Mohon tunggu...
iskandar siregar
iskandar siregar Mohon Tunggu... Dosen STAIMI, Jakarta. Pendidikan terakhir Doktor Bidang Ekonomi dari Universitas Hasanudin

Pernah menajdi Jurnalis di Majalah Forum Keadilan dan Liputan 6 SCTV

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kapolri Baru, antara Harapan dan Kenyataan

28 Januari 2021   18:02 Diperbarui: 28 Januari 2021   18:23 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena itu, sudah tepat kiranya apa yang dilontarkan Listyo Sigit dengan program transformasinya itu untuk mengantisi masalah dan tantangan ke depan yang dihadapi korps baju cokelat itu.

Namun untuk itu, Listyo Sigit harus kerja keras untuk mendapatkan kepercayaan publik. Karena salah satunya, polisi itu lahir dari "rahim" yang berdarah panas sehingga polisi juga menjadi profesi yang "tidak disuka". Di Eropa ada dikenal istilah "Omdankbar" secara bebas dapat diterjemahkan kira-kira bahwa polisi itu profesi yang jauh dari dari terima kasih, dekat dengan umpatan, sumpah serapah. Dibenci tapi dirindu. Di zaman Yunani Kuno, polisi disebut sebagai watchdog (penjaga malam) yang hanya berurusan dengan masalah orang pembuat onar, pencuri, perampok, penjahat, dan sebagainya.

Sementara itu, kini ditengarai polisi menghadapi distrust society. Masyarakat yang terbelah baik karena residu dari sisa-sisa pilpres yang lalu maupun dampak dari pandemi covid-19 dan faktor hoaks dari maraknya media sosial. Selain ada kecenderungan kepercayaan masyarakat itu sendiri kepada Polri tampaknya meluntur.

Salah satu upaya untuk mendapatkan kepercayaan publik itu bisa dimulai dengan membangun komunikasi yang intens dengan ormas-ormas yang berbasis massa terutama ormas Islam mengingat Indonesia dihuni penduduk  muslim terbesar di dunia. Masyarakat kita masih melihat patron atau tokoh apakah kiai, ulama, ustadz, mubaligh, dan mereka mengikutinya kadang tanpa reserve. Jalin kemitraan dengan ormas-ormas berbasis massa itu  dan kalau bisa bangun sinergitas bisa melalui program atau kegiatan.

Harapannya, terbangun postur polisi yang santun dan rendah hati. Merebut hati masyarakat dan bekerja sepenuh hati. Saya teringat film seri TV Jepang, Oshin. 

Dalam salah satu penggalan episode-nya dikisahkan ada seorang yang berpenampilan pengemis dan memang seorang yang miskin masuk ke toko roti yang termashur di kota itu yang biasanya dikunjungi orang kaya dan kalangan masyarakat atas. Dia memaksakan masuk ke toko itu dan ingin membeli sepotong manju (roti khas Jepang yang sangat lezat secamam kue bakpia). Pembeli "pengemis" itu mengeluarkan berkeping-keping uang dari saku kumalnya hanya untuk membeli sepotong manju. Melihat itu, pemilik toko yang duduk nyaman di ketinggian supaya leluasa memandang dan mengawasi tokonya turun mendekati "pembeli istimewa" itu. 

Dan menyambut pembeli itu dengan merebut bungkusan manju dari tangan pelayannya dan kemudian melangkah ke  "pengemis" itu seraya menyerahkan langsung roti manju ke pengemis dan mengambil uang recehan pengemis itu lalu kemudian dengan takzim membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.

Para pelayan tokonya kaget, mengapa pemilik toko, sang tuan, tidak sepertinya biasanya cukup duduk manis mengawasi tokonya tapi ini tiba-tiba turun dari singgasananya khusus melayani pembeli "pengemis" itu. Apa jawab pemilik toko itu ketika para pelayannya bertanya. Dengan bibir bergetar seperti menahan haru, sang pemilik toko berkata: "Pembeli tadi sangat istimewa, dia telah menabung berhari-hari hanya untuk membeli sepotong manju. Karena itu, saya perlakukan dia istimewa pula".

Pesan moral dari cerita itu kalau dianalogikan adalah para anggota Polri ibarat tuan pemilik toko itu dalam melayani masyarakatnya, yang umumnya kebanyakan dari kalangan bawah, wong cilik, orang susah,  yang tertimpa musibah, kaum tak berpunya, melarat, mereka sangat  haus akan sepotong keadilan seperti dahaganya pembeli miskin yang menabung berhari-hari untuk memperoleh sepotong manju itu.

Saya yakin Listyo Sigit dapat mewujudkan transformasi Polri itu sehingga dapat meningkatkan kinerja Polri sebagai pengayom dan pelindung dan juga jangan lupa sebagai pengawas dan pemaksa. Paling tidak seperti motto kerja polisi Eropa "vigilat quisqant" yang secara bebas dapat diterjemahkan sebagai ; "Polisi berjaga sepanjang waktu agar masyarakat bisa beraktivitas dengan nyaman". 

Tentu kita tidak bisa hanya menuntut Polri saja tapi juga perlu dan harus diperhatikan personel Polri yang beranggotakan 430.000 lebih itu sehingga mereka "well motivated, well educated, well equapated, dan welfare". Selamat bertugas Jenderal. Kami yakin Polri akan membuka lembaran baru dengan tinta emas. Sejarah akan menjadi saksi. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun