Mohon tunggu...
Iskandar Mutalib
Iskandar Mutalib Mohon Tunggu... Penulis - Pewarta

Pengabdi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nyai Berdarah Bangkok

4 Desember 2018   10:54 Diperbarui: 4 Desember 2018   11:15 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi mereka harus berhadapan dengan si Jalu dan Makcekak. Dua lelaki yang memang ingin mencicipi keperawanan Nyai. Tapi tidak bagi Budhie yang memang mencintai Nyai. Siapa pun akan dihadapi, walau nyawa taruhannya.

Semua sudah berlalu. Konon kabarnya si Jalu meregang nyawa setelah mendapatkan tendangan keras dari Budhie. Senjata tajam di kaki Budhie berhasil merobek wajah Jalu. Sedangkan Makcekak tak lagi terlihat Batang hidungnya. Kini tak ada lagi pengganggu Nyai. Semua berjalan sesuai skenario alam.

Budhie dan Nyai pun menjalankan cinta dengan bahagia. Bahkan Nyai rela memberikan keperawanannya untuk dibuahi Budhie, walau belum mendapat izin dari KUA. Manis pahit cinta dikayuh berdua.

Dengan sepenuh hati, Budhie menumpahkan zigot dalam rahim Nyai. Dan itu dilakukan berulang-ulang. Nyai yang tengah dimabuk asmara melupakan seluruh tata krama dan aturan agama. Ia menerima sperma Budhie suka cita.

Sayang cinta mereka harus terpisah.  Budhie meregang nyawa di atas ring perjudian. Lehernya patah ditendang lawan tandingnya. Tidak ada suar di masjid ataupun gereja soal kematian Budhie. Tidak ada bendera kuning terpasang di ujung jalan, tidak ada karangan bunga sebagai ungkapan duka cita di kediaman Budhie, serta tidak ada uang belasungkawa.

Pemilik Budhie sangat kecewa menyaksikan kematian itu. Napasnya sesak. Wajah putihnya memerah. Dia menahan seluruh emosi yang terpendam. Ia sadar sepenuhnya bahwa dengan matinya Budie, itu artinya ia telah kehilangan uang ratusan juta rupiah di atas ring sabung ayam.

"Ayam sialan, loe mati aja ngerugiin gua ratusan juta. Makanya jangan kebanyakan kawin," kata Ahong sambil menendang bangkai Budhie. Ia lupa kalau Budhie juga telah memberikan keuntungan miliaran rupiah sewaktu berjaya.

Orang-orang hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Ahong. Namun mereka tak bisa berbuat apa-apa. Ahong ya Ahong, seorang penjudi sejati yang tak mengenal agama, apalagi neraka dan surga. Tuhan baginya adalah uang.

Sementara di komplek perumahan tempat Ahong tinggal.Okto terus merayu Nyai. Ia mematokan paruhnya berulang-ulang di tanah. Membiarkan Nyai mencari makan disampingnya. Sesekali menunjukan kejantanannya mengusir para pengganggu.

Okto berharap satu waktu Nyai akan memberi apa yang kebanyakan lelaki hidung belang inginkan. Selama ia belum menjadi opor, dendeng, ayam goreng. Harapan itu terus bergelora.  Tabik 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun