Citra perempuan selalu dipandang sebagai beban orang tua, beban bagi suami, dan tidak mampu mandiri secara finansial. Hal tersebut dapat kita lihat dari konteks masyarakat pada jaman dahulu, bagaimana memposisikan perempuan dalam bidang ekonomi.Â
Untuk melihat kedudukan dan peran perempuan di bidang ekonomi pada masa tahun 1900-an. Mari kita lihat dan pahami teks peribahasa Sunda berikut. Agar kita dapat mengetahui konteks ekonomi seperti apakah yang terekam dalam masyarakat Sunda saat itu.Â
Perempuan bukan pencari nafkah
Peribahasa 'awew mah tara cari ka Batawi' secara leksikal dapat dijelaskan sebagai berikut. Kata awewe dalam kamus memiliki arti perempuan atau wanita. Hal ini menunjukkan jenis kelamin, lawan kata dari awewe adalah lalaki atau laki-laki.
Kata 'mah' merupakan kata yang menjelaskan tentang perempuan. Tara artinya tidak pernah (teu ara) artinya tidak akan pernah, bukan tacan (teu acan. Tara memiliki arti yang sama dengan kata moal atau tidak akan.
Cari di dalam bahasa Sunda artinya hampir sama dengan makna cari dalam bahasa Indonesia, bedanya jika dalam bahasa Indonesia cari itu bersifat umum, yakni mencari untuk menemukan barang atau benda yang belum ada.Â
Di dalam bahasa Sunda, cari memiliki arti husus, yaitu mencari materi. Dalam hal ini uang dan kekayaan untuk membiayai diri. Ka artinya ke, menunjukkan arah atau tujuan. Batawi adalah Batavia.
Mengapa dalam peribahasa tersebut, dikatakan bahwa cari alias mencari nafkah itu ke Batawi bukan Jakarta, Kalimantan, atau luar negeri.Â
Hal ini disebabkan karena pada masa itu, berdasarkan keterangan sejarah, Betawi yang merupakan daerah pantai yang berada di ujung kota Jakarta. Kota ini dikenal sebagai kota pelabuhan, tempat di mana manusia dari berbagai suku bangsa dan negara bertemu.Â
Bahkan, sejak dahulu kala, sebelum kedatangan bangsa kolonial di abad 16.
Maka, dapat dimengerti secara ekonomis Betawi dijadikan sebagai tempat tujuan bagi orang-orang untuk mencari nafkah. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Jakarta kini menjadi kota metropolitan bahkan megapolitan. Kota ini menjadi magnet bagi semua masyarakat yang berada di seluruh penjuru Indonesia.
Kata tapi menunjukkan pertentangan, bahwa bukan ke Betawi. Kewajiban perempuan itu bukan mencari nafkah. Kata selanjutnya adalah salaki artinya suami, lawan katanya istri.
Secara istilah, peribahasa awewe tara cari ka Batawi, tapi cari ka salaki memiliki makna bahwa perempuan tidak perlu pergi jauh untuk mencari nafkah, cukup dengan mengabdi kepada suami saja.Â
Berdasarkan peribahasa ini, kedudukan perempuan sudah jelas tergambar. Bahwa perempuan tugasnya bukan mencari nafkah, tapi mengabdi kepada suami.
Diferensiasi peran
Pada jaman dahulu, diferensiasi peranan atau pembedaan peran terjadi dalam masyarakat Sunda. Suami sebagai kepala keluarga, memiliki tugas untuk memimpin keluarga dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup semua anggota keluarga.Â
Sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga, harus tinggal di rumah, bertugas mengurus rumah, anak-anak, dan memastikan bahwa kebutuhan makan-minum anggota keluarga tercukupi.
Kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi diibaratkan sebagai bendahara saja, yakni mengelola uang yang diberikan suami. Lalu, dengan uang itu, istri membaginya ke dalam beberapa pos kebutuhan.Â
Dari mulai kebutuhan dapur, pendidikan, rutin bulanan, dan lain-lain. Untuk semua hal yang termasuk kebutuhan tersebut, istri harus dapat memastikan bahwa uang yang didapat suami cukup untuk hidup selama satu bulan.
Karena, kedudukannya sebagai pengatur uang saja, maka perempuan tidak memiliki kuasa penuh untuk memakai uang tersebut bagi kebutuhan pribadinya.Â
Kecuali, bila suami mengijinkan. Bila istri membelanjakan uang tersebut untuk hura-hura, poya-poya, dan mempercantik diri. Mungkin dia harus siap-siap menerima omelan suami jika di akhir bulan, uang tersebut tidak cukup.
Peribahasa awewe mah tara cari ka Batawi dalam hal ini, memberikan citra kepada perempuan, bahwa dia memiliki kedudukan dalam ekonomi.Â
Tapi bukan sebagai pencari nafkah, bukan yang cari ka Batawi. Hanya suami-lah yang berkedudukan sebagai pencari nafkah, mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan ditempatkan di rumah untuk mengatur uang yang didapat oleh suami.
Kebutuhan perempuan ditanggung oleh laki-laki
Peribahasa ini sebenarnya sudah menempatkan perempuan pada posisi yang enak. Berada pada tanggungan suami, seperti yang sudah disyariatkan agama. Bahwa, perempuan di dalam Islam tidak memiliki kewajiban finansial apapun dalam hal memberikan nafkah.
Bahkan, saat sebelum menikah pun, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, pendidikan, dan keuangan perempuan ditanggung oleh ayah atau saudara laki-lakinya.Â
Jika sudah menikah maka kewajiban itu jatuh pada suami, dia harus memikul tanggung jawab menafkahi perempuan yang menjadi istrinya. Tentu saja, nafkah bukan hanya memberi makan dan rumah, ya.
Karena, ternyata nafkah itu seperti yang dijelaskan dalam agama Islam. Nafkah yang wajib diberikan seorang suami kepada istrinya itu ada tiga. Pertama, nafkah keluarga yaitu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari istri dan anak-anak. Dari mulai makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal.
Kedua, nafkah barang pribadi istri. Nafkah ini harus dibedakan dengan nafkah yang pertama. Nafkah ini tetap wajib diberikan kepada istri, walaupun istri bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Nafkah tersebut akan digunakan oleh istri secara bebas, untuk kecantikan, mengembangkan diri, atau sekedar untuk ditabung.Â
Ketiga, nafkah batin berupa ketenangan jiwa, penghargaan, kebahagiaan, sikap yang baik, kepuasan seksual, dan lain-lain.
Salaki atau suami dalam peribahasa ini digambarkan sebagai tempat bagi istri untuk meminta uang. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya istri tidak harus repot-repot bekerja mencari nafkah. Ia tinggal meminta saja kepada suaminya. Karena, kewajiban suami adalah memberi nafkah untuk keluarganya.
Hal ini menandakan bahwa kedudukan perempuan diposisikan sebagai tangan yang di bawah. Tangan yang menengadah menerima uang.Â
Meskipun ia memiliki kedudukan sebagai bendahara, manajer pengelola uang, dan wakil kepala keluarga. Kedudukan tersebut menempatkan ia dalam lingkungan domestik, yakni dapur, sumur, dan kasur.
Bahkan, ketika nafkah yang diberikan suami habis sebelum waktunya. Seorang istri pun tidak memiliki keberanian untuk meminta lagi. Ia cenderung akan menutupinya dengan berhemat sebisa mungkin, mengencangkan ikat pinggang, atau menjual aset yang ia miliki, umpama mas kawin atau barang pribadi miliknya.Â
Peran perempuan masa kini
Pada masa kini, keikutsertaan peran perempuan dalam bidang ekonomi sangat diprioritaskan. Beragam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong dan mendukung peran tersebut.Â
Baik berupa sokongan modal, peraturan yang melindungi keikutsertaan perempuan dalam bidang ekonomi, kita mengenalnya dengan undang-undang tenaga kerja.Â
Selain itu, pemerintah juga membuka keran emansipasi selebar-lebarnya bagi perempuan untuk berkiprah di berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi.
Hal ini dilakukan seiring dengan bangkitnya gerakan perempuan di berbagai belahan dunia. Mereka menuntut adanya kesetaraan gender dalam berbagai bidang.Â
Mereka juga menuntut agar perempuan tidak lagi dianggap submissive sebagai penduduk kelas dua dalam masyarakat. Hanya berperan dalam ranah domestik dan dianggap sebagai obyek bagi kebahagiaan laki-laki.
Data kontribusi perempuan bagi perekonomian
Menurut data dari Kementerian Keuangan, dijelaskan bahwa peran perempuan dalam bidang ekonomi meningkat secara signifikan. Hal ini dapat dilihat pada keikutsertaan mereka pada sector UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).Â
Sekitar 53,76 persen usaha yang tergabung dalam UMKM dimiliki oleh perempuan. Karyawan yang bekerja pada usaha tersebut 97 persen merupakan karyawan perempuan. Mereka menyumbang kontribusi bagi perekonomian negara sebanyak 61 persen.
Dalam bidang investasi, yang biasa dikuasai oleh laki-laki, ternyata perempuan mampu berkontribusi hingga 60 persen.Â
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, hal ini menjadi bukti bahwa literasi dan kemampuan perempuan untuk berfikir secara cerdas, menyediakan dana yang aman bagi keluarga, dan berinvestasi dalam bidang usaha yang produktif sudah sangat potensial dan nyata.
Memang, secara alami sesuai fitrahnya perempuan masih tetap memiliki kedudukan sebagai ibu. Dia harus mengalami menstruasi setiap bulan, mengandung, menyusui, melahirkan, dan mengasuh anak. Karena, semua hal itu adalah kodrat yang melekat pada perempuan.
Perempuan menuntut kesetaraan gender, tentunya sebagai sebuah bentuk aspirasi. Agar mereka bisa memperoleh hak yang sama dalam hal mendapatkan kebahagiaan, kebanggaan, penghargaan, dan cinta. Bukan bermaksud untuk menyerupai laki-laki, atau ingin mengubah dirinya seperti laki-laki, menjadi superior dan berkuasa.
Kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi, meliputi : pemilikan materi, kecukupan sandang pangan, dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, serta kiprah perempuan dalam mencari nafkah. Semua itu dari jaman dulu kala sebenarnya sudah ada.
Perempuan sudah memiliki kedudukan dan peran yang sangat krusial dalam bidang ekonomi, meski masih terbatas berdaya di rumah.Â
Perempuan jaman dahulu menghasilkan uang dengan cara: bertani, menanam sayur-mayur, beternak, berdagang, mengolah nira menjadi gula, dan lain-lain. Semua pekerjaan itu mereka lakukan sambil mengasuh anak-anak.
Bila perempuan memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian. Maka, perekonomian global, pada tataran ekonomi internasional akan mendapatkan manfaat yang besar, berkisar antara US$12 triliun, pada tahun 2025.Â
Hal ini diungkapkan oleh McKinsey---perusahaan konsultan manajemen yang melayani konsultasi manajemen global dalam bidang bisnis, pemerintahan, dan industri.
Dengan demikian, kiprah dan peran perempuan dalam bidang ekonomi sangat besar kontribusinya bagi kemakmuran keluarga, negara, bahkan dunia dalam skala internasional. Karena, dengan perempuan yang mampu mandiri secara finansial, tonggak perekonomian negara akan kokoh dan kuat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI