Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Elegi Masa Depan Bus Kota

5 Desember 2022   20:45 Diperbarui: 5 Desember 2022   21:06 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bus kota dengan jumlah penumpang yang bisa dihitung dengan jari(dokpri) 

Sebulan terakhir, saya akrab dengan angkutan umum yang namanya bus. Sekian lama tak memanfaatkan angkutan umum ini membuat saya agak canggung dan was-was jika rute yang harus saya tempuh sudah tidak dilewati, atau jarang dilewati bus. 

Beruntungnya, rute yang harus saya lalui dari Madiun ke Purworejo masih berlimpah bus. 

Terinspirasi oleh kompasianival Kompasiana yang mengambil tema Kelana masa depan, Tiba-tiba dalam pikiran sata terlintas masa depan angkutan bus. 

Untuk jarak jauh, sepertinya angkutan ini masih menjanjikan. 

Bahkan bus patas, menurut saya semakin menarik karena tarifnya relatif murah. 

Dulu, saat tarif bus AKAP Purworejo-jogja 15-20 ribu, tarif bus patas 50 ribu. Membuat saya rela menunggu bus non patas karena selisih tarifnya lumayan. 

Tapi belakangan ini membuat saya terkejut. Saat bus AKAP Purworejo-jogja menaikkan tarif dengan alasan kenaikan BBM, sehingga menjadi 25-30 ribu, bus patas justru turun tarif menjadi 40 ribu. 

Selisih 10 ribu dengan kondisi yang jauh berbeda, tentu saja membuat saya memilih bus patas. 

Nyaman, bersih, berAC, bebas rokok, longgar, ada cas HP, dan bonus sebotol air minum. 

Tapi sesungguhnya, yang ingin saya bahas adalah bus kota yang beroperasi antara Madiun-Ponorogo. 

Sudah lama sekali saya tidak pernah naik bus ini. Bahkan saya sempat mengira kalau bus kecil Ponorogo -Madiun ini sudah tidak beroperasi. 

Kebetulan, saat saya kembali ke Madiun, suami saya tidak bisa menjemput di terminal. Hal itu karena suami saya sedang ada tugas mengajar daring mahasiswa PPG. 

Apa boleh buat. Saya harus memanfaatkan bus kecil ini. Beruntungnya, bus ini masih ada. Sayangnya, ngetemnya lumayan lama. 

Kebetulan, saya kebelet ke toilet. Alhamdulillah, dengan ngetem yang lama, saya jadi punya kesempatan ke toilet dulu. 

"Sepuluh menit! " Kata sopirnya memberi waktu. 

Saya hanya tersenyum. Kalau ditunggu alhamdulillah, ditinggal ya nggak papa. Bisa ngojek, atau memaksa naik bus besar dari Surabaya. Yang penting hajadku terlaksana dulu, hehehe.... 

Ternyata, saat saya balik dari toilet, busnya masih ngetem, dan baru ada 2 penumpang. Saya kembali naik bus, tak lama sopirnya masuk, dan bus berangkat. 

Mungkin tadi sengaja nunggu aku. Ge errr... Hehehe. 

Tempat duduk di bus kota. Kosong (dokpri) 
Tempat duduk di bus kota. Kosong (dokpri) 

Meski penumpang cuma tiga, bus berangkat. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana bus ini menutup biaya operasional dengan hanya 3 penumpang. 

Apakah masa depan bus kota akan gulung tikar karena orang lebih memilih naik sepeda motor dan kendaraan pribadi? 

Mungkin ini perlu Kelana masa depan untuk mempertahankan keberlangsungan bus kota. 

"Bu, turun mana? " Tanyaku. 

"Pagotan! " Jawab sang ibu yang duduk bersama putranya seusia SD. 

"Kalau turun Pagotan, bayarnya berapa, Bu? " Tanyaku berbisik. 

"Kalau dulu, sebelas ribu. Nggak tahu sekarang! ", jawabnya sambil berbisik juga. 

Saat turun di Pagotan, seperti nya ibu itu memberi ongkos 20 ribu, berdua dengan putranya. Pak sopirnya cuek, langsung menerima tanpa komentar. 

Giliran saya turun. Ah, kulebihin 5 ribu. Pikir saya. 

Dengan percaya diri kuberikan ongkos ke Pak sopir. 

"Kembaliannya ambil saja, Pak! " Kata saya sok cool... 

"Anu, Bu. Ongkosnya kurang! " Kata Pak Sopir. 

Wajahku langsung memerah. Jadi ingat kalau aku turun dolopo, paling tidak ongkosnya 2 kali ibu tadi yang turun di Pagotan. Eh... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun