Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Pembeli Surga

19 Februari 2021   17:43 Diperbarui: 19 Februari 2021   17:51 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

"Tapi, aku tak boleh cari mangga oleh Bapak."

"Halah, Burhan, Burhan. Kita kan cuma cari mangga bukan mencuri." Imbuh dari teman lainnya.

Suasana siang yang panas ditambah baru selesai berlari-lari bermain petak umpet mendengar kata mangga benar-benar menggoda selera membuat aku hanya bisa menelan ludah. Tak bisa kutolak ajakan teman-teman. Langsung saja kami mencari mangga yang jatuh di kebun Mbok Ramijah. Beberapa kali aku dapat mangga matang yang sebagian sudah berlubang. Kami terus menyusuri kebun mangga, hingga makin dekat dengan rumah Mbok Ramijah. Beberapa kali aku minta untuk kembali saja pada teman lainnya, tapi lonjong-lonjong mangga jatuh yang tampak tergeletak jatuh di atas tanah seperti menyihir kami untuk meminta segera diambil.

Apes sudah. Sebab mata yang terlalu fokus mencari mangga jatuh, tak disadari Mbok Ramijah sudah berdiri dekat membawa bambu panjang. Satu temanku yang melihat langsung berlari sekencang mungkin. Sebagian juga dengan sekejap mata mengambil langkah seribu. Dan aku pun langsung ikut berlari, tapi, "grusuuukkkk." Aku tersandung akar pohon mangga yang muncul di permukaan tanah dan jatuh. Kulirik kakiku. Aduh, berdarah.

"Tidak usah lari, Han." Suara Mbok Ramijah yang berdiri tepat di sampingku membuat aku semakin ketakutan. Aku tetap mencoba berdiri untuk lari, tapi tangan Mbok Ramijah memenang pergelangan tanganku. Satu tangan Mbok Ramijah lainnya memegang bambu panjang.

"Kamu pengin buah mangga apa?" Tanyanya. Kutatap wajah keriput tua Mbok Ramijah. Tak kujawab.

"Kalau pengin mangga tinggal petik, Han. Ini bambu buat metik, cari mangga yang matang," sambungnya sambil ia berikan bambu panjang itu padaku.

"Mbok Ramijah tidak marah?"

"Marah buat apa toh? Udah sana dipetik mangga yang matang, ini wadahnya." Tangannya memberikan kantong keresek hitam padaku. Benar-benar aku tak menduga, aku mengira bakal dimarahi habis-habisan dan dipukul dengan bambu panjang yang dari kemarin-kemarin beliau pegang. Ternyata malah buat memetik mangga.

Tak lama dari jauh sosok lelaki datang saat aku sudah cukup memetik buah mangga yang matang-matang dan sedang menikmati di bawah pohon mangga bersamaan Mbok Ramijah. Lelaki itu, bapakku. Mungkin tadi sebagian teman ada yang melaporkan pada bapak kalau aku ditangkap oleh Mbok Ramijah. Saat bapak pertama melihat aku dan Mbok Ramijah akrab sedang menyantap mangga, tampak dari wajahnya guratan tak percaya. Bagaimana mungkin Mbok Ramijah, si pelit sundul langit mau berbagi buah-buah mangga kebunnya? Tapi semua ketidakpercayaan bapak seketika sirna, saat aku jelaskan semua dan Mbok Ramijah pun menawarkan bapak untuk ikut melahap kuning mangga yang matang.

Beberapa hari kemudian keluargaku dan Mbok Ramijah terlihat rukun. Bahkan Mbok Ramijah menganggap aku sebagai cucu angkatnya. Kini, saat aku berangkat sekolah Mbok Ramijah sering memberi uang saku 100 rupiah. Biasanya saat istirahat 50 rupiah aku belikan es lilin dan yang 50 sisanya bisa  buat beli gorengan. Namun, tak lama, bahkan musim mangga pun belum usai. Mbok Ramijah jatuh sakit. Keluargakulah yang mengurus Mbok Ramijah. Beberapa hari Mbok Ramijah masih sakit bahkan bertambah parah. Bapak berulang kali merayu Mbok Ramijah untuk berobat, tapi selalu beliau tolak. Suatu hari Mbok Ramijah memintaku untuk memanggil bapak. Tak lama bapak pun datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun