Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tamu Ibu dan Penggugur Dosa

26 Februari 2023   12:04 Diperbarui: 26 Februari 2023   13:32 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tok. Tok. Tok..!!! Assalamu'alaikum..! "

Suara pintu diketuk dan Salam membuatku melongok dari tempat jemuran di samping rumah. 

"Wa'alaikumsalam warahmatullah..! "

Kujawab Salam dan kubuka pintu. Seorang perempuan yang sudah sepuh tersenyum samar. 

"Ibu ada? "

"Ada. Sebentar ya, Ibu lagi shalat dhuha."

Perempuan itu duduk di kursi teras. Aku menemaninya duduk di kursi sebelahnya dibatasi meja kecil. 

Baca juga: Ibu, Sang Notulis

"Panjenengan putranya ? " Tanya perempuan itu dengan ekspresi yang susah dilukiskan. 

"Nggih, Mbah! " Jawab ku. 

"Tinggalnya di mana? Sepertinya, Ibu biasanya sendirian? " Tanyanya lagi. 

"Di Madiun, Mbah! " 

Mata perempuan itu terlihat berkaca-kaca. 

"Anakku jauh semua, di Sumatera sama di Maluku. Tapi tidak pernah menengok ibunya! " Dilapnya butiran bening yang menetes dari matanya dengan ujung kebaya. 

Aku termangu. Baru kusadar, perempuan itu membawa banyak perkakas dari plastik. Nampan, mangkok, bahkan ada kemoceng dan sapu ijuk. Seperti nya dia berjualan. 

Luar biasa staminanya. Usianya sudah di atas 80 -an melihat busana kain dan kebaya dengan stagen yang dikenakannya. Usianya pasti di atas ibu

"Monggo, mbah! 

Tiba-tiba ibu sudah keluar,menandakan ritual shalat dhuha yang sudah selesai. 

Perempuan itu langsung memeluk ibu dan menangis. 

"Panjenengan senang, sering dikunjungi putra putrinya. Anak-anakku tidak pernah pulang!  Hik.. Hik.. Hik..! " Perempuan itu terisak-isak. 

"Sudah, tidak boleh sedih dan menangis. Sudah berjanji kan, kalau ke sini tidak boleh bersedih! " Ibu mengelus-elus punggung perempuan itu pelan. 

"Hik.hik.hik! " Perempuan itu terisak sambil mengangguk. Pelan-pelan isaknya mereda. 

"Anak-anak itu kita doakan saja, selalu sehat meski di perantauan. Semoga tidak kekurangan, dan kita semua juga selalu diberi kesehatan dan kecukupan". Ibu kembali mendudukkan perempuan itu di kursi. 

" Panjenengan sehat to, mbah! Kok lama tidak mampir, "kata Ibu. 

" Iya, agak kurang sehat. Alhamdulillah, ini sudah bisa keliling kembali. 

"Syukurlah, bulan kemarin saya tunggu-tunggu, lho! " Kata Ibu. 

"Nanti jatahnya didobel ya, sama bulan kemarin, " Kata perempuan itu sambil tersipu. 

Ibu hanya tertawa, tapi kemudian masuk ke kamar, dengan membawa 2 buah amplop yang langsung diserahkan. 

"Terima kasih," Perempuan itu terlihat gembira. Semoga bisa sedikit mengurangi beban kesedihannya. 

"Sekarang daganganku dibeli ya, Bu?! " Kata perempuan itu. 

"Ya sudah, ini beli nampannya saja! Berapa? "

"Dua puluh ribu! "

Ibu segera mengambil uang dan membayarnya. 

"Terima kasih! " Perempuan itu kemudian berpamitan dan melanjutkan berkeliling menjajakan dagangannya. 

"Siapa sih, Bu? "

"Ibu juga nggak kenal. Tahunya beberapa bulan yang lalu, datang menawarkan dagangan, terus menangis sambil menceritakan anak-anaknya yang jauh dan tak pernah mudik, " Kata ibu. 

"Sejak itu, sebulan sekali ibu siapkan amplop. Bulan kemarin nggak datang, jadi minta jatahnya didobel. Untungnya amplop yang bulan kemarin masih ibu simpan! " 

Kata ibu sambil tertawa. Aku ikut tertawa. Perempuan yang lucu. 

Ibu adalah tipe orang tua yang sangat mandiri. Berusaha tidak pernah merepotkan anak-anaknya. Apalagi masalah finansial. 

Ibu selalu cukup dengan uang pensiun bulanannya, dan juga uang pensiunan janda dari bapak. Bahkan selalu menyisihkan rutin per bulan untuk orang-orang yang membutuhkan. 

Ada, bahkan banyak teman dan kenalan yang bercerita, tiap bulan diwajibkan setor ke orang tua. 

Ada juga yang bercerita, kalau orang tuanya berkunjung harus dikasih uang. 

Itu semua tidak ada dalam kamus ibu. Ibu sangat mandiri. 

Kalaupun amplop yang kami berikan diterima, biasanya diteruskan untuk bersedekah pada yang membutuhkan. Atau diberikan sebagai uang saku untuk anak-anak kami saat mereka masih kecil. 

Di masa pensiunnya ibu juga masih tetap aktif bergaul dan berbagi. Menjadi cerita akhir tahun yang abadi. 

Ada yang setelah pensiun cuma tinggal di rumah, mengasingkan diri dari lingkungan sosial dan kusyuk beribadah untuk mempersiapkan kehidupan akherat. 

Kalau ibu masih tetap seimbang menjalani kehidupan dunia dan akhirat nya. 

Aktif bergaul dengan teman-teman seusianya. Tapi di rumah juga kusyuk berdoa. Saling kirim pesan WA saat tahajud, dan tadarus bersama dari rumah masing-masing. 

Seperti saat ini, aku berkunjung ke rumah ibu,  karena ingin menemani ibu berwisata ke eling bening bersama anggota koperasi desa.

Wisata Eling Bening, Semarang (dokpri) 
Wisata Eling Bening, Semarang (dokpri) 

 Tidak tega membiarkan ibu pergi sendiri, aku memilih menemaninya. Mungkin bisa menjadi kenangan indah. Seindah hadiah buat hari ibu

Berwisata juga bisa menjadi sarana taddabur alam mensyukuri nikmat keindahan ciptaanNya. 

Kami memang selalu mendukung aktivitas ibu. Tidak meminta hanya tinggal di rumah dan berdzikir, tapi membiarkan ibu tetap hidup dalam lingkungan sosial, dan tetap bergaul dan berbagi bersama sesama, sejauh ibu bahagia. 

Toh ibu tidak pernah melupakan ibadah. Bahkan 15 tahun yang lalu sudah berhaji, dan masih aktif di banyak majelis ta'lim. 

Bahkan akhir-akhir ini ibu sakit-sakitan. Mungkin itu wujud kasih sayang Allah untuk menggugurkan dosa-dosa ibu. 

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa- dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun- daunnya”. (HR.Bukhari no 5660 dan muslim no 2571).

Tok tok tok...! " Assalamu'alaikum! "

Datang lagi tamu ibu yang lain. Kali ini ibu yang langsung menemui. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun