Mohon tunggu...
Rauhiyatul Jannah
Rauhiyatul Jannah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penulis lepas, Ibu rumah tangga, Pebisnis sejati Hidup untuk terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cerita si Tukang Bangunan: "Pengen naik Garuda"

25 Juni 2013   08:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:28 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam benakku, yang kukenal adalah, bahwa Garuda Indonesia adalah pesawat komersil yang sering mengangkut penumpang untuk ibadah haji. Pertama kali nama "Garuda Indonesia" yang kulihat adalah dari foto-foto ibadah haji nenek dan kakekku pada tahun 1974.
Berarti Garuda Indonesia sudah sangat berpengalaman pikirku. Dan setelah mengutak-atik komputer dan mencari tahu sejarah Garuda Indonesia, ternyata usianya jauh lebih tua dari foto yang kulihat.
Ternyata Garuda Indonesia telah terbang perdana pada 1949. Dahulu namanya bukan Garuda Indonesia, melainkan Garuda Indonesian Airways. Pesawat yang dioperasikan kala itu adalah Douglas DC-3 Dakota dan PBY Catalina.

Seiring waktu, brand Garuda terus mengalami perubahan dan perbaikan begitu pula dengan pesawat yang dioperasikan. Tentunya juga dalam hal pelayanan.

Satu hal yang menarik minat saya adalah nama atau brand yang digunakan. Saya mendapati catatan sejarah bahwa nama “Garuda” diberikan oleh Presiden Soekarno.

Konon, nama tersebut diambil dari sajak Belanda yang ditulis oleh penyair terkenal pada masa itu, Noto Soeroto; "Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog bovine uw einladen" Yang artinya "Saya Garuda, burung Vishnu yang melebarkan sayapnya tinggi di atas kepulauan Anda”.

Filosofi yang menarik, mengingat fisik sosok Garuda yang memang tangguh, kuat dan lincah. Nama memang merupakan gambaran dan harapan yang disematkan.

Ketertarikan saya pada Garuda Indonesia semakin membuncah, ketika terjadi percakapan berikut beberapa tahun lalu. Tetangga kami, Ibu Nur Asiyah sedang membangun rumah. Beliau mempekerjakan beberapa tukang kenalannya dari pulau Jawa. Dengan perjanjian sejumlah bayaran dan tiket pesawat pulang.

Setelah pekerjaan rumah selesai, para tukang pun berencana kembali ke kampung halamannya. Mereka pun mengambil upah. Saat itu saya ada di rumah tetangga saya. dan terjadilah percakapan ni.

Tukang : "Bu, boleh dipotong bayaran kami. Tapi kami minta tiket pulangnya Garuda, Bu"

Saya penasaran : "Memangnya kenapa pak?" (sambil memandangi tetangga saya)

Tukang : "Kami kepengen, Bu. Sekali-sekali"

Pemilik rumah bersangkutan tersenyum ke arah saya kemudian mengiyakan permintaan pekerjanya. Dari sini saya semakin tertarik. Para pekerja itu rela menyisihkan sebagian hasil kerja mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun