Penulis menegaskan bahwa pemahaman terhadap kewenangan ini penting untuk memperkuat pelaksanaan hukum Islam dalam kerangka hukum nasional, sehingga tercipta keadilan hukum yang sejalan dengan prinsip syariat Islam dan sistem hukum Indonesia.
Bab kedua buku ini berisi landasan teoritis dan konseptual mengenai keberadaan Pengadilan Agama serta konsep kewarisan dalam hukum Islam.
Penulis memulai dengan menjelaskan pengertian Pengadilan Agama, yaitu salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung yang memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu di antara umat Islam. Kewenangan tersebut diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009.
Dalam bab ini juga dijelaskan bahwa kewenangan Pengadilan Agama meliputi beberapa bidang, seperti: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi syariah.
Fokus utama bab ini adalah pada perkara kewarisan Islam. Penulis menjelaskan bahwa kewarisan (al-mirats) dalam hukum Islam adalah pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an, Hadis, dan Ijma' ulama.
Selanjutnya, penulis menguraikan rukun dan syarat kewarisan, yaitu:
- Pewaris (orang yang meninggal dunia),
- Ahli waris (orang yang berhak menerima warisan), dan
- Harta peninggalan (tirkah) yang akan diwariskan.
Kemudian dijelaskan pula sebab-sebab seseorang bisa menjadi ahli waris, seperti hubungan nasab (keturunan), perkawinan yang sah, atau karena wala' (hubungan pembebasan budak pada masa klasik Islam).
Dalam konteks hukum positif di Indonesia, kewarisan Islam dijadikan hukum materiil yang digunakan oleh Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perkara waris di antara umat Islam. Penulis menekankan bahwa kewarisan Islam berbeda dengan hukum waris adat dan hukum waris perdata barat, karena didasarkan pada ketentuan agama dan nilai keadilan yang bersumber dari wahyu.
Bab ini ditutup dengan penegasan bahwa memahami konsep kewarisan Islam dan kewenangan Pengadilan Agama merupakan dasar penting untuk menganalisis praktik peradilan kewarisan di Indonesia, yang menjadi pembahasan dalam bab-bab selanjutnya.
Bab ketiga merupakan inti dari pembahasan buku ini. Penulis menelaah secara mendalam batas, dasar hukum, dan pelaksanaan kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili perkara kewarisan Islam di Indonesia.
Pada bagian awal, dijelaskan bahwa kewenangan absolut (kompetensi absolut) Pengadilan Agama ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009). Berdasarkan Pasal 49 undang-undang tersebut, Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan memutus perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- Perkawinan,
- Waris,
- Wasiat,
- Hibah,
- Wakaf,
- Zakat,
- Infaq,
- Shadaqah, dan
- Ekonomi Syariah.