Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Batik Betawi dari Kampung Batik Terogong, di Sebelah Pondok Indah

21 Oktober 2015   10:40 Diperbarui: 21 Oktober 2015   11:12 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampung Batik Betawi, yang kemudian dikenal sebagai Kampung Batik Terogong, berada di Jl. Terogong III No. 27-C, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, berdekatan dengan Kantor Kelurahan Cilandak Barat. Kampung Batik ini pada awalnya sempat menjadi bagian dari program Pemda DKI Jakarta, yang bekerjasama dengan Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), untuk pelestarian Batik Betawi. Itu pada awal tahun 2013. Menurut Siti Laela, setelah masa program berakhir, mereka belajar menjadi mandiri, setahap demi setahap. Meski tidak mudah, tapi proses untuk menjadi mandiri tersebut, adalah suatu keharusan. Dan, ini tantangan yang sudah semestinya dihadapi, dalam konteks menjaga warisan budaya para leluhur Betawi.

Di tengah spirit yang menggebu-gebu, angin segar bertiup dari Jakarta International School (JIS), yang relatif dekat dengan kampung batik ini. Beberapa staf dari JIS datang berkunjung ke tempat kerajinan ini dan kemudian meminta Siti Laela untuk mengisi pelajaran membatik bagi para murid JIS. Ini tentu saja sebuah kesempatan yang positif, untuk memperkenalkan Batik Betawi ke ranah internasional, melalui murid-murid JIS. Kita tahu, JIS adalah sekolah internasional, yang berdiri sejak tahun 1977, untuk anak-anak warga negara asing yang tinggal di Jakarta.

Secara bertahap, keberadaan Kampung Batik Terogong mulai terdengar gaungnya. Ini bisa dimengerti, karena para murid JIS tersebut men-share pengalaman mereka, setelah belajar membatik dari Siti Laela. Orang-orang asing, baik sendirian, sekeluarga, maupun secara berombongan, datang berkunjung ke Kampung Batik Terogong. Di sana, mereka melihat proses membatik secara langsung, juga ada yang kemudian membeli batik. Bahkan, sebagian dari mereka, juga ada yang mengajukan diri untuk belajar membatik dari Siti Laela. Proses tersebut berlangsung alamiah, yang secara bertahap telah menjadikan Batik Betawi dan Kampung Batik Terogong sebagai brand yang mulai dikenal secara luas.

Angin segar ini tentu saja disambut Siti Laela dengan penuh suka-cita. Angin segar berikutnya, datang dari Hotel Best Western Premier The Bellevue, yang hanya berjarak dua kilometer dari Kampung Batik Terogong. Adalah Eleine Koesyono, Marcom Manager Hotel The Bellevue, yang menemukan Siti Laela di ranah maya. Sebelumnya, Eleine Koesyono memang sedang mencari-cari informasi tentang batik, untuk menjadi bagian dari program Hotel The Bellevue. Sebagai catatan, berbagai ornamen di hotel ini memang sarat dengan ornamen batik. Ini bagian dari strategi manajemen Best Western Premier, jaringan hotel internasional, untuk menyerap kearifan lokal.

Kassandra Putranto, mantan finalis Abang-None Jakarta tahun 1989 (kiri) kerap menggunakan Batik Betawi Terogong ke berbagai acara. Kassandra kini dikenal sebagai psikolog klinis dan forensik yang cukup populer di Jakarta. Foto kanan, sejumlah turis dari Sacramento, California, dengan telaten menyusuri Batik Betawi Terogong inci demi inci. Mereka terkesan dan suka banget dengan Batik Betawi. Kampung Batik Betawi Terogong kreatif menciptakan batik, sebagai bagian dari warisan budaya Betawi. Foto: @TerogongBatik

Spirit Batik di Best Western

Pertemuan Eleine Koesyono dengan Kampung Batik Terogong di ranah maya adalah pertemuan tak terduga, tapi penuh surprise. Di satu sisi, sebagaimana dituturkan Eleine Koesyono, The Bellevue memang sejak awal sudah menyerap spirit of batik, sebagai atmosfir yang hendak ditanamkan di hotel ini. Di sisi lain, Kampung Batik Terogong memang sejak awal hendak bergandengan tangan dengan banyak pihak, khususnya pihak-pihak yang relevan dengan aktivitas pariwisata. Maka, pertemuan ranah maya itu pun dengan segera berlanjut menjadi kopdar alias copy darat alias tatap muka.

“Best Western Premier adalah satu-satunya hotel yang berkenan mengajak kami, pengrajin kecil ini,” tutur Siti Laela dengan penuh terima kasih kepada Eleine Koesyono, yang memiliki kepedulian pada pengrajin kecil. Manajemen hotel ini bukan hanya berkunjung ke Kampung Batik Terogong, tapi sekaligus menyediakan corner di lobby hotel, agar pengrajin Batik Betawi ini bisa memamerkan kreasi batik mereka kepada para tamu hotel. Bukan hanya itu, Siti Laela juga dapat kesempatan menempatkan seorang pembatik di sana, lengkap dengan kompor listrik dan canting, hingga para tamu hotel bisa menyaksikan proses penciptaan batik.

Sesungguhnya ini sebuah apresiasi industri hotel terhadap pengrajin kecil, yang patut kita apresiasi. Kita tahu, Best Western Premier adalah jaringan hotel internasional, yang dengan sendirinya para tamu di hotel tersebut sebagian besar adalah orang-orang asing. Pengalaman pengrajin Kampung Batik Terogong berinteraksi dengan orang-orang asing, membuat mereka juga luwes berhadapan dengan tamu asing tersebut. Realitas ini membuat Siti Laela sumringah. Setidaknya, setahap demi setahap, mimpi besarnya untuk mengangkat kembali kebesaran Batik Betawi, mulai menampakkan wujudnya.

Dengan kata lain, dukungan industri besar, dalam hal ini industri hotel, kepada pengrajin kecil, adalah bagian dari apa yang selama ini kita kenal sebagai kepedulian. Bentuk kepedulian yang sudah diwujudkan Best Western Premier ini, barangkali bisa menjadi inspirasi bagi industri pariwisata lain di Jakarta, dalam konteks menyemangati kalangan pengarajin kecil. Bagaimanapun juga, keterbatasan modal serta keterbatasan akses para pengrajin kecil yang berada di seantero Jakarta, telah menjadikan mereka hanya sebagai penonton dari gemerlapnya wajah ibukota ini.

Jakarta, 21 Oktober 2015  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun