Mohon tunggu...
Isti  Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Freelancer, suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaafkan dan Dimaafkan, Melepas Beban Meraih Kedamaian

1 April 2025   20:02 Diperbarui: 1 April 2025   23:54 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memaafkan dan Dimaafkan, Melepas Beban Meraih Kedamaian(ilustrasi dibuat dengan Meta AI)

"Mohon maaf lahir batin ya!"

"Sama-sama!"

Kata-kata ini lazim diucapkan saat idul Fitri atau hari raya lebaran. Kemudian ada yang berpendapat lengkap dengan dalilnya, bahwa mohon maaf sebaliknya dilakukan sebelum melaksanakan puasa ramadan, dan yang terakhir, minta maaf setelah kita melakukan kesalahan.

Mungkin yang paling tepat kita meminta maaf langsung setelah melakukan kesalahan atau tak sengaja maupun dengan sengaja menyinggung perasaan orang lain. 

Tapi ada kata-kata pedas di medsos, yang bunyinya begini "  aku seharian di dapur, jarang bertemu orang lain, kenapa saat lebaran harus keliling kampung meminta maaf pada semua orang?".

Sebenarnya kata-kata ini tidak salah, tapi ditinjau dari tata Krama sangat tidak sopan. Meminta maaf saat lebaran bukan sekedar meminta maaf dan berusaha menetralisir kesalahan, tapi di situ ada nilai-nilai kerukunan, menyambung silaturahmi, dan mohon maaf yang mungkin tidak kita sadari karena kita tidak sengaja melakukan kesalahan, dan yang kita singgung juga diam saja tidak melakukan protes.

Saat minta maaf tanpa terkecuali pada semua orang, saat itulah orang yang kita singgung akan ikut memaafkan juga.

Dalam perjalanan hidup yang penuh dengan  interaksi sosial, gesekan dan konflik tak terhindarkan. 

Terkadang, kata-kata menyakitkan terucap, tindakan merugikan dilakukan, dan kepercayaan dikhianati. 

Luka batin pun menganga, meninggalkan rasa sakit, marah, dan kecewa yang mendalam. Di tengah badai emosi negatif ini, hadir sebuah pilihan yang seringkali terasa sulit namun memiliki kekuatan transformatif: memaafkan dan dimaafkan.

Memaafkan dan dimaafkan bukanlah sekadar mengucapkan kata-kata formalitas. Lebih dari itu, ini adalah sebuah proses internal yang kompleks, melibatkan pelepasan emosi negatif dan penerimaan terhadap kenyataan yang telah terjadi. 

Proses ini tidak selalu mudah dan membutuhkan waktu serta kemauan yang kuat. Namun, buah dari memaafkan dan dimaafkan sungguh manis dan membawa dampak positif yang signifikan bagi kesehatan mental dan emosional.


Suasana Hati Usai Memaafkan: Bebas dari Belenggu Masa Lalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun