Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bagaimana Ramadan pada Masa Rasulullah SAW?

4 April 2022   08:43 Diperbarui: 4 April 2022   08:45 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaimana Ramadan Pada Masa Rasulullah SAW? Foto: PXhere

Rasulullah SAW hanya menjalani 9 kali shaum (puasa) di bulan Ramadan selama hidupnya. Mengapa hanya sembilan kali saja? Karena, perintah puasa baru turun pada tahun 2 Hijriyah. Saat itu usia beliau 55 tahun.

Begini hitung-hitungannya. Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun saat diangkat menjadi Nabi SAW. Berdakwah di Mekah selama 13 tahun. Saat hijrah dari Mekah ke Madinah usia beliau 53 tahun.  Kewajiban shaum turun setelah beliau menetap di Madinah selama 2 tahun atau saat berusia 55 tahun. Sampai meninggal di usia 63 tahun, berarti 9 kali shaum beliau laksanakan.

Sebelum turun kewajiban shaum Ramadan, Rasulullah SAW beserta para sahabat sudah melakukan shaum wajib Asyura. Namun, setelah turun perintah wajib shaum di bulan Ramadan, shaum Asyura menjadi sunnah.  

Mengapa perlu waktu 15 tahun dari turunnya wahyu pertama sampai wahyu tentang kewajiban shaum? Yang pertama kali harus disiapkan sebelum kewajiban shaum adalah keimanan yang teguh. Keimanan tidak dibentuk secara instan. Perlu waktu lama untuk menyuntikkan keimanan ke dalam dada seorang hamba sampai ia siap menerima segala bentuk kewajiban. Secara bahasa iman berarti percaya.

Perintah shaum terdapat di QS Al-Baqarah (2) ayat 183 yang artinya,"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Sebelum turun ayat ini 183, Muslim boleh shaum boleh juga tidak. Yang tidak shaum memberi makan (fidyah) kepada yang lain. Setelah turun ayat ini di bulan-bulan Sya'ban, maka semua wajib shaum. Tidak ada pilihan yang tidak shaum boleh memberi fidyah.

Makna dari ayat di atas sama dengan wahai orang-orang yang sudah dididik keimanan selama 15 tahun, saatnya sekarang melakukan kewajiban shaum di bulan Ramadan. Keimanan yang kuat melahirkan ketenangan dan cara pandang dalam tuntunan ilahi.

Meskipun secara kuantitas Rasulullah SAW hanya melakukan 9 kali shaum Ramadan, tetapi kualitasnya jangan ditanya. Terbaik di masanya.

Beberapa contoh kisah tentang keimanan

Jika bukan karena iman, tidak mungkin Ibunda Nabi Musa AS menghanyutkan bayi Musa ke Sungai Nil. Sebagaimana dicatat dalam QS Al-Qashash (28) ayat 7. Secara akal, tidak mungkin seorang ibu tega menghanyutkan anaknya. Hanya kaca mata iman yang mendorongnya melakukan itu. Namun, bukan berarti akal bertentangan dengan iman. Logika kita saja yang tidak mampu menggapainya.  

Ada pasukan Firaun mengepung Bani Israil. Ada petunjuk Allah untuk menyelamatkan diri. Secara akal mungkin tidak mudah memahami kondisi ini. Oleh karena itu iman adalah pilihan. Ibunda Musa memilih keimanan yang diyakini, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan dirinya.

Ibunda Musa meminta saudara perempuan Musa untuk mengawasi adiknya dari jauh. Mata kasar melihat bayi Musa semakin jauh. Padahal makin didekatkan kepada keluarga Firaun. Namun Allah berkata,"Akan Aku kembalikan." Inilah kaca mata iman.

Berdasarkan ta'wil mimpi orang-orangnya Firaun, ada manusia yang akan merebut kekuasaan Firaun. Maka, diputuskan semua bayi laki-laki dari Bani Israil disembelih. Allah menurunkan perlindungan melalui istri Firaun. Yang paling berkuasa di istana ternyata Siti Asyiah, istri Firaun ini. Bukan Firaun ternyata, ya! Hehehe. Khusus untuk Musa, Siti Asyiah meminta Firaun menjadikannya anak angkat. Firaun pun mengabulkan.

Nabi Musa rewel meminta ASI. Dicarilah orang yang bisa menenangkan bayi Musa. Diadakan sayembara menyusui bayi Musa, tetapi ASI semua wanita dilepeh kecuali ASI Ibunda Musa. Akhirnya ibu dan anak itu bersatu kembali. Jika sebelumnya Ibunda Musa menyusui dalam keadaan gelisah, sekarang berganti ketenangan dan kesejahteraan. Inilah buah dari keimanan.

Kalau bukan karena iman, Ali bin Abi Thalib tidak akan tidur nyenyak di rumah Nabi SAW saat algojo mengepung rumah beliau menggantikan Nabi SAW saat hijrah ke Madinah. Ali lebih percaya dengan apa yang dikatakan Nabi SAW daripada rasa takut berhadapan dengan pedang algojo.

Jika bukan karena iman, Jabir tidak akan membiarkan Nabi SAW mengundang seluruh pasukan Perang Khandaq untuk makan bersama di rumahnya dengan kondisi makanan yang terbatas. "Jika Nabi SAW yang berkata demikian, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kita." Istri Jabir berusaha menenangkannya. Maka, hidangan yang disediakan pun mampu dinikmati oleh 3000 pasukan.

Ketika Allah mewajibkan sesuatu, maka Dia pasti akan memberi lebih. Sayangnya, kita terlalu fokus melihatnya dengan kaca mata kasar bukan kaca mata iman. Sehingga, seringkali merasa berat saat menerima kewajiban.

Ramadan Pada Masa Rasulullah SAW

Pada saat yang bersamaan dengan shaum tahun pertama, terjadi jihad di Perang Badar (17 Ramadhan 2 Hijriyah). Jihad ini bermaksud untuk mencegat kafilah dagang Quraish yang membawa 50.000 Dinar. Sebelumnya, orang-orang Quraish ini di Mekah telah merampas harta pasukan Muslim. Pencegatan ini bertujuan untuk mengambil lagi harta kaum Muslim, hak mereka.

Pasukan Muslim harus menempuh 150 km perjalanan dengan naik unta yang digilir oleh 3 orang. Atau, 50 km/orang naik unta. 100 km sisanya berjalan kaki. Jihad yang super berat. Ramadan bukan bulan untuk leha-leha atau rebahan, tetapi bulan untuk produktif.

3000 kafilah dagang bertemu dengan 300 pasukan Muslim. Secara kasat mata pasti pemenangnya adalah kafilah dagang. Namun, Allah memenangkan pasukan Muslim. Inilah buah keimanan. Para sahabat mampu mengalahkan apa yang ada dalam dirinya karena apa yang ada di luar dirinya. Setelah ego para sahabat hanya untuk mendapatkan kembali harta, sekarang berjihad karena seruan Nabi SAW.

Setelah Perang Badar selesai, terjadi perebutan ghanimah (rampasan perang) di antara para sahabat. Masing-masing merasa berhak mendapat bagian lebih banyak. 

Konflik pun tak terelakkan. Lalu, turun surat Al-Anfal ayat 1:"Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul-Nya (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman." Pembagian harta rampasan perang dalam surat Al-Anfal pada ayat yang lain. Setelah itu kondisi para sahabat bersatu lagi, Rukun lagi. Inilah buah dari keimanan pada Allah dan Rasul-Nya.

Banyak kemenangan Nabi SAW terjadi di bulan Ramadan. Termasuk peristiwa Fathuh Mekah (Penaklukan Kota Mekah). Tidak terkecuali peristiwa kemerdekaan Indonesia terjadi pada tanggal 9 Ramadan.

Semoga Allah memberi kemenangan pada kita semua di bulan Ramadan ini dan di bulan-bulan setelahnya. Menang dari menghindari perbuatan maksiat. Menang untuk menjadi hamba yang lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Hamba yang terus-menerus memberi kemanfaatan pada diri sendiri dan pada sesama. ***

Catatan kajian Majelis Taklim Mufidah: Shaf Awal Ramadan 1443 H. Disampaikan oleh Ust. Nur Ihsan Jundullah, Lc (Kang Abe), lulusan Ummul Quro Mekah. Diadakan di Masjid Darussalam Puri Cipageran Indah 2, RW 20, Tanimulya, Ngamprah, Bandung Barat. Sabtu, 2 April 2022, pukul 08.00-11.00 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun