Mohon tunggu...
Iskandar Mutalib
Iskandar Mutalib Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta

Pengabdi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Apa Kabarnya?

5 September 2019   11:30 Diperbarui: 5 September 2019   11:30 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ASA masyarakat Indonesia untuk mendapatkan  perlindungan  seksual secara komprehensif melalui peraturan perundang-undangan terancam sirna. Padahal tindak kekerasan seksual di Tanah Air sudah sangat meresahkan. Baik berbentuk verbal maupun non verbal.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sejatinya menjadi ujung tombak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual justru terkesan kurang semangat. Seolah membiarkan keresahan masyarakat menjadi derita masyarakat itu sendiri.

Kasus pemerkosaan terhadap anak, beredarnya video mesum secara masif di media sosial, perkawinan sedarah, perekaman siswi yang tengah di kamar kecil dan masih banyak lagi perbuatan asusila yang beredar luas di masyarakat dibiarkan terjadi begitu saja. Apalagi sampai berharap ada perlindungan bagi si korban serta sanksi maksimal bagi pelaku.

Harapan itu hanya bisa terwujud dalam dunia dongeng. Bukan di Indonesia.

Faktanya, Anggota DPR RI justru tengah membangun penolakan terhadap disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Terutama Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dengan membangun isu partai libral dan non libral.

Partai libral merupakan partai pendukung disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU dan anti Islam. Sedangkan partai penolak RUU tersebut merupakan partai islami yang menolak secara tegas pasal-pasal yang tidak islami.

Polarisasi berbau agama itu sengaja dibuat untuk membangun citra sekaligus dukungan. Mereka berupaya membangun opini bahwa RUU tersebut anti Islam dan sekuler. Mereka meminta masyarakat menolak keberadaan RUU itu.

Ujung dari semua itu adalah keresahan masyarakat. Pemerintah bakal menjadi sasaran tembak karena tak berhasil melindungi warganya dari tindak kekerasan seksual. Demo besar-besaran pun bakal digulirkan untuk merontokkan legitimasi pemerintahan Jokowi.

Dalam teori spiral kekerasan Dom Helder Camara dijelaskan bahwa ada tiga bentuk kekerasan yakni personal, institusional dan struktural, yang bisa berupa ketidakadilan, kerusuhan sosial, dan represi negara.

Kaum penolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sepertinya tengah membangun bom waktu bernama keresahan yang ujungnya kerusuhan sosial. Dengan begitu negara dipaksa untuk berhadapan dengan rakyatnya sendiri. Melakukan represi guna melindungi kedaulatan negara.

 "Ketika kekerasan susul-menyusul silih berganti, dunia jatuh ke dalam spiral kekerasan," tulis Camara.

*****
Bangga Melihat Reaksi Gus Imin

Melihat antraksi Anggota Komisi VIII DPR RI dalam membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual membuat puluhan aktivis perempuan dari berbagai latar organisasi perempuan, yakni Komnas Perempuan, LBH APIK Jakarta, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Forum Pengadaan Layanan, Pengacara Publik dan Fatayat NU melakukan gerilya politik agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.

Gerilya pertama dilakukan dengan menyambangi Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Gus Imin.

Para aktivis perempuan tersebut mengapresiasi kerja dan perjuangan PKB dalam menggolkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari awal sampai akhir.

Mereka pun meminta Gus Imin memerintahkan kader PKB di Komisi VIII yang saat ini memimpin panitia kerja (Panja) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk fokus mengesahkan RUU tersebut.

Mereka menyadari kalau nama RUU tersebut menguntungkan salah satu partai, dan saat ini tengah digodok untuk diganti namanya. Namun, yang terpenting dari semua itu ada tiga subtansi. Pertama, tindak pidananya yang harus jelas. Kedua, perlindungan kepada korban. Ketiga sanksi yang diberikan kepada pelaku.

Mendengar masukan dari berbagai aktivitas perempuan itu, Gus Imin menegaskan bahwa PKB berkomitmen menuntaskan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tahun ini.

PKB bakal berusaha sekuat tenaga menuntaskan RUU kekerasan tersebut tahun ini. Sebab, fenomene kekerasan seksual sudah sangat meresahkan.

Gus Imin bahkan telah memerintahkan kadernya yang duduk di Komisi VIII DPR RI untuk terus mengawal RUU tersebut sampai selesai. Dan, melakukan pendekatan kepada teman-temen fraksi lain.

"Posisi PKB saat ini adalah berupaya merangkul dan meyakinkan seluruh temen-teman fraksi di DPR RI. Terutama kepada fraksi-fraksi yang terlanjur gengsi supaya bisa mengesahkan RUU tersebut," katanya.

Gus Imin meyakini seluruh fraksi di DPR mahfum kalau RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat penting bagi para korban. RUU itu nantinya bakal membuka akses yang cukup bagi korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan.

"Sekali lagi, bagi PKB RUU ini penting untuk segera disahkan. Kita ingin subtansinya terleksana. Tidak penting pencitraan. Semua pihak harus dapat melihat bahwa bahaya kekerasan seksual di Tanah Air sangat menakutkan," ucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun