Mohon tunggu...
Iis Siti Aisyah
Iis Siti Aisyah Mohon Tunggu... Freelancer - Teacher | Reader | Freelance Writer

Penikmat buku dan coklat secara bersamaan. Sini nyoklat di jejaksuaraa.blogspot.com :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bagaimana Memulai Menulis? Begini Menurut Redaktur Tempo

28 April 2018   17:50 Diperbarui: 29 April 2018   06:50 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: naomedia.co

Seberapa menarik tulisan yang kita buat jika tidak ada manfaatnya bagi pembaca? Menulis itu keberanian. Katanya dengan menulis mampu mengubah dunia, bahkan dengan satu tulisan bisa menembus beribu kepala. Luar biasa ya. Tetapi, menulis bisa jadi buntu dan hilang ide ketika kita tidak sering membaca, berkumpul dan bersosial. Dengan berkumpul bersama dengan pembaca atau penulis lain, biasanya ide akan tergali kembali. Karena itu saya akan memberikan sebuah cerita tentang perjalanan saya menggali ilmu di rumah cemara.

Entah kapan saya membuka pesan di group whatsapp Jabaraca yang memberikan informasi adanya kegiatan nulis bareng tempo yang diadakan Tempo Institute di Rumah Cemara Geger Kalong Girang. Pematerinya langsung diberikan oleh redaktur pelaksana koran tempo Yos Rizal. 

Awalnya saya ragu ikut acara ini, jarak tempuh yang jauh dan tempat yang masih asing membuat saya plin-plan menentukan pilihan ikut atau tidak. Melihat materi yang diberikan juga sepertinya hanya tentang dasar-dasar menulis, tetapi saya berpikir kembali dan merasa tidak ada salahnya jika saya bisa datang dan silaturahim dengan komunitas lain yang ada di Bandung. Selain itu saya juga bisa menambah ilmu dari sumber yang berbeda. Itupun seandainya memang saya bisa untuk datang. 

Akhirnya tepat pada hari Kamis tanggal 26 April 2018 saya bersama teman saya yang merupakan mahasiswi UIN Bandung memberanikan diri datang ke Rumah Cemara. Rumah Cemara adalah komunitas yang memiliki jargon "Indonesia Tanpa Stigma",  jika dilihat dari websitenya, rumah cemara adalah tempat penyembuhan dan rehabilitasi. Bisa dilihat sendiri di web-nya rumah cemara ya tentang apa yang disembuhkan. 

Saya datang ke tempat pelatihan dengan menggunakan grab-car. Untuk biaya berdua dengan status anak muda ongkos grab dari Ujung Berung ke Geger Kalong memang mahal, tetapi niat sudah bulat, ongkos itu urusan lain. Urusan kantong maksudnya, hik hik.

Datang ke Rumah Cemara dengan berpikir bahasan yang dibahas bakal biasa aja, luntur karena kebanyakan yang hadir adalah orang-orang yang sudah lama bergiat dalam komunitas dan menulis. Ada yang sudah memulai nulis di kompasiana sejak tahun 2010, nulis di media-media cetak dan yang lainnya.

Materi yang diberikan juga sangat fleksibel, peserta yang hadir bisa langsung bertanya kepada Pak Yos, sedangkan pembawa acara semangat memberikan refleksi ketika materi sudah terasa jenuh. 

Apa yang dibahas oleh Pak Yos? Tentang menulis, memulai menulis, struktur dari jenis tulisan, tren media, dan bagaimana tulisan bisa tembus redaksi. Tidak semua bisa dibahas dengan tuntas, tetapi menarik karena diskusi ini selalu dihujani dengan pertanyaan kritis dari peserta yang hadir. 

Ketika Pak Yos bilang bahwa menulis itu harus sesuai dengan kompetensi si penulis dibidangnya, peserta langsung intrupsi memberi sebuah masukkan bahwa orang bisa saja memiliki knowledge based dan skill based yang berseberangan. Orang bisa berpendidikan dibidang A tapi lebih paham dan menguasai dibidang B. Pak Yos setuju dengan pernyataan tersebut, bahkan beliau mengatakan bahwa dirinya merupakan lulusan Fisika UGM yang bekerja di bidang jurnalistik. Beliau yang jurusan Fisika tersebut pun mengaku tidak akan menerima tulisan yang berkaitan dengan sains karena dia tidak menguasainya, justru beliau suka dan berani menerima tulisan yang berkaitan dengan seni. Tetapi maksud Pak Yos adalah menulis sesuatu yang kita pahami secara mendalam dan dekat dengan diri kita, agar tulisan yang dibuat tidak hanya permukaannya saja, sehingga tulisan bisa kritis, dan lebih spesifik. "Jangan sampai orang tidak paham politik, tetapi menulis politik dan mengomentari politik," tutur Pak Yos.

Peserta yang lain, yang juga tidak kalah jauh dari Tasikmalaya juga bertanya tentang media yang hanya menerima tulisan yang dikenal oleh redaktur, atau orang dalam. Menurutnya, dirinya susah untuk menembus redaksi nasional karena dia tidak kenal redakturnya, tetapi ketika dirinya menulis untuk koran lokal tulisannya bisa diterima. Pendapat ini ditolak oleh Pak Yos, dan seharusnya penulis tahu dahulu jenis tulisan apa yang akan diberikan kepada media yang dia tuju dan menyamakan gaya bahasa dan juga ideologi yang seperti apa yang diinginkan media tersebut. Ketika menulis untuk republika tentukan dan baca seperti apa tulisan di republika itu, biasanya berupa artikel yang disangkutkan dengan agama, ketika menulis untuk tempo, tema nasionalis dan demokrasi yang lebih diutamakan. 

Peserta lain yang juga seorang penulis di kompasiana berpendapat bahwa semua orang bisa menulis, dan jika media sulit untuk menerima naskah kita, kenapa tidak dicoba ditulis di media daring milik kita sendiri, misalnya blog, atau seperti media lain seperti kompasiana dan indonesiana. Saya setuju dengan pernyataan ini, saya mengingat istilah tulisan berjodoh dengan penerbit dan bagi saya juga berjodoh dengan pembacanya. Kalau tidak ada yang menerbitkan kenapa tidak kita sendiri yang menerbitkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun