Kalau ini sih langkah terakhir dan tentunya manasuka. Saat honor atau bayaran belum cair, saya kadang melirik barang bekas: buku tulis lawas, kardus, botol plastik, bahkan perabot lama.Â
Sebenarnya manfaatnya ganda: selain dapat cuan juga rumah semakin lega tanpa sampah bertumpukan. Toh barang-barang yang dilego itu sering mengendon tak terpakai hingga berbulan-bulan.
Kalau teman-teman butuh cuan, boleh tuh sambangi pojok loak atau tukang sampah terdekat. Mereka dengan senang hati menerima apa yang kita anggap "sampah".
Ubet, ngliwetÂ
Selain kertas bekas atau perabotan rusak, mereka menerima hape atau ponsel bekas loh--apa pun versi dan kondisinya. Lumayan buat beli paket data (atau mungkin 5 kilo beras) ketimbang menumpuk di rumah jadi sarang nyamuk dan tikus atau demit--nauzubillah!Â
Hidup memang tak mudah in this economy. Tapi selama masih bisa berusaha dan bersyukur, kita selalu punya cara untuk bertahan--meski sekadar mengerjakan apa saja yang bisa menghasilkan sedikit cuan. Yang penting halal, akur?
Kata orang Jawa, "ubet, ngliwet", asal mau bergerak serius, selalu ada jalan (pemasukan) buat kita bisa makan (ngliwet).Â
Apakah teman-teman Kompasianer mengalami gejolak ekonomi yang berpengaruh pada kondisi pendapatan keluarga? Atau puny ide meraup cuan secara gampang tapi berlimpahan? Haha.... Share dong di kolom komentar!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI