Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal itu kini mendekam di penjara. Pangkatnya jenderal polisi bintang tiga. Prestasinya banyak, dosa-dosanya juga tak sedikit. Dosa-dosa inilah yang sekarang hendak dibayar lewat hukuman penjara. Entah bagaimana prestasi Susno diakui dan diapresiasi.
Polisi yang pernah jadi orang nomor satu dalam pemberantasan kriminal ini terlibat dua kasus kriminal korupsi: penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Pengadilan memvonis dirinya dengan hukuman 3,5 tahun penjara, denda Rp 200 juta dan pengembalian kerugian negara Rp 4,2 miliar.
Berikut rekaman perjalanan dan kronologi lengkap kasus Susno Duadji yang saya sarikan dari pemberitaan media cetak dan online. Dimulai saat dia, sebagai Kabareskrim Mabes Polri, dengan santai berujar, "Cicak kok lawan buaya....". Dan berakhir saat dia menyerahkan diri yang diawali dengan negosiasi antara kuasa hukumnya dengan Jaksa Agung Basrief Arief.
7 April 2009: Kabareskrim Polri, Komjen Pol Drs Susno Duadji SH Msc mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009: Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. “Masak cicak kok berani lawan buaya,” katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.