiwa terasa tenang. Saya menjalani kehidupan dengan santai, belajar untuk tes tetap dilakukan, tapi tidak ngoyo. 

Saya memberi alokasi sekitar satu jam saja untuk belajar. Lainnya, digunakan untuk ibadah, mengurus keluarga, dan menikmati kehidupan. Alhamdulillah, tanpa disangka tes berjalan lancar dan hasilnya sangat memuaskan.

Itulah, sekilas tentang gaya hidup slow living, semoga bermanfaat. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun