REVIEW BUKU
Oleh: Isnaini Usfahtun Khasanah/232121066/HKI 5B
Judul: Kewenangan Pengadilan Agama dalam Mengadili Perkara Kewarisan Islam Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Agama
Penulis: Eka Susylawati
Penerbit: Duta Media Publishing
Tahun Terbit: 2018
Jumlah Halaman: 328
Bab pertama buku ini membahas latar belakang pentingnya peran dan kewenangan Pengadilan Agama dalam sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam mengadili perkara kewarisan Islam. Penulis menjelaskan bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (yang kemudian diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009), kewenangan pengadilan agama belum sepenuhnya diakui secara kuat dalam sistem peradilan nasional.
Bab ini menyoroti bagaimana pengaturan hukum kewarisan Islam di Indonesia mengalami perkembangan historis, mulai dari masa kolonial yang dualistik (antara hukum adat dan hukum Islam), hingga masa reformasi hukum yang menempatkan pengadilan agama sebagai salah satu pilar peradilan nasional yang sejajar dengan pengadilan lainnya.
Penulis juga menjelaskan urgensi pengaturan kewenangan tersebut, karena banyak perkara kewarisan Islam sebelumnya diselesaikan secara non-formal atau di luar lembaga peradilan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Setelah penguatan melalui Undang-Undang Peradilan Agama, pengadilan agama memiliki kompetensi absolut untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa kewarisan di antara orang-orang beragama Islam.
Selain itu, Bab 1 juga menguraikan rumusan masalah, tujuan penelitian atau pembahasan, serta manfaat kajian. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui batas-batas kewenangan pengadilan agama dalam perkara kewarisan Islam, dasar hukumnya, dan implementasinya dalam praktik peradilan di Indonesia.
Penulis menegaskan bahwa pemahaman terhadap kewenangan ini penting untuk memperkuat pelaksanaan hukum Islam dalam kerangka hukum nasional, sehingga tercipta keadilan hukum yang sejalan dengan prinsip syariat Islam dan sistem hukum Indonesia.
Bab kedua buku ini berisi landasan teoritis dan konseptual mengenai keberadaan Pengadilan Agama serta konsep kewarisan dalam hukum Islam.
Penulis memulai dengan menjelaskan pengertian Pengadilan Agama, yaitu salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung yang memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu di antara umat Islam. Kewenangan tersebut diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009.
Dalam bab ini juga dijelaskan bahwa kewenangan Pengadilan Agama meliputi beberapa bidang, seperti: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi syariah.
Fokus utama bab ini adalah pada perkara kewarisan Islam. Penulis menjelaskan bahwa kewarisan (al-mirats) dalam hukum Islam adalah pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an, Hadis, dan Ijma' ulama.
Selanjutnya, penulis menguraikan rukun dan syarat kewarisan, yaitu:
- Pewaris (orang yang meninggal dunia),
- Ahli waris (orang yang berhak menerima warisan), dan
- Harta peninggalan (tirkah) yang akan diwariskan.
Kemudian dijelaskan pula sebab-sebab seseorang bisa menjadi ahli waris, seperti hubungan nasab (keturunan), perkawinan yang sah, atau karena wala' (hubungan pembebasan budak pada masa klasik Islam).
Dalam konteks hukum positif di Indonesia, kewarisan Islam dijadikan hukum materiil yang digunakan oleh Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perkara waris di antara umat Islam. Penulis menekankan bahwa kewarisan Islam berbeda dengan hukum waris adat dan hukum waris perdata barat, karena didasarkan pada ketentuan agama dan nilai keadilan yang bersumber dari wahyu.
Bab ini ditutup dengan penegasan bahwa memahami konsep kewarisan Islam dan kewenangan Pengadilan Agama merupakan dasar penting untuk menganalisis praktik peradilan kewarisan di Indonesia, yang menjadi pembahasan dalam bab-bab selanjutnya.
Bab ketiga merupakan inti dari pembahasan buku ini. Penulis menelaah secara mendalam batas, dasar hukum, dan pelaksanaan kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili perkara kewarisan Islam di Indonesia.
Pada bagian awal, dijelaskan bahwa kewenangan absolut (kompetensi absolut) Pengadilan Agama ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009). Berdasarkan Pasal 49 undang-undang tersebut, Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan memutus perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- Perkawinan,
- Waris,
- Wasiat,
- Hibah,
- Wakaf,
- Zakat,
- Infaq,
- Shadaqah, dan
- Ekonomi Syariah.
Fokus pembahasan bab ini adalah perkara kewarisan Islam, di mana Pengadilan Agama berwenang apabila seluruh pihak yang bersengketa beragama Islam. Jika salah satu pihak bukan beragama Islam, maka kewenangan beralih ke Pengadilan Negeri, sesuai asas personalitas keislaman.
Penulis menegaskan bahwa kewarisan Islam yang menjadi yurisdiksi Pengadilan Agama meliputi:
- Penetapan ahli waris,
- Pembagian harta warisan,
- Sengketa antar ahli waris, dan
- Permohonan penetapan waris untuk kepentingan administrasi atau hukum lainnya.
Bab ini juga menguraikan dasar hukum kewenangan tersebut, baik dari sisi hukum nasional (UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU Peradilan Agama) maupun dari sisi hukum Islam (Al-Qur'an, Hadis, dan Ijma' ulama).
Penulis mengutip beberapa ayat Al-Qur'an seperti QS. An-Nisa ayat 11, 12, dan 176 yang menjadi landasan pembagian warisan, serta menegaskan bahwa sistem hukum Indonesia memberikan ruang bagi penerapan hukum Islam bagi umat Islam secara formal melalui lembaga Pengadilan Agama.
Selanjutnya dijelaskan pula prosedur penyelesaian perkara waris di Pengadilan Agama, meliputi:
- Pengajuan gugatan atau permohonan,
- Pemeriksaan sidang (termasuk upaya mediasi),
- Pembuktian (melalui saksi, surat, atau pengakuan),
- Musyawarah majelis hakim, dan
- Penetapan atau putusan.
Penulis juga menyoroti kendala-kendala yang sering terjadi, seperti:
- Kurangnya pemahaman masyarakat tentang kewenangan Pengadilan Agama,
- Sengketa antara ahli waris yang berbeda keyakinan,
- Ketidaktepatan dalam menentukan ahli waris dan harta peninggalan, serta
- Lemahnya bukti administratif kepemilikan harta warisan.
Bab ini ditutup dengan kesimpulan bahwa Pengadilan Agama memiliki peran penting dan sah secara hukum dalam menyelesaikan perkara kewarisan Islam. Keberadaan lembaga ini tidak hanya menegakkan keadilan hukum positif, tetapi juga menjamin penerapan nilai-nilai syariat Islam dalam sistem hukum nasional Indonesia.
Bab keempat berisi analisis penerapan nyata (implementasi) kewenangan Pengadilan Agama dalam menangani perkara kewarisan Islam di Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 beserta perubahan-perubahannya, Pengadilan Agama semakin kuat kedudukannya sebagai lembaga resmi negara yang berwenang menyelesaikan sengketa antar umat Islam, termasuk perkara waris.
Dalam praktiknya, Pengadilan Agama menerima dua bentuk perkara waris, yaitu:
- Perkara permohonan penetapan ahli waris, yaitu ketika ahli waris meminta penetapan hukum tanpa adanya sengketa;
- Perkara gugatan waris, yaitu ketika terdapat perselisihan antar ahli waris mengenai pembagian harta peninggalan.
Penulis menganalisis sejumlah putusan pengadilan agama sebagai contoh penerapan hukum waris Islam dalam praktik, di mana hakim menggunakan dasar hukum Al-Qur'an, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan peraturan perundang-undangan. Analisis ini menunjukkan bahwa sistem peradilan agama di Indonesia telah menerapkan asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum secara seimbang.
Bab ini juga membahas tantangan yang dihadapi pengadilan agama, seperti:
- Masyarakat yang masih enggan membawa perkara waris ke pengadilan;
- Terbatasnya pemahaman hukum Islam dalam keluarga;
- Belum meratanya pemahaman hakim dan aparat terhadap hukum kewarisan Islam;
- Adanya tumpang tindih antara hukum adat dan hukum Islam dalam praktik di lapangan.
Penulis kemudian menekankan pentingnya peningkatan literasi hukum Islam di masyarakat dan penguatan kapasitas hakim pengadilan agama agar penegakan hukum waris Islam berjalan lebih optimal.
Bab ini ditutup dengan kesimpulan bahwa kewenangan pengadilan agama merupakan wujud nyata dari implementasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional, sekaligus bentuk pengakuan negara terhadap hak umat Islam untuk diadili menurut hukum agamanya sendiri.
Kelebihan Buku
1. Struktur sistematis dan akademis, membahas dari teori hingga praktik peradilan.
2. Bahasa hukum jelas dan terarah, mudah dipahami bagi mahasiswa hukum dan praktisi.
3. Menyajikan dasar hukum yang lengkap, mulai dari Al-Qur'an, KHI, hingga UU Peradilan Agama.
4. Menghadirkan analisis yuridis yang kuat, menunjukkan hubungan antara hukum Islam dan sistem hukum nasional.
Kekurangan Buku
1. Minim contoh konkret dari kasus peradilan agama di lapangan yang bisa memperkuat analisis.
2. Gaya bahasa agak formal dan akademis, sehingga pembaca umum perlu pemahaman dasar hukum terlebih dahulu.
3. Kurang mendalami aspek sosiologis masyarakat terkait praktik waris Islam yang sering berbenturan dengan adat.
 Inspirasi Setelah Membaca Buku Ini
Buku ini memberikan inspirasi bahwa hukum Islam memiliki tempat yang kuat dan sah dalam sistem hukum Indonesia, khususnya melalui lembaga Pengadilan Agama. Pembaca akan menyadari pentingnya memperjuangkan keadilan berbasis nilai keislaman dan bagaimana pengadilan menjadi sarana menjaga hak-hak keluarga muslim dalam pembagian warisan.
Selain itu, buku ini mengajarkan bahwa memahami hukum bukan hanya soal aturan, tetapi juga tentang mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umat sesuai prinsip syariat. Ia menginspirasi mahasiswa hukum, praktisi, dan masyarakat untuk lebih menghargai peran Pengadilan Agama sebagai pelindung hak keagamaan dan hukum Islam di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI